Banda Aceh, MINA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh telah menyepakati pengesahan Qanun (Peraturan Daerah) tentang satwa liar dilindungi pada 27 September 2019 lalu, dan akan mulai berlaku pada Januari 2020 mendatang. Hukum cambuk akan dikenakan pada pelanggar ketentuan qanun ini sebagai tambahan hukuman berdasarkan hukum nasional.
Nurzahri, Ketua Komisi II DPR Aceh, periode lalu, mengungkapkan Senin (7/10), banyak faktor yang mendorong pengesahan qanun tersebut,
“Tingginya angka kejahatan terhadap satwa di Aceh membuat pegiat lingkungan mendesak adanya qanun tersebut di Aceh. Ada dorongan dari aktivis lingkungan, untuk kita bahas dan sahkan Qanun satwa,” ungkap Nurzahri.
Menurutnya, selama ini kejahatan terhadap satwa yang terjadi di Aceh juga tidak mendapat penanganan secara khusus dari aparatur pemerintah, ini dikhawatirkan akan mengancam satwa di Aceh terutama yang dilindungi.
Baca Juga: Meriahkan BSP, LDF Al-Kautsar Unimal Gelar Diskusi Global Leadership
Qanun mengatur tentang kewenangan Pemerintah Aceh yang bersifat khusus, terkait penetapan jenis satwa endemik di Aceh yang tidak dilindungi secara nasional, namun keberadaannya di Aceh sudah menipis dari jumlah populasi.
“Nanti untuk menetapkan satwa dilindungi di Aceh, akan ada kajian akademik, jadi Qanun hanya mengatur mekanisme penetapan, selebihnya akan diatur dalam Peraturan Gubernur”, jelas Nurzahri.
Selain itu, qanun juga mengatur mekanisme penerapan hukuman. Khusus di Aceh, ada tembahan hukuman dalam bentuk hukuman cambuk.
Ada tiga kategori hukuman yang akan ditetapkan dalam qanun. Pertama, kejahatan terhadap satwa yang dilindungi secara nasional, seperti hariamau, badak, gajah, tapir dan beberapa jenis lainnya, dilindungi dalam Undang-undang no 5 tahun 90 (hukuman penjara maksimal 5 tahun).
Baca Juga: Enam Relawan UAR Korwil NTT Lulus Pelatihan Water Rescue
Apabila kejahatan itu dilakukan di Aceh, maka tetap menggunakan UU nasional ditambah 100 kali hukuman cambuk.
Selanjutnya, jika terjadi kejahatan terhadap jenis satwa yang dilindungi di Aceh (tidak diatur secara nasional) pelaku hanya mendapat hukuman cambuk sebanyak 100 kali, tanpa kurungan penjara.
Dan untuk pejabat yang diberikan kewenangan, kewajiban dalam mengelola satwa, namun lalai terjadi kejahatan satwa yang mengakibatkan matinya satwa, juga akan dikenakan cambuk.
Meskibegitu, untuk menetapkan jenis satwa yang akan dilindungi didalam qanun harus melalui kajian akademik, sehingga tidak sembarangan mengatur jenis satwa apa saja yang perlu dilindungi dalam qanun, Jelas Nurzahri. (L/AP/P1 )
Baca Juga: Syubban Camp, Perkuat Jiwa Kepemimpinan untuk Pembebasan Baitul Maqdis
Mi’raj News Agency (MINA)