Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Promosikan Wisata Myanmar, CEO Twitter Dikecam Netizen

Ali Farkhan Tsani - Senin, 10 Desember 2018 - 18:31 WIB

Senin, 10 Desember 2018 - 18:31 WIB

5 Views


London, MINA – CEO Twitter Jack Dorsey telah menuai kecaman keras dari netizen karena mempromosikan Myanmar sebagai tujuan wisata dalam serangkaian status twitternya.

Kecaman karena pada saat sama ratusan ribu pengungsi Rohingya di Myanmar melarikan diri dari pelanggaran hak asasi manusia yang disebut PBB sebagai genosida. Guardian melaporkan Senin (10/12).

Dorsey mengatakan kepada 4 juta pengikutnya bahwa dia telah melakukan perjalanan ke Myanmar utara bulan lalu untuk melakukan meditasi selama 10 hari, sebelum mendorong mereka untuk berkunjung.

Baca Juga: Ketegangan Pakistan-India, Pengamat: Risiko Eskalasi Itu Nyata

“Orang-orang penuh suka cita dan makanannya luar biasa,” katanya.

Netizen mengkritiknya sebagai tidak peka dan mengabaikan penderitaan minoritas Muslim Rohingya.

Andrew Stroehlein, Direktur Media Human Rights Watch Eropa, memposting dalam akun twitternya, “Saya bukan ahli dalam meditasi, tetapi apakah itu membuat Anda begitu terobsesi pada diri sendiri dan lupa menyebutkan bahwa Anda berada di sebuah negara di mana militer telah melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan, memaksa ratusan ribu orang melarikan diri, dalam salah satu bencana kemanusiaan terbesar saat ini?”

Seorang pengguna Twitter, Jeff Strabone,menulis, ”Orang-orang mengeluh tentang bagaimana Twitter memberdayakan Nazi. Sekarang direktur Twitter menawarkan kepada dunia tentang bagaimana dia mensubsidi rezim genosida di Burma ?! Tolong, seseorang, membuatnya berhenti.”

Baca Juga: Sikapi Eskalasi Pakistan-India, Afghanistan: Tidak Sesuai Kepentingan Kawasan

Mohammed Jamjoom, seorang koresponden untuk Al-Jazeera yang telah mewawancarai pengungsi Rohingya, mengatakan bahwa tweet Dorsey telah membuatnya “benar-benar tidak bisa berkata-kata”.

Beberapa kritikus mencatat bahwa platform media sosial telah memainkan peran dalam penyebaran misinformasi dalam krisis Rohingya.

Reporter New York Times Liam Stack menulis, “CEO Twitter pergi berlibur ke negara yang melakukan genosida tahun lalu, dan mendorong disinformasi dan kebencian di media sosial.” (T/RS2/B05)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Sudan Putuskan Hubungan Diplomatik dengan UEA

Rekomendasi untuk Anda

Internasional
Internasional
Dunia Islam
Indonesia