Jakarta, MINA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menolak hadirnya pasal-pasal yang berpotensi menghalangi kemerdekaan pers dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law di sektor UU Cipta Kerja.
Ada tiga yang disasar pemerintah dalam RUU Omnibus Law yakni UU Cipta Kerja, UU Perpajakan dan UU Pemberdayaan Usaha Kecil Mikro Menengah (UMKM).
Terkait RUU ini, PWI menolak pasal-pasal yang memberi kewenangan pemerintah untuk memberi sanksi kepada pers dalam UU Cipta Kerja. Meski ada pasal-pasal dalam draft UU itu juga yang mendukung pers makin profesional yang perlu didukung.
Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari, menegaskan, pada Kamis (20/2) di Jakarta, usai melakukan diskusi terbatas mengenai RUU Cipta Kerja yang bersentuhan dengan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
“Kami menolak adanya Pasal 18 ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membuat peraturan pemerintah untuk mengatur sanksi administrasi terkait pelanggaran Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers,” tegas Atal.
Menurutnya, UU Pers tidak boleh membuka pintu belakang dengan memberikan kewenangan melalui Peraturan Pemerintah. Silakan sanksi diatur pada Pasal 18 ayat (3) UU Pers saja seperti sekarang ini. Namun bila nominalnya mau dinaikkan silakan, PWI setuju, asal tidak membunuh kemerdekaan pers.
Mengenai naiknya sanksi sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2), sikap PWI setuju. Inikan bentuk kesetaraan dihadapan hukum, baik untuk orang yang menghalangi kerja jurnalistik maupun perusahaan pers pelanggar Pasal 5 ayat (1) UU Pers.
Naiknya sanksi ini diharapkan bisa menjadi pengingat baik kepada masyarakat atau pers itu sendiri. Sanksi pidana pers yang semula pidana dendanya Rp 500 juta naik menjadi Rp 2 miliar.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Ia juga meminta pemerintah, dalam Pasal 18 ayat (1) khususnya yang merujuk kepada Pasal 4 ayat (3) narasinya diubah. Legal standing pasal ini tidak semata perusahaan pers tetapi juga wartawan.
“Setidaknya ada dalam penjelasan yang dimaksud pers nasional adalah perusahaan pers dan atau wartawan,” ujarnya.
UKW dan Verifikasi
Di samping itu, Ketum PWI Pusat juga mendukung uji kompetensi wartawan dan verifikasi perusahaan pers hadir dalam RUU Omnibus Law sektor Cipta Kerja.
“PWI akan usulkan agar UKW dan Verifikasi Perusahaan Pers diatur langsung dalam UU, tidak seperti sekarang ini,” jelasnya.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Pasal 7 UU Pers yang selama ini hanya dua ayat, perlu ditambah. PWI usulkan Pasal 7 ayat (1) wartawan Indonesia wajib mengikuti pelatihan khusus dan uji kompetensi wartawan.
Pasal 7 ayat (2) Wartawan Indonesia wajib masuk dalam organisasi profesi kewartawanan. Pasal 7 ayat (3) Wartawan Indonesia wajib memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik.
Ia juga meminta verifikasi perusahaan pers masuk menjadi syarat yang diatur pada Pasal 9 UU Pers. Jadi selain berbadan hukum wajib terverifikasi, namun verifikasinya tidak mengarah kepada pers industri melainkan lebih melihat badan hukum yang ditetapkan.
Hal lain yang menjadi konsentrasi PWI adalah sistem pertanggungjawaban sebagaimana diatur Pasal 12 UU Pers yang sekarang ini masih membuka celah, masuknya pidana lain.
” Kami usulkan pada Pasal 12 ini dikunci, bila terjadi sengketa pemberitaan hanya ditangani sesuai UU Pers. Bisa hak jawab, hak koreksi dan mediasi di Dewan Pers. Paling berat adalah pidana pers sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) atau Pasal 18 ayat (2),” jelasnya. (R/R5/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa