Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pulau Rubiah Sabang, Jejak Karantina Haji Masa Kolonial Belanda

Redaksi Editor : Arif R - 11 menit yang lalu

11 menit yang lalu

5 Views

Situs Karantina Haji di Pulau Rubiah, Sabang. (FOTO: KOLASE/ARIF RAMDAN/MINA)

JIKA Anda menapakkan kaki di Aceh, belum lengkap rasanya tanpa menyeberang ke Sabang—sebuah kota kepulauan yang tidak hanya memanjakan mata dengan keindahan baharinya, tetapi juga menyimpan jejak sejarah penting ibadah haji di Nusantara.

Di tengah hamparan laut biru yang memikat, berdiri Pulau Rubiah, pulau kecil yang pernah memainkan peran vital dalam perjalanan ibadah umat Islam Indonesia menuju tanah suci di masa kolonial.

Pada masa kolonial Hindia Belanda, Pulau Rubiah ditetapkan sebagai pusat karantina haji pertama dan termewah di Indonesia. Dibangun sekitar tahun 1920, kompleks ini menjadi tempat transit dan karantina bagi jamaah haji asal Aceh serta wilayah Sumatera lainnya. Fasilitas karantina serupa juga didirikan di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu, yang melayani jamaah dari Jawa.

Pulau Rubiah tidak hanya menjadi tempat persinggahan sementara,7 tetapi juga pusat pembinaan dan pemeriksaan kesehatan sebelum jamaah diberangkatkan ke Mekkah menggunakan kapal laut.

Baca Juga: Pimpin Gerakan Tanam Sejuta Pohon di Hari Bumi, Menag: Tokoh Agama Beri Teladan Pelestarian Alam

Di sinilah para calon haji menjalani masa karantina selama kurang lebih satu hingga dua bulan.

Dalam kurun waktu itu, mereka diberikan bimbingan manasik haji serta pemeriksaan kesehatan menyeluruh, mengantisipasi penyebaran penyakit menular yang saat itu menjadi ancaman serius lintas negara.

Pulau ini, dengan luas sekitar 10 hektare, dulunya dipadati berbagai bangunan fungsional—penginapan, rumah sakit, fasilitas laundry, kamar mandi, bahkan jaringan listrik.

Kturunan pemilik sebagian tanah Pulau Rubiah, gedung karantina pada masa itu menempati lebih dari setengah luas pulau. Kini, hanya dua bangunan tua yang tersisa, menyisakan puing-puing yang menjadi saksi bisu kebijakan karantina masa kolonial.

Baca Juga: Menag Letakkan Batu Pertama Pesantren Istiqlal Internasional Indonesia

Bagi pemerintah kolonial Belanda, pembangunan fasilitas ini memiliki dimensi politik dan ekonomi. Langkah tersebut dimaksudkan untuk menarik simpati masyarakat Aceh terhadap kekuasaan kolonial.

Namun di balik motif tersebut, ada kepentingan yang lebih besar: mencegah penyebaran penyakit menular yang kerap dibawa jamaah dari luar negeri. Pada masa itu, vaksinasi belum dikenal luas, sehingga karantina menjadi langkah pencegahan utama yang bersifat wajib.

Karantina dijalankan selama 40 hari—jangka waktu yang mencerminkan kehati-hatian tinggi pihak kolonial. Para jamaah baru diperbolehkan melanjutkan perja4lanan atau kembali ke kampung halaman jika telah dinyatakan bebas dari penyakit.

Kejayaan Pulau Rubiah sebagai pusat karantina tidak berlangsung lama. Ketika Jepang menduduki Indonesia pada awal 1940-an, Belanda mundur dari Sabang. Bangunan karantina kemudian diubah menjadi barak militer oleh tentara Jepang.

Baca Juga: Kemenag dan MOSAIC Dorong Ekosistem Hutan Wakaf Nasional

Pada 1944, ketika Belanda berusaha merebut kembali wilayah tersebut, terjadi pertempuran hebat yang menyebabkan sejumlah bangunan karantina hancur dihantam peluru dan bom, karena Belanda mengetahui Jepang bersembunyi di balik bangunan itu.

Setelah tragedi itu, Pulau Rubiah tidak lagi berfungsi sebagai tempat karantina. Namun Sabang tetap menjadi jalur pemberangkatan jamaah haji melalui Kampung Haji hingga dekade 1970-an, sebelum sistem transportasi dan logistik ibadah haji Indonesia mengalami modernisasi.

Kini, Pulau Rubiah dikenal sebagai surga wisata snorkeling. Namun bagi para pencinta sejarah, tempat ini adalah monumen yang menyimpan jejak penting dari perjalanan panjang umat Islam Nusantara dalam menunaikan rukun Islam kelima—di bawah bayang-bayang kekuasaan kolonial dan dinamika politik global. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Muasal Kupiah Tungkop Ciri Khas Teuku Umar Pahlawan Aceh

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Haji 1445 H
Haji 1445 H
Indonesia
Indonesia