Oleh Rendy Setiawan, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Allah Ta’ala berfiman:
وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٲتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ (١٦٩) فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَٮٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ وَيَسۡتَبۡشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمۡ يَلۡحَقُواْ بِہِم مِّنۡ خَلۡفِهِمۡ أَلَّا خَوۡفٌ عَلَيۡہِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ (١٧٠)
Artinya: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki (169). Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak [pula] mereka bersedih hati (170).” (Qs. Ali-Imran [3]: 169-170)
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Di era penuh fitnah seperti saat ini, umat Islam diharuskan memiliki pemikiran kritis untuk melindungi dirinya dari berbagai pemahaman-pemahaman yang terus disebarkan dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja oleh pihak-pihak tertentu. Pemahaman yang disebarkan jelas memiliki tujuan di era-nya masing-masing.
Sementara di era seperti zaman sekarang, para pengagum Orientalisme beserta kebohongan-kebohongannya, orang-orang Yahudi dan Nashrani serta Majusi selalu menyudutkan Islam dengan kata “teroris”, ditunjukkan kepada siapa saja yang memiliki semangat tinggi untuk menegakkan kalimat Allah, jika dia Muslim dan memiliki semangat jihad tinggi, maka dia teroris.
Untuk itulah, tulisan singkat ini hadir untuk memperingatkan akan bahaya sikap grusa-grusu alias tergesa-gesa dalam menanggapi setiap pemahaman baru yang muncul. Karena pemahaman baru muncul bisa saja berdampak positif bagi kita dan bisa juga berdampak negatif. Dengan demikian, tentu seorang yang kritis amat diperlukan di tengah-tengah umat Islam.
Salah satu pemahaman yang saat ini terus diteriakkan oleh golongan tertentu adalah jihad. Tidak salah memang, bahkan suatu keharusan bagi umat Islam, di mana harus ada sekelompok orang yang menyerukan kebaikan dan melarang kemunkaran. Hanya saja, adab-adab dan etika berjihad itu yang kemudian masih banyak yang belum paham, sehingga banyak pula yang terjerumus ke dalam pemahaman yang salah tentang jihad, terlebih pemahaman tentang berjihad di era seperti saat ini.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Makna Jihad
Jihad secara bahasa berarti mengerahkan dan mencurahkan. Sedangkan secara istilah syari’ah berarti seorang Muslim mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk memperjuangkan dan menegakkan Islam demi mencapai ridha Allah Ta’ala. Oleh karena itu kata-kata jihad selalu diiringi dengan fi sabilillah atau di jalan Allah untuk menunjukkan bahwa jihad yang dilakukan umat Islam harus sesuai dengan ajaran Islam agar mendapat keridhaan Allah Ta’ala.
Jihad dibagi menjadi tiga. Pertama, jihadnya seseorang dengan perkataan, yaitu menyampaikan, mengajarkan dan menda’wahkan ajaran Islam kepada manusia serta menjawab tuduhan sesat yang diarahkan pada Islam. Termasuk dalam jihad dengan lisan adalah, Tabligh, Ta’lim, Da’wah, Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan aktifitas lainnya yang bertujuan menegakkan kalimat Allah.
Kedua, jihadnya seseorang dengan harta, yaitu menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah Ta’ala, khususnya bagi perjuangan dan peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan keluarga mujahid yang ditinggal berjihad.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Ketiga dan ini yang paling penting, jihadnya seseorang dengan jiwanya, yaitu memerangi orang kafir yang memerangi Islam dan umat Islam. Dan ungkapan jihad yang dominan disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah berarti berperang di jalan Allah.
Adapun Jihad disyari’atkan bertujuan agar syari’at Allah tegak di muka bumi dan dilaksanakan oleh manusia. Sehingga manusia mendapat rahmat dari ajaran Islam dan terbebas dari fitnah. Jihad fi sabilillah bukanlah tindakan balas dendam dan mendhalimi kaum yang lemah, tetapi sebaliknya untuk melindungi kaum yang lemah dan tertindas di muka bumi.
Orang kafir yang benar-benar kafir, dalam arti dia menyatakan perang terhadap Islam maka wajib hukumnya untuk diperangi. Namun demikian, umat Islam tidak diperkenankan untuk memerangi Ahli Dzimmah (orang kafir yang memiliki ikatan perjanjian dengan kaum Muslimim), karena Islam menghormati hak hidup setiap manusia. Tetapi jihad disyariatkan dalam Islam untuk menghentikan kedhaliman dan fitnah yang mengganggu kehidupan manusia.
Jihad Bukan Bunuh Diri
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Dalam beberapa tahun belakangan, muncul pemahaman baru yang mengatasnamakan Islam, yakni “Bom Syahid”. Jikalau hal ini dilakukan di tengah pertempuran dengan kaum kafir sebagai bagian rencana dan ijtihadnya untuk menaklukan musuh, maka di dalamnya masih ada kemudahan di dalam Islam.
Hal ini pernah terjadi di zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, di mana ketika itu ada salah seorang shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam merelakan dirinya untuk dilemparkan ke dalam benteng musuh dengan maksud untuk mengalahkan musuh. Namun, bagaimana dengan para pelaku “bom syahid” yang mengatasnamakan Islam dan dilakukan di tengah-tengah kerumunan masyarakat?
Jika pelakunya adalah non-Muslim, maka tidak akan ada kata “teroris” yang diarahkan kepadanya. Sayangnya, mayoritas para pelakunya justru dikait-kaitkan dengan golongan Islam, yang sebenarnya penulis sendiri tidak setuju dengan tuduhan itu, karena Islam tidak pernah mengajarkan radikal, teror dan saudara-saudaranya.
Akibat dari tuduhan itu, umat Islam dicap sebagai agama rasis, intoleran, bahkan suka memusuhi umat lain. Fenomena seperti sangat dan amat disayangkan. Mengapa? Satu hal yang tidak dipahami oleh para pelaku bom bunuh diri yang mengaku-ngaku Muslim itu adalah justru tindakannya bukan membuat orang kafir jera. Melainkan malah tambah mengintimidasi umat Islam dari berbagai berbagai sudut.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Islam dan Kejayaan Masa Lalu
Bukan hal yang mustahil, umat Islam akan kembali meraih kejayaan yang dahulu pernah didapatkannya. Banyak sekali pengakuan-pengakuan dari ilmuwan dan sejarawan Muslim maupun non-Muslim. Mayoritas mereka sepakat, Islam telah membawakan kemajuan yang begitu dahsyat bagi bangsa Eropa.
Lihatlah bagaimana Dr. Qasim As-Samurai, seorang ilmuwan Muslim modern dalam bukunya “Bukti Kebohongan-kebohongan Orientalisme” mengutip ucapan tokoh ternama Orientalis, Thomas Carlyle (w. 1881) yang mengatakan, Islam menjadi sebab pemutus segala bentuk kejumudan bangsa Eropa dengan menggatinya pada cahaya masa depan yang lebih jelas.
Di lain kesempatan, Dr. Qasim dalam bukunya juga mengutip uncapan Carlyle tentang Islam, Carlyle mengatakan: “Perkara yang masyhur di kalangan kita orang-orang Kristen masa kini menuduh Muhammad seorang nabi palsu dan pendusta. Agamanya semata-mata khayalan belaka dan palsu penuh dusta. Sekarang semua anggapan dan tuduhan orang-orang itu telah terbukti salah. Kata-kata dusta orang-orang Kristen yang penuh kebencian ditujukan terhadap Muhammad sekarang tuduhan itu betul-betul telah membuat noda hitam terhadap diri kita sendiri (Kristen). Dan Bahasa yang keluar dari mulut orang ini (Muhammad) telah menjadi sarana hidayah (petunjuk) bagi 180 juta manusia sejak 1200 tahun yang lalu. Pada zaman sekarang ini tidak ada satu pun manusia yang perkataannya dipercayai orang lain melebihi ia (Muhammad) yang dipercayai dan diimani oleh para pengikutnya. Menurut saya tidak ada yang lebih buruk dari pada tuduhan, bahwa orang ini telah menyebarkan agama dusta. Dengan kata lain ini adalah pandangan yang sama sekali tidak benar.”
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Hanya saja, Dr. Qasim menilai, dengan bermodalkan gelar professor, bermodalkan kata ‘ilmiah’ di dalam karya-karya mereka, ucapan-ucapan tokoh Orientalis tentang Islam yang sesungguhnya, banyak dipelintir oleh mereka sendiri, sehingga apa yang mereka katakana tentang Islam menjadi tidak sesuai dengan kenyataannya.
Dalam ceramah berantainya pada tahun 1842 selama 6 kali pertemuan di beberapa wilayah penting benua biru itu, Carlyle memposisikan Muhammad bin Abdillah sebagai salah satu orang yang berpengaruh di dunia dan ikhlas dalam berdakwah disamping nama-nama seperti Isa putra Maryam, Napoleon Bonaparte (Pembaharu Perancis), Martin Luther dan lainnya. Inilah bukti bahwa Islam memiliki sejarah yang amat hebat di Eropa, Islam memiliki kejayaan di Eropa, dan Islam diakui oleh tokoh-tokoh kenamaan Eropa sebagai agama yang memiliki masa depan cerah.
Maka, tidaklah mengherankan ketika ada ungkapan “Lihatlah sejarah Islam, kita akan maju”, menunjukkan bahwa betapa Islam telah menancapkan kuku kejayaannya jauh-jauh hari sebelum Eropa menemukan puncak kejayaannya. Kejayaan Islam tidaklah dibawa kecuali dengan pemahaman jihad yang benar, tidak grusa-grusu yang justru akan menjadi bom yang sewaktu-waktu bisa mencelakakan umat Islam itu sendiri.
Akhirnya, ingatlah kita akan pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada para shahabatnya yang membuat mata kita tak tahan untuk menitikkan air mata. Pesan itu ialah untuk tetap berpegang teguh kepada manhaj yang ditapaki oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan juga para shahabatnya serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka di tengah zaman penuh fitnah ini. Wallahul Musta’an. (P011/R02)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)