Jakarta, MINA — Temuan kandungan babi (porcine) dalam sejumlah produk makanan yang telah mengantongi sertifikat halal di Indonesia mengguncang kepercayaan publik terhadap sistem jaminan halal nasional. Produk-produk tersebut telah beredar luas di masyarakat dan dikonsumsi oleh jutaan konsumen Muslim yang selama ini menggantungkan kepercayaannya pada label halal yang tertera secara resmi.
Merespons kondisi tersebut, pendiri Indonesia Halal Watch (IHW), Dr. H. Ikhsan Abdullah, SH., MH., menyatakan bahwa saat ini merupakan momen krusial bagi pemerintah untuk menunjukkan ketegasan dalam menegakkan hukum terkait Jaminan Produk Halal.
“Sudah saatnya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2024 benar-benar ditegakkan secara konsisten,” tegas Ikhsan kepada MINA, Senin (21/4).
Menurutnya, penegakan hukum (law enforcement) terhadap pelanggaran ini tidak boleh lagi bersifat administratif atau hanya sekadar peringatan.
Baca Juga: Makanan Bersertifikat Halal tapi Mengandung Babi, Ini Nama Produknya
Jika pelanggaran terhadap kehalalan produk tidak menimbulkan efek jera, ia mengusulkan agar para pelanggar juga dikenai pasal-pasal pidana, termasuk ketentuan tentang penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta pasal-pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Publik dikejutkan dengan temuan mencengangkan dari hasil pengawasan gabungan antara Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sebanyak sembilan produk pangan olahan yang dijual bebas di pasaran Indonesia terdeteksi mengandung unsur babi (porcine), dan yang lebih menghebohkan, tujuh di antaranya ternyata sudah bersertifikat halal.
Temuan tersebut menimbulkan keresahan yang mendalam di tengah masyarakat, terutama umat Muslim yang menjadikan halal sebagai prinsip utama dalam konsumsi sehari-hari.
Baca Juga: Starbucks ‘Berdarah’ di Bandung, Aksi Kreatif Serukan Boikot Global
“Setelah produk bersertifikat halal terbukti mengandung unsur babi, lantas kepada siapa lagi masyarakat bisa percaya?” tanya Ikhsan.
Ia menilai bahwa insiden tersebut bukan hanya kegagalan teknis, tetapi juga krisis kepercayaan terhadap lembaga dan regulator yang diberikan otoritas untuk menyelenggarakan sistem jaminan halal dan menerbitkan sertifikasi. “Jika lembaga yang diberi mandat pun kecolongan, artinya ada yang keliru secara sistemik,” tambahnya.
Dorongan untuk Evaluasi Menyeluruh
Indonesia Halal Watch mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh prosedur sertifikasi halal, mulai dari proses verifikasi bahan baku hingga sistem pengawasan distribusi produk.
Ikhsan menekankan pentingnya transparansi dan keterlibatan masyarakat sipil dalam pengawasan kehalalan produk.
Baca Juga: Ribuan Warga Jabar Ikut Aksi Tolak Pemindahan Warga Gaza
Ia juga mendorong adanya pembenahan sistem pelaporan dan uji laboratorium yang lebih terbuka serta independen, guna memastikan hasil pengujian tidak dapat dimanipulasi oleh kepentingan komersial atau politis.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan inisiator Global Halal Hub, Indonesia memiliki tanggung jawab moral dan strategis untuk memastikan produk halal yang beredar benar-benar bebas dari unsur haram. Reputasi halal Indonesia di mata dunia bisa tercoreng apabila insiden semacam ini dibiarkan tanpa respons tegas.
“Jika Indonesia ingin menjadi pusat industri halal dunia, maka kehalalan produk tidak bisa hanya sekadar label — ia harus dijamin secara substantif, konsisten, dan dapat dipertanggungjawabkan,” pungkas Ikhsan.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Prediksi Cuaca di Jabodetabek Berpotensi Hujan Merata