Oleh Arif Ramdan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry, NAD
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ (البقرة [٢]: ١٨٦)
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS Al-Baqarah [2]: 186)
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Surat Al Baqarah Ayat 186 di atas berada setelah rangkaian ayat 183 yang menjelaskan kewajiban ibadah puasa Ramadhan bagi orang beriman dan aturan-aturan teknis secara umum dari pelaksanaan ibadah tersebut. Di akhir penjelasan tentang puasa Ramadhan, muncul ayat tersebut yang menerangkan keberadaan Allah Swt itu dekat dan akan mengabulkan setiap doa yang dipanjatkan oleh hamba Nya.
Secara sistematika urutan ayat, bagi awam, bisa saja bertanya mengapa tiba-tiba ada penggalan ayat terkait doa dalam penjabaran yang luas tentang tata cara ibadah puasa Ramadhan. Ini juga yang dituduhkan para orientalis terhadap Islam bahwa Alquran tidak ditulis secara sistematis alias loncat-loncat. Namun, dalam penjelasan yang runut dalam Tafsir Jalalain dapat ditemukan jawaban yang sangat logis berkaitan dengan posisi mengapa ayat tersebut ada di antara penjelasan syariat puasa.
Ada beberapa sebab turunnya ayat di atas, pertama karena adanya pertanyaan sahabat yang ingin mengetahui di mana Allah dan kedua adanya pertanyaan dari sahabat tentang kapan waktu yang paling tepat untuk berdoa agar semua hajat manusia dapat diadukan tepat waktu kepada Nya. Dalam tafsir Jalalain dijelaskan sebab turunnya ayat tersebut berkaitan dengan pertanyaan dari seorang Badui kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Satu pertanyaan yang cukup brilian diajukan kepada Nabi. “Apakah Tuhan kami dekat, maka kami akan berbisik kepada-Nya, atau apakah Dia jauh, maka kami akan berteriak kepada-Nya.” Pertanyaan tersebut sempat membuat Nabi terdiam hingga kemudian turun ayat 186 dari Surat Al Baqarah.
Ibnu Katsir menjelaskan mengapa ayat ini diletakkan di antara ayat syariat berpuasa agar kaum muslimin bersungguh-sungguh memanfaatkan momentum ini sebagai bulan untuk memperbanyak doa dan memohon ampunan dari Allah Swt. Selain itu, menurut Ibnu Katsir ibadah Puasa dan doa memiliki hubungan yang sangat kuat dalam hal terkabul dan tidaknya doa seseorang.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dalam sebuah hadits disebutkan doa yang tidak tertolak salah satunya adalah doanya orang yang sedang berpuasa, selain doanya imam yang adil dan orang yang terzalimi. Orang yang sedang berpuasa akan dimakbul doanya terutama pada saat ketika akan berbuka, sa’atul mustajabah. Maka, pergunakanlah waktu tersebut untuk bermunazat kepada Nya bukan malah berleha-leha, jalan sana sini menanti maghrib waktu berbuka dengan tradisi ngabuburit yang jusru banyak berpotensi melalaikan bahkan maksiat mata.
Secara spesifik ayat ini juga mengajarkan kepada kita tata cara bagaimana agar doa dikabulkan. Pertama, saat berdoa kita harus memilliki keyakinan yang penuh bahwa Allah Swt akan mengabulkan doanya selama hamba tersebut tidak berdoa kepada selain Dia, syirik. Janji pengakabulan doa difirmankan Allah Swt bahwa ia akan menjawab hambanya yang meminta.
Kedua, syarat terkabulnya doa yaitu segera memenuhi setiap panggilan atau seruan Allah Swt. Setiap pribadi muslim harus sadar diri saat meminta kepada Nya sudah barang tentu ia telah melaksanakan setiap seruan Allah berupa perintah-perintah lain dalam hal beribadah kepadanya. Ketiga, agar doa terkabul maka memintalah dengan pelan dan lemah lembut, tidak berteriak karena sesungguhnya Allah Swt itu dekat.
Dalam hal berdoa, pengkabulan dari Allah Swt untuk permintaan hamba-hamba Nya dapat dipenuhi manakala doa yang dipanjatkan tidak disertai dengan permohonan selain kepada Nya, alias mengandung unsur kesyirikan. Selain itu, doa yang akan adalah doa yang tidak mengandung perbuatan dosa, seperti jangan berdoa untuk meminta terputusnya ikatan silaturrahmi atau berdoa ingin menang dalam arena perjudian.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Bagaimana doa itu terwujud? ada tiga cara, pertama dikabulkan langsung, kedua ditunda hingga suatu saat baru diberikan di akhirat, dan yang ketiga Allah Swt akan mengabulkan doa seorang hamba dengan cara mengganti dengan yang lebih layak atau berkesesuaian dengan apa yang diminta dan patut baginya. Seseorang bisa saja meminta kekayaan tetapi Allah Swt malah memberikannya kesehatan paripurna karena sesungguhnya dengan kesehatan ia tidak akan banyak menderita di dunia.
Ada banyak hajat yang kita inginkan di dunia ini, apa pun itu. Maka Ramadhan adalah bulan yang mulia dan waktu yang tepat untuk berdoa dan meminta kepada Allah Swt agar semua urusan yang kita hadapi diberikan jalan keluarnya. Perbanyaklah doa! karena Allah Swt mencintai hamba Nya yang bersungguh-sungguh dalam berdoa, yaitu mereka yang melazimkan doanya dengan ikhlas dan dengan niat yang benar. (A/Ar/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang