Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Puasa Ramadhan itu Mengenalkan Batas-Batas Dalam Hidup (Oleh: Shamsi Ali*)

siti aisyah - Selasa, 19 Mei 2020 - 14:06 WIB

Selasa, 19 Mei 2020 - 14:06 WIB

9 Views ㅤ

Presiden Nusantara Foundationa, Imam shamsi Ali

Maka barangsiapa yang takut kepada Tuhannya dan menahan nafsu, maka sungguh surgalah tempat kembalinya” (Qs. An-Naazi’at).

Segala sesuatu dalam hidup ini punya batas. Bahkan hidup itu sendiri ada batasnya. “Semua yang ada di atas bumi itu berakhir” (Al-Quran). Demikian penegasan Al-Quran.

Batas-batas yang ada dalam hidup manusia itulah yang akan menjadi acuan-acuan tentang apa, bagaimana, kapan dan dimana manusia berbuat. Batas-batas itu pula yang akan menentukan seseorang dalam mengambil tanggung jawab hidupnya.

Manusia akan terikat sekaligus terukur akan siapa dirinya dengan batas-batas ini. Menjaga batas-batas itu adalah bentuk tanggung jawab dan keadilan. Melampaui batas-batas itu adalah bentuk tidak tanggung jawab dan kezhaliman.

Baca Juga: Aksi Kebaikan, Dompet Dhuafa Lampung Tebar 1445 Makanan Berbuka dan Takjil

Al-Quran sendiri dalam beberapa tempat menegaskan, salah satunya di Surah Al-Baqarah ayat 187: “dan itulah batas-batas Allah (huduudullah). Maka janganlah kamu lampaui“.

Melampaui batas-batas itulah yang dikenal dalam bahasa Al-Quran dengan “thogut” (transgresi).

Perilaku thoghut atau melampaui batas-batas (huduud) itulah yang menjadi penyebab segala “kerusakan” (fasad) dalam hidup.

Ambillah makan sebagai salah satu contoh. Makan yang berlebihan akan menimbulkan banyak masalah kesehatan. Makan berlebihan bisa menimbulkan kolesterol, darah tinggi, hingga kepada obesitas (kegemukan).

Baca Juga: Masjid Sekayu Semarang Cikal Bakal Pembangunan Masjid Agung Demak

Nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh tangan-tangan manusia”.

Tangan yang dimaksud di ayat tersebut adalah “kemampuan” manusia. Dapat juga diartikan sebagai “otoritas”.

Manusia akan kehilangan kontrol terhadap kekuatan dan otoritasnya di saat hawa nafsunya yang menjadi komando hidupnya. Akibatnya “batas-batas hidup” tidak lagi menjadi pertimbangan.

Di sinilah esensi puasa sesungguhnya. Bahwa dengan puasa manusia melatih diri dalam mengontrol kecenderungan hawa nafsu.

Baca Juga: Berkah Ramadhan, Wahdah Tebar Paket Sembako

Hawa nafsu yang terkontrol dalam pembangunan dunia itulah yang akan tetap terjaga dalam batas- batas kehidupan.

Tapi untuk memungkinkan manusia menahan hawa nafsu itu, diperlukan kesabaran bahkan rasa takut kepada Tuhan alam semesta.

Sebaliknya kegagalan manusia dalam mengontrol hawa nafsunya, sehingga keluar dari batas-batas kehidupan banyak disebabkan oleh hilangnya kebesaran Allah dalam jiwa.

Allah menggambarkan itu di Surah An-Naziat: “Dan barangsiapa toghaat (melampaui batas) dan mencintai dunia secara berlebihan…

Baca Juga: Riska Gelar Anjangsana Sosial di Rumah Belajar Merah Putih Cilincing

Akibatnya: “maka sungguh neraka jamannam menjadi tempat kembalinya”.

Hawa nafsu yang tidak terkontrol melahirkan prilaku melampaui batas (i’tidaa). I’tidaa demi i’tidaa itulah yang mengakibatkan ragam “jahannam” (penderitaan) hidup.

Dalam dunia modern saat ini ada dua bentuk neraka yang paling umum menimpa manusia. Keduanya adalah “al-khauf” (rasa takut) dan “al-Hassan” (rasa sedih).

Kekhawatiran atau ketakutan itu terkait dengan masa depan. Sementara kesedihan itu menyangkut dengan masa lalu. Manusia takut kehilangan. Dan jika kehilangan mereka pasti mengalami kesedihan berlebihan.

Baca Juga: Masjid Jami’ Aulia Pekalongan Usianya Hampir Empat Abad

Manusia kerap takut kekurangan di masa depannya. Dan jika kekurangan menimpanya mereka bersedih. Padahal jika saja beriman, keduanya juga masuk dalam kategori karunia Tuhan. Asal saja di posisikan pada posisi yang proporsional.

Puasa memang esensinya “menahan diri” dengan mendekatkan dan menghadirkan kebesaran Allah dalam hidup. Dan itu pulalah yang menjadi kunci “Jannah” (ketenangan/kebahagiaan) dalam hidupnya.

Itulah yang digambarkan oleh Al-Quran seperti saya kutip di awal tadi. “Dan barangsiapa yang takut kepada Tuhannya dan menahan diri dari penghambaan hawa nafsu maka syurgalah menjadi tempat kembalinya”.

Kesimpulannya surga dan neraka (kebahagiaan dan penderitaan) hidup itu akan banyak ditentukan oleh bagaimana manusia menjaga batas-batas hidupnya.

Baca Juga: Ini Lima Hikmah Puasa Ramadhan Sebagai Pendidikan Ruhiyah

Dan di sini pulalah puasa memiliki peranan signifikan dalam menumbuhkan kesadaran manusia tentang itu. Semoga!

*Presiden Nusantara Foundation

Bapak/Ibu yang dirahmati Allah.
Di bulan mulia ini, khususnya hari-hari terakhir Ramadhan saya mengajak untuk ikut dalam proses pelusanan ansuran harga properti proyek pesantren di Amerika. Insya Allah tinggal 4 kali ansuran lagi.

Donasi dapat disalurkan melalui:
http://kitabisa.com/nusantarafoundation

Baca Juga: Tujuh Pesohor Non-Muslim Ini Pandai Baca Al-Quran, bahkan Hafal Sebagian Suratnya

Atau langsung ke rekening berikut:
BNI Syariah: 887000045
Bank Mandiri: 1240000018185
Bank Syariah Mandiri: 7774454459
A.n: Yayasan Inka Nusantara Madani
Jazakumullah khaer!

(AK/R6/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Ramadhan Sebagai Bulan Transformasi (Bagian 3)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Tausiyah
Indonesia