New York, MINA – Raja Yordania Abdullah II bersikeras, satu-satunya solusi yang layak untuk konflik Palestina-Israel terletak pada solusi dua negara yang mengarah pada pembentukan negara Palestina merdeka, berdaulat dan layak dengan Yerusalem Timur sebagai wilayahnya.
“Negara Palestina akan hidup berdampingan dengan Israel dalam perdamaian, keamanan dan kemakmuran,” kata Raja Abdullah saat berpidato di high level week atau debat terbuka Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di New York, Amerika Serikat, Selasa (20/9). seperti dikutip oleh Middle East Monitor.
Ia mengatakan, perdamaian “sulit dipahami” dalam konflik Palestina-Israel. Ia menekankan perlunya solusi dua negara sesuai dengan resolusi PBB.
“Baik perang maupun diplomasi tidak ada jawaban atas tragedi bersejarah ini,” kata Raja Abdullah.
Baca Juga: Israel Halangi Evakuasi Jenazah di Gaza Utara
“Orang-orang itu sendiri, bukan politik dan politisi, yang harus bersatu dan mendorong para pemimpin mereka untuk menyelesaikan ini,” tambahnya.
Raja Abdullah juga memperingatkan, “Kekristenan di Kota Suci dalam bahaya” dan “hak-hak gereja di Yerusalem terancam”. Selain itu masa depan kota Yerusalem adalah sumber perhatian yang mendesak. Merusak status quo hukum dan sejarah di Yerusalem menyebabkan ketegangan di tingkat internasional dan memperdalam perpecahan agama.
“Berdasarkan perwalian Hashemite atas situs-situs suci Islam dan Kristen di Yerusalem, kami berkomitmen untuk melestarikan status quo hukum dan sejarah dan melindungi keamanan dan masa depan situs-situs suci ini. Dan sebagai pemimpin Muslim, izinkan saya meyakinkan Anda dengan jelas bahwa kami berkomitmen untuk membela hak, warisan otentik, dan identitas historis orang Kristen di wilayah kami, terutama di Yerusalem,” kata Raja Abdullah.
Palestina bersikeras bahwa Yerusalem Timur harus menjadi ibu kota negara merdeka mereka, berdasarkan resolusi internasional yang tidak mengakui pendudukan Israel atas kota itu sejak 1967 atau pencaplokan ilegalnya pada 1981.
Baca Juga: Keluarga Tahanan Israel Kecam Pemerintahnya Sendiri
Negosiasi damai antara Palestina dan Israel telah ditangguhkan sejak 2014 karena penolakan Tel Aviv untuk berhenti membangun dan memperluas pemukiman, dan membebaskan mantan tahanan yang telah ditangkap kembali. Israel di lain pihak pendudukan juga menolak solusi dua negara. (T/RE1/R1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Jajak Pendapat: Mayoritas Warga Penjajah Israel Ingin Akhiri Perang