Jakarta, MINA – Aktivis Muslimah Palestina, Edrida Pulungan yang juga seorang Sastrawati dan delegasi Paris Peace Forum 2019 membacakan puisi pada Konferensi Perempuan Internasional untuk pembebasan Al-Aqsa dan Palestina (IWCLA).
Puisinya berjudul “The Voice from Hashanon” yang memaparkan kekuatan perempuan Palestina yang pemberani, tak kenal menyerah dalam perjuangan untuk tanah airnya dan masjid Al-Aqsa.
Konferensi bertema “Bergerak Berjamaah Membela Perempuan dan Anak-anak Palestina” tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Kemanusiaan yang konsen pada isu Palestina, Aqsa Working Group (AWG) pada Kamis (17/3) secara hybrid (daring dan luring), diselenggarakan di Hotel Sofyan Cut Meutia, Cikini, Jakarta Pusat.
Edrida Pulungan, lahir di Padang Sidempuan, Sumatera Utara, pada 25 April 1982. Ia merupakan Alumnus S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara, S1 Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan, S2 Hubungan Internasional, Universitas Paramadina dan S2 Fakuktas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, menjadi salah satu staff di Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
Baca Juga: Hamas Tegaskan, Tak Ada Lagi Pertukaran Tawanan Israel Kecuali Perang di Gaza Berakhir
Edrida dikenal melalui karya-karyanya berupa puisi yang dipublikasikan di sejumlah surat kabar, dan terhimpun dalam berbagai antologi. Edrida merupakan pendiri Lentera Pustaka Indonesia, beberapa puisinya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Spanyol, dan Turki.
Berikut Puisi berjudul “The Voice from Hashanon”
I was here in Hashanon
Near the city of Haifa and Ramallah
I kissed my daughter before leaving
I see the moon and sun in their eyes
I try wipe their tears and hug them deep
I hope they can feel the warm in my heart
Not the cops of the dusty prison and cold food
My children, All of you the flame of my life
I was thankful for sharing history of Al Quds land for you
Share the value of victory and the surrender for Allah
They should know the meaning of Justice and humanity
They should know the history your mother
With roses in her hand to take care you with love
With pen as her gun to write the truth and poetry
Baca Juga: Hamas: Rakyat Palestina Tak Akan Kibarkan Bendera Putih
In Hasharon time was flush
I was arrested and will count my time until 14 years in my future
I will write thousand poem with blue moon
When hear the first cry of my baby and tell the lullaby story
Enjoy the breakfast with piece of bread and potato
Without fear when bombing like orchestra
When you can take from your home and arrested
How should I share you a good for history
When all life sending many tears Remindal all short happiness with family in memory
My name is Lama Khatir
Palestinian female prisoners was take out from my home
Bring to prison from Ashqalan to Hasharon
I wrote from my small room with many
Dear sir,
Prison was comfortable place
Life and dead was the same for me
and remind for Allah’s guarding
My heart will never broken into hundred parts
I will get the freedom of expression, worship and welfare
In the Holy Land of Baitul Maqdis
We are all Mary
We are sending a big message of peace
We are women of Al-Quds are not alone
Baca Juga: Israel Makin Terisolasi di Tengah Penurunan Jumlah Penerbangan
In the Holy Land of Al-Quds
I send you my piece of poet with sweet dreams
Collect the memory in mind the beauty of heaven
Istiqlal Mosque, Jakarta, Indonesia March 8 th, 2022
By: Edrida Pulungan
Filosofi Puisi “The Voice from Hashanon”
Baca Juga: Palestina Tolak Rencana Israel Bangun Zona Penyangga di Gaza Utara
Edrida saat diwawancarai MINA menjelaskan, makna filosofi daripada puisi tersebut menggambarkan bahwa perempuan Palestina itu perempuan yang pemberani. Ketika mereka ditarik paksa dari rumahnya untuk dibawa ke penjara, dia masih memberikan energi yang kuat untuk anak-anaknya, suaminya, keluarganya, atau mungkin meninggalkan tempat kerja dan kebebasannya.
“Mereka itu sudah tidak punya lagi rasa takut, kalau misalnya kita menangis mereka sudah biasa, maka itu bisa menjadi motivasi kita dan juga harus ditebarkan ke semua perempuan di dunia. Mungkin kalau dibandingkan dengan Indonesia sangat berbeda, negara Indonesia Alhamdulillah masih aman tentram walaupun banyak tantangan,” jelasnya.
Menurutnya, puisi ini memiliki makna tersirat dan tersurat, walaupun mereka tidak bisa bebas tapi mereka mengirimkan sinyal-sinyal keberanian, karena mereka yakin pertolongan Allah selalu ada.
“Anak-anak Palestina sudah tidak bisa merasakan masa kecil mereka, zionis Israel merampas satu persatu memori pada seorang anak di muka bumi yang sampai sekarang negara manapun tidak mampu untuk memberikan kebebasan kepada mereka, kita harus mengutuk apapun yang merampas kehidupan dan hak asasi manusia,” ujarnya.
Baca Juga: Hamas Kutuk AS yang Memveto Gencatan Senjata di Gaza
Edrida Pulungan berharap seluruh pemuda dan pemudi Indonesia dapat berpartisipasi dalam pembebasan Masjidil Aqsa. Pemuda dan pemudi merupakan sosok yang paling berpotensi menjadi agen perdamaian, karena masih melihat sesuatu itu dengan visi idealisme.
“Cara yang dapat dilakukan salah satunya yaitu menyuarakan dengan karya, bisa dengan lukisan, puisi, dan film maker. Tidak hanya pemuda Indonesia saja yang dapat melakukan, pemuda yang ada di seluruh dunia juga bisa apalagi sekarang sudah sangat canggih teknologinya,” katanya. (A/Bad/R12/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ikut Perang ke Lebanon, Seorang Peneliti Israel Tewas