Moskow, MINA – Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, menghina Nabi Muhammad adalah pelanggaran kebebasan beragama dan melukai perasaan suci orang-orang yang memeluk Islam.
“Kebebasan beragana ini pada dasarnya harus menghormati setiap orang yang perasaannya dapat terpengaruh,” kata Putin pada konferensi pers tahunannya seperti dikutip dari Anadolu Agency, Sabtu (25/12), lebih dari 500 jurnalis diundang dalam acara tersebut.
“Siapa yang menghina Nabi Muhammad? Apakah ini kebebasan berkreasi? Saya kira tidak. Ini adalah pelanggaran kebebasan beragama dan pelanggaran perasaan suci orang-orang yang memeluk Islam dan ini menghidupkan yang lain, bahkan lebih akut dan manifestasi ekstremis,” tambahnya.
Penghormatan yang sama harus ditunjukkan untuk mengenang orang-orang yang berjuang dalam Perang Dunia II melawan Nazi Jerman.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
“Rusia dibentuk sebagai negara multinasional dan multi-pengakuan, dan pada dasarnya kita terbiasa memperlakukan kepentingan dan tradisi satu sama lain dengan hormat. Ini memang basis keberadaan yang sangat kuat, dasar yang kokoh bagi keberadaan Rusia sebagai negara multinasional,” jelasnya.
Selain itu, Putin juga pernah menolak anggapan bahwa Islam dicitrakan sebagai agama teroris. Menurutnya, propaganda itu sengaja diciptakan Amerika Serikat guna memecah belah dunia.
“Kami tidak pernah menganggap orang muslim itu masalah. Anggapan itu hanya politik Amerika Serikat dan sekutunya. Terorisme misalnya, kapan Islam mulai diidentikkan dengan terorisme? Setelah perang dingin berakhir,” ujar Putin saat diwawancarai sutradara kenamaan dunia, Oliver Stone.
Menurut ia, kaum muslim di Rusia tersebar di sejumlah wilayah di negaranya dan dalam kondisi yang baik-baik saja.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
“Mengapa orang muslim harus diawasi? Rakyat Rusia banyak yang muslim, di Moskow saja ada 15 persen orang muslim. Tidak pernah ada masalah,” jawabnya tegas. (T/RE1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas