Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ramadhan Di Desaku, Inspiratif dan Penuh Makna

Redaksi Editor : Arif R - 26 detik yang lalu

26 detik yang lalu

0 Views

M. Hidayatullah Abdurrahman

RAMADHAN selalu memiliki tempat khusus dalam relung hatiku. Sejak kecil, aku merasakan betapa istimewanya bulan ini  bulan yang penuh berkah ini bukan hanya waktu untuk menahan lapar dan dahaga, melainkan juga saatnya untuk merenungi perjalanan hidup, menguatkan ikatan keluarga, dan menghidupkan kembali tradisi yang telah lama diwariskan turun-temurun.

Setiap detik dalam bulan suci ini terasa begitu mendalam karena di setiap sudutnya tersimpan kenangan dan pelajaran yang tak ternilai. Aku teringat akan masa kecilku di sebuah desa kecil di Dusun Semyang-Sambas, di mana setiap Ramadhan tiba, suasananya seolah menyelimuti seluruh kampung dengan kehangatan, kegembiraan, dan rasa syukur yang mendalam.

Di desa kelahiranku, Ramadhan bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga tentang kebersamaan, gotong royong, dan keceriaan yang menyatu dalam setiap aktivitas. Mulai dari sahur bersama yang sederhana namun penuh keakraban, hingga buka puasa yang selalu disambut dengan tawa dan cerita di tengah malam. Tradisi-tradisi itu telah membentuk cara pandang aku mengenai hidup, tentang bagaimana nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan dapat menyinari setiap langkah kehidupan.

Kini, ketika hidup membawa aku ke tempat yang berbeda, kerinduan akan suasana Ramadhan di desa itu semakin kuat. Meskipun lingkungan dan ritme kehidupan kini telah berubah, harapanku tetap sama: agar Ramadhan tahun ini tetap penuh makna, menginspirasi aku untuk kembali menghayati setiap detik ibadah, dan mengukir kenangan baru yang tak kalah manis. Ini adalah sebuah perjalanan memori, sebuah pengembaraan jiwa yang menghubungkan masa lalu yang penuh warna dengan harapan masa depan yang cerah.

Baca Juga: Ramadhan Tanpa Abi dan Ummi

Kenangan Ramadhan di Desa Kelahiran

Ramadhan di desa memiliki suasana yang berbeda dibandingkan di kota. Sejak awal bulan, suasana sudah terasa begitu semarak. Masjid dan mushala dihias dengan lampu-lampu warna-warni, anak-anak berlarian sambil membawa obor di malam hari, dan ibu-ibu mulai menyiapkan berbagai hidangan khas desa untuk berbuka.

Salah satu kenangan paling berkesan adalah saat pertama kali aku ikut tarawih di masjid bersama bapak. Waktu itu, aku masih kecil, dan meskipun bacaan imam terasa panjang, aku tetap berusaha bertahan hingga akhir. Di sela-sela rakaat, aku melihat wajah-wajah yang penuh ketenangan, orang-orang yang beribadah dengan khusyuk, dan anak-anak lain, yah yang  seperti aku waktu kecil, sesekali bermain di saf belakang.

Tradisi sahur keliling juga menjadi momen yang tak terlupakan. Setiap malam, para pemuda desa berjalan berkeliling sambil menabuh kentongan, membangunkan warga untuk sahur. Aku dan teman-teman kecil sering ikut serta, menikmati dinginnya udara malam sambil bernyanyi riang. Kadang-kadang, kami juga iseng mengetuk pintu rumah teman yang belum bangun, lalu tertawa bersama saat mereka keluar dengan wajah mengantuk.

Baca Juga: Awali Puasa Ramadhan di Lautan Lepas

Tak kalah seru adalah momen berbuka puasa. Di desa, berbuka bukan hanya soal makan, tapi juga soal kebersamaan. Hampir setiap hari, ada buka puasa bersama di masjid, di rumah tetangga, atau di lapangan terbuka. Setiap orang membawa makanan dari rumah, lalu kami saling berbagi. Rasanya sederhana, tetapi penuh kehangatan.

Semua pengalaman itu mengajarkan aku banyak hal. Sekali lagi Ramadhan di desa bukan hanya soal menjalankan ibadah, tetapi juga soal kebersamaan, keikhlasan, dan kepedulian. Aku belajar bahwa kebahagiaan bisa datang dari hal-hal sederhana: berbuka bersama, mendengar azan magrib yang menggema di seluruh desa, atau sekadar duduk di teras rumah sambil menunggu waktu berbuka.

Harapan di Ramadhan Tahun Ini

Ramadhan tahun ini membawa harapan yang berbeda bagiku. Walaupun situasi dan kondisi hidup telah berubah, semangat yang melekat pada bulan suci ini tetap sama: sebuah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah, memperbaiki diri, dan berbagi kebaikan kepada sesama. Di tengah tantangan dan dinamika kehidupan di kota, aku bertekad untuk kembali menemukan makna mendalam dari setiap aktivitas Ramadhan, seperti yang pernah aku alami di desa kelahiran.

Baca Juga: Pengalaman “Meugang” di Rantau

Harapanku di Ramadhan tahun ini adalah untuk mengembalikan kembali nilai-nilai kesederhanan yang terkadang terlupakan di tengah modernitas. Aku ingin menata ulang prioritas, mengutamakan kebersamaan, dan menemukan kembali keindahan dalam kesederhanaan tersebut.

Dalam setiap detik, aku berharap dapat menemukan momen untuk merenung, berdoa, dan merasakan kehadiran Allah dengan sepenuh hati. Bulan ini bukan hanya tentang penantian pahala, tetapi juga tentang perjalanan spiritual yang mengajak kita untuk menyadari arti hidup yang sebenarnya.

Kini, hidup aku sudah banyak berubah. Aku tidak lagi selalu berada di desa setiap Ramadhan, dan kadang-kadang aku merindukan suasana itu. Di tempat aku sekarang, Ramadhan terasa lebih sepi. Tidak ada lagi suara kentongan sahur, tidak ada lagi anak-anak yang berlarian dengan obor, dan buka puasa lebih sering dilakukan sendiri atau hanya bersama keluarga inti.

Namun, meskipun suasana berbeda, aku ingin Ramadhan tahun ini tetap penuh makna. Aku ingin lebih banyak merenungi arti ibadah, meningkatkan kualitas shalat dan tadarus, serta lebih banyak berbagi dengan sesama. Jika di desa dulu aku terbiasa berbuka bersama dengan banyak orang, maka tahun ini aku ingin berbagi dengan mereka yang membutuhkan, meskipun dalam bentuk yang berbeda.

Baca Juga: Rajin One Day One Juz, Kebagian Harga Nilam Tertinggi

Aku juga berharap bisa menghidupkan kembali semangat kebersamaan Ramadhan, meskipun dalam kondisi yang berbeda. Jika tidak bisa berkumpul di masjid seperti dulu, mungkin aku bisa mengajak teman atau keluarga untuk shalat berjamaah di rumah. Jika tidak bisa merasakan tradisi sahur keliling, mungkin aku bisa tetap berbagi makanan sahur kepada mereka yang membutuhkan.

Ramadhan bukan hanya tentang tempat, tetapi tentang hati dan niat kita dalam menjalankannya. Aku berharap tahun ini bisa menjadi Ramadhan yang lebih baik, lebih mendekatkan aku kepada Allah, dan lebih membuat aku menghargai setiap momen yang diberikan.

Kenangan Ramadhan di desa akan selalu hidup dalam ingatan aku. Itu adalah bagian dari masa kecil yang penuh kebahagiaan, bagian dari perjalanan hidup yang membentuk siapa aku hari ini. Namun, Ramadhan bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana kita mengisinya di masa kini dan masa depan.

Tulisan ini adalah rangkaian kenangan dan harapan yang aku susun berdasarkan perjalanan hidup yang telah dilalui sejak masa kecil di desa kelahiran. Meskipun tulisan ini hanya sekelumit gambaran dari betapa dalamnya makna sebuah Ramadhan, aku berharap setiap kata dapat menginspirasi, menghangatkan hati, dan mengingatkan bahwa di balik setiap kesibukan dunia, selalu ada ruang untuk kebaikan, kebersamaan, dan cinta kasih.

Baca Juga: Makmeugang Ramadhan, Rindu Masakan Ibu

Semoga Ramadhan yang akan datang membawa keberkahan yang melimpah, menguatkan iman, dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik, tidak hanya di bulan suci ini, tetapi juga dalam setiap hari kehidupan. Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga setiap momen menjadi saksi perjalanan spiritual yang indah dan berarti.

Aku berdoa agar Ramadhan tahun ini membawa keberkahan, ketenangan, dan kedekatan yang lebih dalam dengan Allah. Semoga setiap ibadah yang kita lakukan diterima, setiap doa yang kita panjatkan dikabulkan, dan setiap langkah yang kita ambil mendekatkan kita pada kebaikan.

Karena pada akhirnya, Ramadhan bukan hanya soal nostalgia, tetapi soal bagaimana kita menjadikannya sebagai bulan penuh makna, di mana pun kita saat ini berada. [M. Hidayatullah Abdurrahman]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Meugang Dan Tarawih Pertama: Awal Ramadhan Yang Berkesan

 

Rekomendasi untuk Anda

Kata Mereka
Kata Mereka
Kata Mereka
Kata Mereka
Indonesia