Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj News Agency (MINA), Da’i Pesantren Al-Fatah Bogor
Bulan Ramadhan dikenal dengan bulan bersedekah. Ini seperti dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, figur makhluk termulia, manusia paling dermawan, paling pemaaf, murah senyum, dan penuh kasih sayang terhadap umatnya.
Telapak tangannya nan suci dipenuhi curahan kebaikan. Air kedermawanan mengalir dari puncak bukit keshalihannya. Rasul suka memberi dan tak harap kembali, sosok insan yang gemar bershadaqah tanpa pernah takut akan kefakiran dan kemiskinan menimpa dirinya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Apalagi, ketika bulan suci Ramadhan tiba. Kecepatan beliau dalam bershadaqah melebihi kecepatan hembusan angin. Begitu cepatnya, segera, seolah tak terasa, dan begitu seketika tanpa perhitungan lagi, tanpa ditunda-tunda lagi, tanpa menunggu-nunggu masa berlalu.
Bagaimana ditunda? Begitu banyak berlipat ganda pahala yang Allah sediakan pada bulan Ramadhan ini.
Begitu ada yang minta, dikasih. Begitu ada yang memerlukan, beliau beri. Dan, begitu ada yang perlu pertolongan, beliau bantu.
Bahkan, sebelum orang meminta pun Nabi begitu perhatian dan penuh kepedulian. Hingga, sahabat Anas bin Malik memberikan kesaksiannya, “Rasul belum pernah menolak permintaan seseorang demi tegaknya Islam.” (HR Muslim).
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Sahabat Jabir bin Abdullah pun berujar, “Sekali saja tidak pernah Rasulullah mengatakan tidak untuk menolak permintaan orang.” (HR Bukhari Muslim).
Begitulah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah pemimpin rumah tangga yang senantiasa menyediakan hidangan di rumahnya untuk kaum dhuafa, tetangga, dan tetamu.
Beliau pulalah yang mengajari kita memperbanyak kuah sayur untuk berbagi dengan sesama tetangga. Agar tidak terjerat dosa, manakala seseorang kekenyangan, sementara tetangganya kelaparan. Manakala di negerinya berlimpahan, sementara ada tetangganya, para pengungsi, para kaum terjajah, kesulitan memperoleh sekedar sesuap makanan.
Mengajarkan kita untuk berbagi, dengan saudara-saudara kita sesama yang berpuasa, di negeri menyedihkan, seperti di kawasan Palestina terjajah, di Gaza yang terblokade, di pengungsian Lebanon, Muslim Rohingya di kamp Bangladesh, warga di Suriah, Yaman, dan sebagainya.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Pantaslah kalau Nabi mengingatkan kaum Muslimin dalam sabdanya, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia muliakan tetangganya dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Pada hadis lainnya, beliau mengatakan, “Sesungguhnya Allah Maha Pemurah, Dia mencintai sifat pemurah, Dia mencintai akhlak yang tinggi dan membenci akhlak yang rendah. ” (HR Baihaqi).
Kita saja yang kadang atau malah sering kali terlalu sayang memegang uang, sehingga lupa berbagi kepada yang meminta atau memerlukan. Kita berangapan harta itu milik kita pribadi. Padahal, hakikatnya itu titipan Allah yang dipercayakan kepada kita.
Semoga kehadiran bulan suci Ramadhan penuh berkah dan limpahan ganjaran ini, dapat menggerakkan kita untuk memaksimalkan potensi diri dalam bersedekah kepada sesama, berbagi bahagia, dan meratakan kesejahteraan bersama. Ramadhan kariem, ya Allah. Aamiin yaa Rabb. (A/RS2/P1)
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Mi’raj News Agency (MINA)