Prof. Haedar Usulkan Indonesia Berlakukan Ambang Batas Utang Luar Negeri

Jakarta, MINA – Sesuai visi agenda pembangunan berkelanjutan (SDG’s) 2030, Pimpinan Pusat , Prof. Haedar Nashir menaruh pada pemerintah pasca pandemi.

“Namun, pihaknya berharap agar pemerintah memiliki kebijakan ekonomi yang lebih progresif dan berpihak secara serius kepada kelompok ekonomi mikro,” kata Haedar saat Menjadi pembicara kunci dalam seri ketiga gelar wicara Gagas RI bertajuk “Ekonomi, Keadilan, dan Kemanusiaan”, agar selaras dengan semangat dalam Pasal 33 UUD 1945.

“Masyarakat Indonesia yang teruji saat melewati berbagai krisis, termasuk pandemi kemarin,” kata Haedar tidak boleh dibiarkan begitu saja, tapi harus dikapitalisasi dan dilindungi ketika bersaing dengan pasar bebas.

“Ini harus dikapitalisasi menjadi ekonomi produktif dan jangan sampai mereka menghadapi arus besar lewat kapital dan investasi yang tidak terkontrol, termasuk impor dari lingkaran mafia yang tidak mudah diberantas,” pesan Haedar.

“Maka berangkat dari dasar kebijakan new economy policy itu yang kita harapkan bergerak lebih maju dan progresif lagi karena memang pondasinya sudah bagus. Kami berharap lebih maju karena kita punya potensi besar sebagai negara besar, karena itu untuk menghadapi tekanan ekspansi dari tingkat global, kita punya inner dynamic yang kuat dan kuncinya bukan pada policy economy, tapi pada political will-nya,” imbuhnya.

Haedar menilai bahwa pemerintah harus memiliki kebijakan afirmatif atau political will dalam mengejawantahkan kebijakan yang sesuai semangat UUD.

Utamanya dalam mengakomodasi jiwa dari Pasal 23 tentang APBN, Pasal 27 tentang Lapangan Pekerjaan, Pasal 28 tentang Pemenuhan Kebutuhan Dasar, Pasal 31 tentang Pendidikan, Pasal 33 tentang Ekonomi dan, Pasal 34 tentang Fakir Miskin.

“Kalau kita punya political will yang bagus dan kuat, undang saja praktisi dan ekonom, bagaimana enam pasal ini direkonstruksi menjadi policy strategis termasuk bagi Indonesia Emas di bidang ekonomi, tapi jangan biarkan pasal-pasal itu terkelupas begitu saja, agar kita punya komitmen kuat membangun Indonesia secara bersama,” katanya.

Haedar menyoroti soal Indonesia yang terus berakumulasi. Hutang ini, kata dia akan menjadi beban dan pengganjal bagi usaha-usaha Indonesia mewujudkan masa depan nasional yang unggul. Beberapa ahli bahkan telah menyebut bahwa akumulasi hutang luar negeri Indonesia saat ini mencapai angka Rp.7.000 Triliun.

“Karena kalau satu fase (pemerintahan) berhutang dan terakumulasi, suatu saat Indonesia menjadi negara gharim (tangan di bawah), yang tutup lobang ganti lobang, akhirnya berubah menjadi mustahik, berhak memperoleh zakat dan sedakah dari negara yang kaya. Jadi ada pertanggungjawaban moral di sini, bukan soal aman dan tidak aman,” imbaunya.

Dalam konteks ini, Haedar mengusulkan agar negara menetapkan ambang batas hutang luar negeri pada setiap masa pemerintahan. Utamanya agar proyeksi menjadi negara yang maju dan berdaulat tidak kemudian terseok karena akibat kebijakan pemerintah sendiri.

“Hutang harus ada ambang batas, jangan sampai nanti melebihi takaran yang kemudian berat. Kedua ada proyek-proyek nasional yang semula aman kemudian menjadi beban baru,” tegasnya. (R/R4/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: kurnia

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.