PROFESSOR Teungku Muslim Ibrahim lahir dari keluarga yang taat beragama, ayahnya bernama Teungku Ibrahim yang merupakan seorang Teungku dan pimpinan dayah. Adapun dari jalur ibunya, Teungku Muslim Ibrahim terutama kakeknya juga ulama pimpinan dayah.
Abu, begitulah panggilan akrab masyarakat Aceh memanggil nama beliau, merupakan sosok guru besar di IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (sekarang UIN Ar-Raniry). Beliau lahir pada tanggal 18 oktober 1950 di Krueng Mane, Aceh Utara. Beliau juga merupakan salah satu sosok ulama besar Aceh yang sangat intelektual, teduh dan solutif bagi masyarakat Aceh melalui fatwa-fatwanya.
Abu pernah mengenyam pendidikan di Faklutas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh jurusan bahasa Arab tahun 1970, kemudian pada tahun 1973 beliau melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Al-Azhar Kairo dan mendapatkan gelar master disana pada tahun 1975 dan doktoral dalam bidang Fiqih Muqarran tahun 1984 dengan predikat summa cumlaude di kampus tersebut.
Beliau selalu membekali diri dengan pengetahuan yang lain diantaranya memperoleh gelar magister dari fakultas tarbiyah Universitas Ain Syams pada tahun 1978 kemudian diploma bahasa jerman (1976), diploma bahasa inggris (1982) dan diploma ekonomi da perbankan (1983).
Baca Juga: Mahmoud Khalil Aktivis Mahasiswa Palestina yang Terancam Deportasi dari AS
Ketika telah menyelesaikan segala pendidikan yang beliau tempuh, Abu Prof. Muslim kembali ke tanah air dan diberikan banyak kepercayaan yang cukup besar dan strategis diantaranya Guru Besar UIN Ar-Raniry, Direktur Pasca Sarjana di kampus yang sama, dan Jabatan-jabatan lainya.
Beliau adalah sosok yang peduli dengan syariat dan ekonomi rakyat Aceh, maka beliau pernah dipercayakan menjadi ketua komisi hukum MPU Aceh dan Anggota Majelis Ulama Asean (Ittihad Ulama Syarqi Janubi Asia), dalam bidang ekonomi beliau dipercaya sebagai ketua Dewan Pengawas Syariat BPR syariat Hareukat Lambaro dan wakil ketua Balitbang bazis Aceh.
Semasa hidupya, Abu sangat aktif menulis. Hal itu bisa kita lihat dari hasil karya yang telah tulis olehnya, Abu banyak menginspirasi masyarakat melalui tulisan intelektual. Beliau juga aktif memberikan seminar dan kajian keagamaan untuk ruang diskusi publik perkara agama dan hukum kontemporer baik daerah maupun luar negeri.
Sehingga semenjak kecil beliau telah didik dan tumbuh dalam naungan keilmuan dan ketaatan. Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana muda di Aceh, Teungku Muslim Ibrahim merasa ilmunya masih dangkal dan minim, sehingga dengan penuh semangat mencari ilmu dan mengantarkan beliau ke Mesir pada tahun 1971 setelah melewati proses seleksi yang sangat ketat.
Baca Juga: Cut Nyak Dien, Pahlawan Besar dan Teladan Wanita Aceh
Sesampai di Kairo Mesir, Teungku Muslim Ibrahim belajar dengan tekun dan penuh kesabaran, sehingga dari mulai strata satu, strata dua dan pada tahun 1984 beliau telah berhasil menyelesaikan Doktornya di Al Azhar Syarif dalam bidang Fiqh Muqaran atau Fiqh Perbandingan.
Saat itu beliau adalah satu-satunya pelajar dari Asia Tenggara yang berhasil menyelesaikan strata tiga dalam usia yang masih sangat muda di bawah bimbingan gurunya Syekh Abdul Ghani Abdul Khalik.
Sehingga pada hari kelulusan Teungku Muslim Ibrahim dari Al Azhar Kairo Mesir, banyak media massa di Timur Tengah yang memberitakan keberhasilan pemuda tersebut dalam meraih gelar doktornya. Bahkan Universitas Ummul Qura Madinah menawarkan kepadanya untuk menjadi dosen dan pengajar di Kota Madinah Munawwarah. Namun beliau lebih memilih berkiprah di Aceh dengan segala dinamika yang ada.
Setiba di Aceh setelah mengembara belasan tahun belajar sehingga telah mengantarkan Teungku Muslim Ibrahim menjadi seorang ilmuan yang diperhitunggakan.
Baca Juga: Jejak Pusat Observasi Falak dan Sosok Abu Muchtar Marsai
Berbagai jabatan akademis pernah diemban oleh beliau, sebut saja misalnya: Ketua Syariah Perbandingan Mazhab UIN Ar-Raniry, Asisten Direktur Pascasarjana saat itu Direkturnya masih tunduk ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan rektornya Prof Harun Nasution.
Jabatan terakhir Teungku Muslim Ibrahim dalam bidang akademis adalah sebagai Direktur Pascasarjana IAIN Ar-Raniry setelah era Prof Dr Harun Nasution.
Tepatnya tahun 1998 Teungku Muslim Ibrahim mulai ditunjuk sebagai salah satu pimpinan MUI Aceh yang kemudian berubah nama menjadi MPU Aceh yang dikenal sekarang ini. Prof Teungku Muslim telah berkiprah dan menghabiskan sepertiga usianya, sekitar 21 tahun memimpin lembaga fatwa Aceh.
Beliau telah mempersembahkan pikirannya yang cerdas, hatinya yang lembut, dan segenap keahlian yang dimilikinya. Bahkan hampir seluruh usia produktifnya dihabiskan untuk berfikir persoalan keummatan dan mengawal agama di Aceh dengan fatwa-fatwa yang ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan.
Baca Juga: Malyoso, Lentera Semangat di Tengah Keterbatasan
Untuk level Aceh, dalam bidang fatwa rasanya tidak berlebihan bila beliau dianggap “tokoh fatwa” dan ahli fatwa yang telah dengan tulus ikhlas mengawal pemahaman masyarakat Aceh hampir seperempat abad lamanya dengan fatwa yang ilmiyah dan bernas. Setelah kiprah yang luas dan panjang tersebut wafatlah Abu Prof Muslim Ibrahim pada tahun 2019. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Abu Ibrahim Woyla; Ulama Sufi Aceh dan Sanad Keilmuannya