Oleh: KH. Drs. Yakhsyallah Mansur, M.A.*
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ/ البقرة [۲]:۱۸۳.
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (Q.S. Al Baqarah [2]: 183)
Baca Juga: Tingkatkan Amalan di Bulan Syaban, untuk Persiapan Ramadhan
Ayat ini menjelaskan bahwa puasa telah lama dikenal dalam peradaban manusia, namun bukan berarti ketinggalan zaman karena sampai saat ini puasa masih dilakukan oleh manusia dengan berbagai dorongan dan motif. Mereka berpuasa antara lain bertujuan memelihara kesehatan, merampingkan tubuh atau sebagai bentuk protes sosial atau sebagai tanda solidaritas atas malapetaka yang menimpa orang seperti yang dilakukan sementara suku-suku di India.
Ayat di atas menjelaskan bahwa puasa yang diwajibkan kepada umat Islam adalah bertujuan menjadikan mereka orang yang bertaqwa.
Dalil Al-Qur’an, kata “taqwa” digunakan dengan tiga macam arti:
1. Takut
Baca Juga: Jika Masuk Bulan Sya’ban, Ini yang Perlu Dilakukan Kaum Muslimin
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّه…/ البقرة [۲]:۲۸۱.
“Dan takutlah kalian pada hari kalian dikembalikan kepada Allah…”(Q.S. Al-Baqarah [2]: 281)
2. Taat
Baca Juga: Jangan Jadi Generasi Qila Wa Qala
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ…/ ال عمران [۳]: ۱۰۲.
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa…” (Q.S. Ali Imran [3]: 102)
Ibnu Abbas berkata mengomentari ayat ini, “taatlah kalian dengan sebenar-benar taat.”
3. Membersihkan hati dari segala dosa
Baca Juga: Malu dalam Perspektif Islam: Pilar Akhlak Mulia
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ/ النور [۲٤]: ۵۲.
“Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(Q.S. An-Nur [24]: 52)
Al-Ghazali berkata, “Pada ayat ini Allah menyebutkan “taat” dan “takut” kemudian menyebutkan “taqwa”, maka tahulah anda bahwa hakekat taqwa selain taat dan takut adalah membersihkan hati dari segala dosa.”
Dengan demikian taqwa dapat kita artikan taat dan takut kepada Allah serta membersihkan hati dari segala hal yang mendatangkan dosa.
Baca Juga: Bencana Kebakaran Los Angeles dalam Perspektif Al-Qur’an
Oleh karena itu sebagian ulama berkata bahwa tingkatan taqwa itu ada tiga:
Taqwa dari syirik (menyekutukan Allah), taqwa dari bid’ah (melakukan ibadah yang tidak ada contoh dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) dan taqwa dari maksiyat.
Untuk dapat menjadi orang yang bertaqwa, Allah memerintahkan kepada orang yang beriman berpuasa karena essensi puasa adalah pengendalian diri dan hanya dengan pengendalian diri taqwa akan dapat dicapai.
Mengapa hanya perintah “puasa” yang diiringi dengan taqwa sedang pada perintah shalat, zakat dan haji tidak demikian. Hal ini menunjukkan tingginya nilai ibadah puasa apabila dihayati dengan benar.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-41] Menundukkan Hawa Nafsu
Pengendalian diri diawali dengan mengendalikan perut karena apabila perut tidak dikendalikan dan selalu merasa kenyang dia akan menjadi sumber malapetaka bagi manusia. Aisyah Radhiyallahu Anha berkata:
رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ : ( أَوَّلَ بَلَاءٍ حَدَّثَ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا الشِّبَعُ ؛ فَإِنَّ الْقَوْمَ لَمَّا شَبِعَتْ بُطُوْنَهُمْ سَمِنَتْ أَبْدَانُهُمْ ، وَضَعَفَتْ قُلُوْبُهُمْ ، وَجَمَحَتْ شَهَوَاتُهُمْ ) رَوَاهُ البُخَارِي
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Bencana pertama yang menimpa umat ini setelah wafatnya Nabi adalah kekenyangan, sesunggunya ketika kaum itu kenyang perutnya, badannya menjadi gemuk, hatinya menjadi lemah dan syahwatnya bergelora (tak terkendali).” H.R. Bukhari.
Abu Ja’far berkata, “Perut adalah anggota yang apabila lapar, maka seluruh anggota tubuh menjadi kenyang – artinya diam, tidak mengajakmu berbuat sesuatu – tetapi kalau perut kenyang, maka semua anggota tubuh menjadi lapar – artinya banyak gerak mendorong untuk berbuat maksiyat.”
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-40] Hidup di Dunia Hanya Sebentar
Diriwayatkan dari Nabi Yahya Alaihi Salam bahwa Iblis pernah menampakkan diri kepadanya dengan membawa tali-tali jerat yang merupakan syahwat (kesenangan) untuk menjerat manusia yang selalu kenyang.
Oleh karena itu Maha Benar Allah yang menjadikan perasa sebagai sarana mencapai derajat taqwa. Sudah tentu derajat taqwa hanya akan dicapai manakala orang yang berpuasa menghayati makna puasa dengan sebenar-benarnya.
Bukan seperti kebanyakan orang yang berpuasa hanya memindahkan waktu makan bahkan mereka mengeluarkan belanja makan dan minum selama sebulan, melebihi belanja satu tahun. Jadi seolah-olah Ramadhan dijadikan musim makan enak sekenyangnya.
Untuk menghayati makna puasa, marilah kita perhatikan perkataan Syekh Ma’ruf Al Karkhiy, “Apabila engkau puasa, perhatikanlah apa yang engkau gunakan berbuka, di tempat siapa engaku berbuka dan makanan siapa yang engkau makan.”
Baca Juga: Mengatasi Kesulitan Sesama
Sedang Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
عن ابن عباس رضي الله عنه قال: لا يقبل الله صلاة امرئ في جوفه حرام .
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Allah tidak menerima shalat seseorang yang di dalam perutnya ada sedikit makanan haram.”
Semoga puasa kita dapat mengantar kita menjadi orang yang bertaqwa, amin. Wallahu A’lam bis Shawwab.(T/P06/R2).
Baca Juga: Meraih Ketenangan Jiwa, Menggapai Kebahagiaan Sejati
*Pimpinan Ma’had Al-Fatah Indonesia
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-39] Tidak Sengaja, Lupa, Berarti Tidak Dosa