Mutiara Fachmi, Lc, MA : Radikalisme Bukan Ajaran Islam

H. Mutiara Fahmi Lc MA.(Foto: KWPSI)
H. Mutiara Fahmi Lc MA.(Foto: KWPSI)

Banda Aceh, 20 Rabi’ul Akhir 1437/30 Januari 2016 (MINA) – adalah agama dakwah yang bertujuan menyebarkan kasih sayang dan kebaikan untuk umat manusia. Karenanya, atau sikap ghuluw (melampaui batas dan berlebih-berlebihan) dalam agama, bukanlah ajaran Islam bahkan merupakan sikap tercela dan dilarang oleh syariat.

H. Mutiara Fahmi Lc, MA, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry‎, Banda Aceh, mengatakan, sikap ini tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya juga tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam segala urusan. Terlebih lagi dalam urusan agama.

“Sikap radikalisme atau ghuluw itu sama sekali bukan ajaran Islam, apalagi sampai melakukan teror atas nama agama dan jihad,” ujar Ustaz Mutiara Fahmi sebagaimana keterangan pers Kaukus Wartawan Peduli Syariah (KWPSI) yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Sabtu (30/1).

Menurutnya, sikap radikalisme dalam beragama ini sangat berbahaya karena telah merusak Islam. Umat Islam juga harus menghindari sikap radikal dan kekerasan dalam beragama. Jangan sampai memaksa dalam menyebarkan dakwah Islam.

“Silahkan kita menyampaikan Islam dan menebarkan dakwah dengan cara-cara santun karena itu tugas setiap pribadi Muslim, tapi ingat hanya penyampai. Jangan berlebih-lebihan dan memaksa dengan cara-cara radikal atau teror,” terangnya.

‎Ustaz Mutiara Fahmi juga mengingatkan, umat Islam hanya penyampai atau pemberi peringatan, bukan orang menaklukkan. Seseorang muslim itu tidak bisa memberi hidayah untuk ikut ajaran Islam, karena itu kekuasaan Allah.

“Kita hanya memberikan pesan dakwah, dan dapat pahala. Didengar atau tidak itu bukan urusan kita, Allah yang lebih punya kuasa,” kata Ustaz Mutiara yang juga Dewan Muhtasyar Yayasan Tgk Hasan Krueng Kalee itu.

‎Ia juga menjelaskan isi Surat Al-Ghasyiah ayat 21-22: “Fazakkir innama anta muzakkir, lasta ‘alaihim bi mushaythir” yang artinya “… berilah peringatan, kamu hanyalah pemberi peringatan, kamu bukanlah pemaksa atas diri mereka…”‎

Penyampai dakwah dengan damai dan santun adalah jalan jihad‎ paling utama dalam Islam. Jauhi olehmu ghuluw atau berlebih-lebihan. Karena umat-umat terdahulu hancur akibat berlebih lebihan.

“Kita harus jadi ummatan wasatha atau pertengahan. Dulu ada umat yang membunuh nabi dan ada yang menuhankan nabi dan sahabat-sahabat,” katanya.

Disebutkannya, berbicara radikalisme, pemikiran dan sikap tersebut muncul dalam sejarah Islam pertama kali oleh kaum khawarij. Sejak abad pertama hijriah sikap fanatik dan intoleran serta ke-eksklusifan kaum khawarij sudah menjadi ciri khas dari kaum ini.

Pada awalnya khawarij adalah pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib, sejarah khawarij berawal dari perang shiffin, yaitu perang antara pasukan Ali melawan pasukan Muawiyah pada tahun 37 H/648 M. Saat Khalifah Ali hendak memenangkan perang, dan Muawiyah menawarkan perundingan sebagai jalan penyelesaian peperangan, maka sahabat Ali menerima tawaran dari Muawiyah.

Karena kesediaannya, menerima perundingan sahabat Alipun ditinggalkan oleh kurang lebih 4000 pengikutnya yang tidak sepakat dengan sahabat Ali. Dari sinilah khawarij muncul sebagai kelompok. Tidak sepahamnya khawarij dengan sahabat Ali tentang masalah perundingan, bahwa khawarij memandang Ali sudah melawan kehendak Tuhan atau keluar dari hukum Agama, karena khawarij memandang, permusuhan haruslah diselesaikan dengan kehendak Tuhan, dan bukan atas dasar perundingan. Kaum khawarij kemudian mengkafirkan Ali bin Abi thalib dan Muawiyah.

Tidak sampai hanya disitu saja, bahkan kaum mayoritas yang tidak menyetujui perangpun ikut dikafirkan juga oleh kalangan khawarij.

Bagi khawarij, meski di seorang muslim jika melanggar ketentuan Al-Qur’an (secara teks) maka darahnya halal untuk ditumpahkan. Dan setelah itu sahabat Ali pun wafat dibunuh oleh seorang khawarij yakni Ibnu Muljam.

“Jika Islam dipahami dengan akal yang sombong, maka tunggulah kehancurannya. Jika kita berbicara konteks kekinian, mungkin khawarij sudah tiada, namun pemikiran dan sikapnya tetap berkembang dan diteruskan oleh mereka-mereka neo khawarij yang tak kalah kejamnya, bahkan melebihi. Islam sama sekali tidak pernah melegitimasi tindakan-tindakan radikalisme apalagi terorisme yang dipraktekkan orang yang membawa-bawa nama Islam akhir-akhir ini,” jelasnya.

Neo khawarijme radikalisme saat ini. Musuhnya penguasa taghut dan alat penguasa seperti aparat polisi dan pemerintah yang tidak menjalankan hukum Islam.

“Pemerintahan sah yang fasik sekalipun tidak akan menggugurkan keabsahan dia sebagai pemimpin.
Haram melakukan pembangkangan terhadap pemimpin muslim yang fasik ataupun. Sebaik baik pemimpin adalah yang kamu cintai dan pemimpin yang mencintai rakyat, sebaliknya sejelek-jeleknya pemimpin adalah yang kamu benci dan pemimpin membenci rakyatnya. Benci hanya pada perbuatannya, bukan pemimpinnya,” sebutnya.(L/R05/P2)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.