PUASA DAN KEJUJURAN

PUASA

Oleh: Zaenal Muttaqin*

PUASAIbadah memiliki ciri khas tersendiri dibanding dengan ibadah lainnya. Sholat umpamanya, kedengaran dan kelihatan oleh orang lain.

Terlebih lagi Ibadah haji, karena biasa akan ada titel haji yang menempelnya seumur hidup. Termasuk pula dzikir, yang biasyanya menggunakan untaian biji ‘Tasbih’ atau ‘Counter’ (alat hitung), mulutnya berkomat-kamit sambil ucapkan kalimat Dzikir.

Lantas apa perbedaaan orang yang berpuasa dengan yang tidak, nyaris tidak ada. Karena tidak ada gerakan dan bacaan tersendiri. Karenanya ibadah puasa menjadi khusus yang sulit disusupi dengan riya’ (pamer), sebab pintu masuk ke arah itu hampir tertutup.

Puasa benar-benar menjadi urusan antara hamba dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala (SWT) sebagai Kholiknya. Artinya untuk belajar ikhlas puasa adalah medianya. Dalam Hadits Qudsi, Allah berfiman: “Puasa adalah untuk-Ku, maka Aku pulalah yang akan membalasnya sendiri”.

Ikhlas adalah modal utama untuk bersikap jujur, sebab ikhlas artinya tidak ada ambisi, tendensi dan pretensi lain, selain mengharap ridho dari-Nya. Sementara penghalang terbesar untuk bisa jujur adalah ambisi, tendensi dan pretensi pribadi atau golongan. Sehingga jika ikhlas dapat mengusir ketiga pengganggu tersebut, dengan sendirinya akan datang .

Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia untuk menyempurnakan akhlak manusia. Al Quran memuji beliau bukan dari Solatnya yang khusyu’ atau hajinya yang Mabrur, tapi karena akhlaknya yang mulia atau budi pekertinya yang santun, halus dan lembut hatinya. Firman Allah SWT:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

” Sesunggunhya kamu (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang agung,” (QS. Al Qolam [68]: 4).

Jujur adalah modal utama untuk berakhlak mulia. Karena kejujurannya Nabi SAW digelari oleh masyarakat Makkah sebagai “Al Amin” (orang yang dapat dipercaya). Sebelum Muhammad diangkat sebagai nabi, sebelum berdakwah, sebelum Sholat, puasa dan haji diperintahkan kepadanya, beliau telah lama melakoni kejujuran. Baginya kejujuran adalah dari segalanya. Ajaran keislaman akan hambar dan hilang maknanya bila tidak didasari oleh kejujuran.

Lawan kata jujur adalah dusta. Al Quran banyak mengungkap tentang sifat dusta yang biasanya diatributkan pada orang kafir dan munafik. Kafir artinya mendustakan ayat-ayat Allah sebagian atau semuanya dan munafik adalah orang yang mendustai isi hatinya.

Al Quran menyebut agama Islam dengan “Dienul Haq” (agama kebenaran), maka orang yang beragama Islam adalah yang bisa berperilaku benar atau jujur. Nabi SAW bersabda: “Katakanlah yang benar walaupun pahit,” (Al Hadits).

Jujur artinya berkata dan bersikap benar. Kejujuran kepada siapapun hakekatnya untuk diri sendiri, karena tidak ada yang bisa bohong (dusta) kepada orang lain sebelum membohongi diri sendiri. Orang lain hanya menjadi obyek penderita dari ketidakjujuran pada diri sendiri. Karena itu, jujur tidak lain adalah terciptanya sikap yang konsisten antara hati, pikiran, ucapan dan perbuatan. Wallaahu a’lam bis showaab. (P07/EO2 )

* Wartawan di Kantor Berita Islam MINA

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Zaenal Muttaqin

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0