Oleh: Dudin Shobaruddin,MA., Ketua Shuffah Al-Quran Abdullah bin Mas’ud Online (SQABM), Biro MINA di Kuala Lumpur
Kata ‘berkah’ asalnya dari bahasa Arab dan sudah menjadi bahasa Indonesia.
Bagi orang sunda, ‘berkat’ juga sudah begitu melekat dalam bibir, mereka walaupun mempunyai sedikit pengertian lain.
Dulu, ketika saya masih kecil teringat kalau ada yang disebut berkat itu makanan yang dibawa oleh orang tua dari orang yang punya hajatan. Bahkan biasanya dapat berkat makanan juga dari orang yang kenduri setelah kematian, 7 harinya atau 40 harinya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Kata Keratabasanya, Berkat artinya brek (begitu sampai) dikakat (dibuka dan dimakan).
Pengertian yang sebenarnya, menurut para ahli bahasa tidak jauh berbeda.
Kata berkah terkadang jadi doa yang selalu kita sebut ketika kita diundang ketemu dengan orang yang baru menikah “Baarakallah….” (semoga Allah memberkati).
Dalam khutbah Jumat, khatib juga mengucapkan pada akhir khutbahnya “Baarakallah lii wa lakum”, artinya semoga Allah memberkati kepadaku dan kepada kalian semua.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata berkah diartikan dengan karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia (2008:179).
Sedang menurut Imam Al-Ghazali, Berkah artinya Ziyadatul Khair, bertambahnya kebaikan (Ensiklopedia Tasawuf :79).
Dalam Syarah Shahih Muslim, kata berekah memiliki dua pengertian. Pertama, tumbuh berkembang dan bertambah (kebaikan). Kedua, kebaikan yang berkesinambungan, yang banyak dan abadi.
Itulah di antara pemahaman tentang kata berkah yang senantiasa kita dengar. Walaupun kadang kita tidak tahu menjabarkan pengertiannya, tapi kita sudah faham apa yang dimaksud dengan kata berkah.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Dalam Al-Quran, kalimat berkah hadir dengan membawa pengertian seperti di atas, seperti kebaikan yang abadi, bertambah lagi banyak.
Allah berfirman:
كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ
Artinya: “Ini Al-Quran sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya orang-orang yang mempunyai pemikiran mendapat pelajaran “ (QS Shaad: 29).
Berkah juga berarti kebaikan, keselamatan dan keselamatan.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Firman Allah:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya: “Jika sekiranya penduduk negri negri itu beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, akan tetapi mereka mendustkan (terhadap ayat-ayat ) maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang mereka usahakan” (QS Al-A’raf: 96).
Kita dapat perhatikan bahwa yang dimaksud dengan berkah itu segala sesuatu yang banyak dan melimpah mencakup keberkahan material dan spiritual, seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta kekayaan , keturunan, ilmu pengetahuan dan amal kebajikan.
Kembali pada judul kaitannya Ramadhan disebut sebagai bulan berkah, karena apa yang telah disebutkan tersebut semua terlihat dan nampak pada bulan Ramadhan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Kita dapat mengalami sendiri sesuai dengan pengalaman masing-masing bagaimana meraih keberkahan bulan Ramadhan ditinjau dari berbagai sudutnya.
Bagi yang berpuasa di manapun berada, tidak usah khawatir tidak memiliki bekal untuk berbuka puasa, sebab akan tersedia hidangan di berbagai masjid dan mushalla.
Demikian juga di Malaysia, setiap masjid mengadakan program berbuka puasa bersama.
Sekiranya keliling di bulan Ramadhan ini di sekitara Kuala Lumpur saja, dan setiap malam satu masjid, tidak cukup waktunya sekiranya mau semua masjid.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Begitu juga dinegara-negara lain termasuk Indonesia. Lebih-lebih lagi kalau di Masjid Haram dan Masjid Nabawi.
Hal ini membuktikan betapa bulan Ramadhan ini bertambahnya karunia dan kebaikan, tumbuh subur, yang dapat dinikmati oleh berbagai lapisan umat yang sedia mendatangi masjid-masjid Allah.
Belum lagi para dermawan yang terdiri dari para pengusaha, artis, pejabat, dan para aghniya yang sudi menyedian buka bersama di hotel-hotel dan di berbagai restoran dan tempat dengan mengundang anak yatim dan fakir miskin.
Kesemua ini membuktikan adanya kebaikan dan keberkahan Ramadhan yang tumbuh di sana sini.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Bukan sekedar makan, tapi juga mereka mendapatkan sumbangan shadaqah berupa sembako (keperluan pokok) banyak dibagi bagikan oleh para aghinya tersebut, termasuk pakaian dan uang. Itulah keberkahan Ramadhan.
Di lain pihak, para pedagang, supir, penjual tiket kereta, bus ataupun pesawat, bahkan pemilik bus pun mendapat curahan keberkahan Ramadhan. Baik yang Muslim ataupun non-Muslim sekalipun tanpa kecuali.
Justru saudagar-saudagar dan pedagang besar itu terdiri dari kalangan non-Muslim, tapi mereka mendapat manfaat keberkahan dengan kehadiran Ramadhan. Itulah keberkahan.
Karena itu, Nabi menyebut dalam khutbahnya menyongsong kedatangan bulan Ramadhan dengan kalimat “Shahrun ‘Adziimun Mubaarakun”. Artinya, bulan yang agung dan diberkahi. Keberkahan yang menyeluruh bagi semua lapisan masyarakat muslim dan non-Muslim sekalipun.
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Keberkahan lebih luas lagi tentu bukan hanya menjurus pada yang sifatnya material. Lebih dari itu, keberkahan Ramadhan menyinari berbagai lapisan kehidupan masyarakat.
Syi’ar dan sinar Islam menerangi kegelapan hati yang rindukan ketenangan, ketenteraman hidup dan kehidupan. Mereka hidup di dunia yang penuh tantangan karena keserakahan nafsu amarah.
Maka, kegiatan kerohanian seperti ceramah spiritual pada bulan Ramadhan amat ketara seperti kuliyah, kultum tumbuh subur. Program-progaram telivisi, radio juga dipenuhi dengan slot keagamaan.
Dengan semangat Ramadhan setiap Muslim timbul ghirah untuk mendatangi rumah-rumah Allah, shaf dan barisan shalat penuh menghiasi masjid-masjid dan mushala yang tidak seperti biasanya.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
Pada siang hari walaupun perut kosong tapi semangat Ramadhan, datang lebih awal memenuhi panggilan Ilahi.
Sementara pada malam hari, walaupun terasa berat karena kekeyangan dan ngantuk, tapi dengan semangat Ramadhan hadir untuk menunaikan shalat Tarawih.
Lisan-lisan para hamba Allah siang malam pun bergemuruh melaungkan bacaan kitab sucinya, Al-Qur’an. Minimal setiap muslim berazam untuk satu kali tamat pada bulan Ramadhan ini. Lisan-lisanya basah dengan berdzikrullah.
Mudah-mudahan keberkahan bulan suci Ramadhan kali ini menjembatani amal kebajikan pada bulan-bula seterusnya. Sehingga terpatrilah menjadi Muslim sejati yang bertaqwa sesuai dengan tujusn objektif puasa itu sendiri, mencetak pribadi bertaqwa. Aamien. (RS2/B05)
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)