PROF ISRAEL: MELIHAT MASA LALU BISA SELESAIKAN KETEGANGAN DI YERUSALEM

Menachem Kleinn. Foto: Nidiya/MINA
Menachem Kleinn. Foto: Nidiya/MINA

Apa yang terjadi di Yerusalem () kini tengah menjadi pembicaraan hangat dunia internasional. Terlepas dari apa yang menjadi topik pembicaraan, kekerasan, penindasan, pengrusakkan properti bersejarah patut jadi pertimbangan para pemimpin dunia untuk menghentikan aksi berdarah yang terus terjadi di kota suci itu.

Warga yang diperlakukan secara tidak adil mulai melakukan pemberontakan sporadis kepada para tentara militer , karena kerapkali mereka tidak diberi akses publik yang sama seperti yang lainnya. Ketegangan semakin intens ketika para pemukim ilegal Israel melakukan serbuan dan provokasi ke area Al-Quds, di mana para jamaah Muslim biasa melakukan ibadah di  area suci itu.

Serangan dan serbuan terhadap warga Palestina masih terjadi hingga hari ini, banyak warga yang tidak bisa hidup tenang karena Israel mengontrol hidup mereka 24 jam hampir di seluruh Tepi Barat. Sebagai konsekuensinya banyak warga Palestina yang melakukan penusukan kepada tentara Israel yang kemudian berakibat lebih fatal sebagai balasannya.

Salah satu contohnya seperti yang dikatakan Pelapor HAM Palestina untuk PBB Makarim Wibisono baru-baru ini bahwa dirinya mendapatkan laporan seorang warga Palestina melakukan penusukan terhadap warga Israel, di mana kemudian keesokan harinya, militer Israel menghancurkan seluruh bangunan apartemen di mana warga itu tinggal. Ini salah satu bentuk penghukuman masal yang melanggar HAM, menurutnya.

Berhubungan dengan ketegangan ini,  Profesor dari Israel Menachem Kleinn dalam konferensi internasional seputar permasalahan Yerusalem di Jakarta pada 14-15 Desember 2015 mengungkapkan sejarah kota tua sebagai kota metropolitan yang hidup secara berdampingan baik Muslim, Yahudi, dan Kristen sebelum perang tahun 1948 terjadi.

Profesor dari Universitas Bar Ilan yang juga penulis beberapa buku mengenai sejarah Yerusalem itu mengatakan meskipun akan sulit, namun mimpi untuk menghidupkan kembali Yerusalem ke dalam kondisi tersebut bukanlah hal mustashil. Berkenaan dengan itu, wartawati Mi’raj Islamic News Agency (MINA) Rina Asrina dan Nidiya Fitriyah berkesempatan untuk melakukan wawancara lebih jauh dengan Profesor Menachem seusai konferensi berlangsung. Berikut petikan wawancaranya:

MINA: Dalam upaya untuk menciptakan kembali hidup yang berdampingan di Yerusalem, apa pegangan yang bisa dijadikan titik awal?

Menachem: Elemen paling utama yang bisa dijadikan pegangan adalah kembali melihat masa lalu, di mana kota tua Yerusalem adalah milih seluruh warga yang ada di area itu, baik Yahudi, Muslim, maupun Kristen. Bukan hanya milik Israel saja. Mereka adalah putra dan putri Yerusalem. Kota tua ini tidak seharusnya menjadi kota ekslusfi bagi pihak-pihak tertentu melainkan seluruh pihak sebagaimana sejarah sebelum perang tahun 1948 terjadi.

MINA: Sebagaimana yang Anda lihat, sekarang sangat sulit untuk mengembalikan kehidupan damai di Yerusalem, menurut Anda?

Menachem: Sayangnya akhir-akhir ini Yerusalem dikenal sebagai kota yang berdarah, saling membenci diantara banyak pihak. Kita harus berkata “cukup” untuk hal ini. Saya bicara dari sisi Israel, kita harus mengakui saudara-saudara Palestina, tetangga kita sejak dulu. Mereka (warga Palestina, red) punya hak untuk membangun pemerintahan mereka sendiri.

MINA:  Apa Anda percaya keterlibatan dunia internasional bisa membantu?

Menachem:  Ya, tentu. Tapi yang paling pertama dan utama adalah tugas Israel dan Palestina yang ada di daerah itu. Tentu saja kita sangat butuh dukungan internasional. Saya melihat sekarang adalah tugas Israel sebagai pihak yang punya kekuatan lebih di area itu, untuk membantu rakyat Palestina  membangun negaranya. Tapi masalahnya adalah Israel tidak mengakui hak yang sama dengan Palestina di Yerusalem.

MINA: Apa yang Anda lihat dari situasi di Yerusalem saat ini?

Menachem: Apa yang terjadi di Yerusalem saat ini adalah adanya beberapa grup ekstrimis Yahudi yang ingin membangun kuil versi Yahudi di Yerusalem dan mereka memaksa pemerintah Israel untuk mengubah status quo di kota tua tersebut, serta membagi-bagi waktu dan ruang ibadah untuk Yahudi dan Muslim di sana. Mereka memaksakan ini dan sebagaimana di semau agama manapun sebagian dari mereka ingin menghancurkan masjid Al-Aqsa, tapi tidak semua Yahudi seperti itu. Provokasi esktrimis ini menyebar sehingga menimbulkan konflik berdarah ke seluruh Tepi Barat.

MINA:  Palestina percaya Israel sedang menggali terowongan di bawah Harm Al-Syarif (Al-Quds), menurut Anda?

Menachem:  Tidak ada bukti yang menunjukkan adanya terowongan di bawah Harm Al-Syarif. Tapi ada terowongan yang menyambungkan Silwan ke Wailing Wall di Yerusalem, bukan dari Wailing Wall ke Harm Al-Syarif. Namun Palestina percaya ada upaya dari Yahudi ekstrimis yang akan menghancurkan Al-Aqsha, dan memang ada beberapa grup Yahudi ekstrimis yang  mengklaim hal itu tapi hanya beberapa, dan ini  bukan kebijakan pemerintah Israel.

MINA: Menurut Anda solusi terbaik apa yang bisa dilakukan?

Menachem: Kita tidak punya solusi terbaik. Tapi kita bisa memulai untuk menyadari kehidupan saling berdampingan seperti dulu. Saling berbagi adalah kuncinya. Saya termasuk orang itu, saya ingin berbagi dengan teman-teman, tetangga dari Palestina. Bukan dengan membangun dinding yang tinggi, atau menyebarkan intimidasi dan kebencian di tanah Yerusalem.

MINA: Apakah Anda setuju dengan permintaan Palestina untuk menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya dan Yerusalem Barat sebagai ibukota Israel?

 Menachem: Tentu saja, Yerusalem Timur harus menjadi ibukota Palestina, dan Yerusalem Barat, dengan dukungan internasional dan persetujuan Palestina, diakui sebagai ibukota Israel.  Saya ingin melihat dua kota terhubung dengan cara yang berbeda tidak seperti saat ini kita melihat ada dinding tinggi di mana-mana. Saya tidak ingin melihat dinding-dinding tinggi memisahkan Yerusalem. Saya ingin melihat akses yang terbuka di area itu, akses publik yang bebas bagi semuanya, tidak ada intimidasi, dan kedua pihak saling berbagi Yerusalem. (P008/R04/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)