Rasialisme, Ekstremisme, dan Perlakuan Diskriminatif Pemantik Kerusuhan di India

Oleh: Sakuri, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA

Dalam beberapa pekan terakhir, dunia dikejutkan dengan berita konflik berlatar rasial dan diskriminatif terhadap kelompok Muslim di . Tak kurang dari 40 orang menjadi korban akibat kerusuhan yang menjadi buntut atas diberlakukannya sebuah UU yang dianggap tidak ramah terhadap Muslim.

Menteri Agama (Menag) RI Fachrul Razi pun turut angkat bicara. Dirinya mengecam sikap pemerintah India atas perlakuan yang tidak adil terhadap di sana. “Mereka memperlakukan imigran dengan baik kecuali umat Islam.”

Ia menegaskan, perlakuan terhadap umat Islam di India bukanlah perintah ajaran agama tertentu, tetapi pengaruh pemahaman ekstrem sebagian umat atas ajaran agamanya. Kekerasan yang terjadi di New Delhi pekan ini menurutnya sangat tidak berperikemanusiaan dan bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Hal itu disampaikan menteri saat menutup pelaksanaan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung, Jumat (28/2) malam.

UU rasialis dan diskriminatif

Berawal dari aksi damai kelompok Muslim menentang Citizen Amandement Act (CAA) atau Undang-Undang Perubahan Kewarganegaraan yang disahkan pada Rabu (11/12/2019) itu memantik bentrokan dan kerusuhan antara umat Muslim dan di wilayah timur laut New Delhi.

Bentrokan itu bermula ketika kelompok Hindu garis keras pendukung undang-undang menyerang demonstran Muslim dan membakar Masjid Ashok Nagar di New Delhi.

CAA atau juga dikenal sebagai Citizenship Amendment Bill (CAB) merupakan amendemen UU Kewarganegaraan lama India berusia 64 tahun. Pada dasarnya, undang-undang tersebut mendefinisikan migran ilegal adalah mereka yang memasuki India tanpa dokumen resmi, atau tinggal lebih dari masa berlaku visa.

Seorang migran harus tinggal di India, atau bekerja bagi negara selama 11 tahun sebelum mereka bisa mengajukan proses menjadi warga negara. Namun, dalam CAA, terkandung pengecualian bagi mereka yang berasal dari enam komunitas keagamaan minoritas, yakni Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi, dan Kristen. UU ini tidak berlaku untuk mereka yang beragama Islam.

Mereka bisa mengajukan izin tinggal jika mereka bisa membuktikan diri berasal dari negara seperti Pakistan, Afghanistan, serta Bangladesh. Mereka diharuskan untuk tinggal dan bekerja di itu selama enam tahun sebelum bisa dinaturalisasi sebagai warga negara.

Undang-undang kewarganegaraan yang disahkan oleh pemerintahan Narendra Modi yang beraliran sayap kanan dan diusung oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) tampak jelas bersikap diskriminatif terhadap umat Muslim di sana.

Deklarasi KUII-ke 7

Dalam Deklarasi Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII 2-5 Rajab 1441 H bertepatan tanggal 26-29 Februari 2020 di Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung, pada angka 9 yang merupakan pamungkas deklarasi Umat Islam Indonesia menyerukan kepada pemerintah untuk menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas aktif dengan berkontribusi lebih besar dalam menyelesaikan konflik yang melanda umat Islam di berbagai belahan dunia, menjaga perdamaian dunia dengan menjadi juru runding bagi negara-negara yang berkonflik.

“Menyeru Pemerintah untuk secara istiqomah/konsisten menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas aktif dengan berkontribusi lebih besar dalam menyelesaikan konflik yang melanda umat Islam di berbagai belahan dunia, menjaga perdamaian dunia dengan menjadi juru runding bagi negara-negara yang berkonflik, dan mensosialisasikan dan mengkampanyekan nilai-nilai Pancasila dalam menata harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara kepada masyarakat internasional, khususnya negara-negara yang dilanda konflik,”

Deklarasi dibacakan di Pangkalpinang, 5 Rajab 1441 H/28 Februari 2020 M. Tim Perumus Buya Gusrizal Gazhar (Ketua), Amirsyah Tambunan (Wakil Ketua), Prof. KH. Abdurrahman Dahlan (Anggota), Arofah Windiani (Anggota), Dr. Tuti Mariani (Anggota), Fadhlan Garamatan (Anggota), KH. Ahmad Zaenuddin Abbas (Anggota), Aas Subarkah (Anggota).

Dunia mengecam

Sejumlah tokoh dunia mengecam, satu diantaranya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, mengecam kekerasan komunal di negara itu dengan menyebut umat Islam di sana dibantai.

“India sekarang telah menjadi negara di mana pembantaian tersebar luas. Pembantaian apa? Pembantaian umat Islam. Oleh siapa? Orang Hindu,” kata Erdogan dalam pidatonya di Ankara.

Erdogan menuduh gerombolan massa menyerang Muslim dan melukai anak-anak yang belajar di pusat-pusat pembelajaran pribadi dengan tongkat logam seolah-olah akan membunuh mereka.

Statemen Jama’ah Muslimin (Hizbullah)

Sementara itu Amir Majelis Ukhuwah Pusat, Jamaah Muslimin (Hizbullah) Bustamin Utje, dalam rilisnya di Bogor, 6 Rajab 1441 H/1 Maret 2020 M, menyerukan kepada Pemerintah India untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi terhadap umat muslim di India terutama dalam hal hukum kewarganegaraan dan memperlakukannya dengan hormat sama seperti warga negara India yang beragama Hindu atau lainnya.

Selama ini umat muslim India telah terbukti menjadi warga negara yang patuh dan memiliki reputasi yang baik dalam berkontribusi kepada negara dan masyarakat India di berbagai bidang kehidupan

Selain itu ia juga menyerukan umat muslim di India untuk bersikap sabar dan semakin mendekatkan diri kepada Allah serta memohon perlindungan dan pertolongan untuk diselamatkan dari segala bahaya. Saraya meyakinkan kepada mereka  bahwa Allah tidak diam dan umat muslim di seluruh dunia ikut prihatin atas musibah ini  dan siap sedia untuk membela dan menolongnya.

“Rapatkanlah barisan kalian dan tingkatkan ukhuwah di antara sesama muslim serta waspadalah dari segala bentuk fitnah dan adu domba dari musuh-musuh Allah.

Semoga Allah memberi kalian kemenangan yang besar. Aamiin,” kata Butje saat membacakan statementnya

Masyarakat Relawan Indonesia (MRI)

Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) juga mengecam sikap Pemerintah India yang diam terhadap kekerasan yang terjadi kepada umat Islam di negara itu.

“Kami mengecam diamnya pemerintah India. Tindakan diskriminatif apalagi disertai kekerasan yang menghilangkan nyawa tidak boleh terjadi di negara manapun,” tegas Presiden MRI, Syuhelmaidi Syukur di Jakarta, Senin (02/03/2020).

Lebih lanjut Syuhel menegaskan, kerusuhan sektarian yang terjadi di India merupakan tragedi kemanusiaan.

Peristiwa ini dipicu ketidakadilan pemerintah India terhadap minoritas muslim.

“Tindakan kekerasan sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kemanusiaan, karena itu kami meyakini seluruh dunia harus bersuara menentang perilaku barbar ini,” tegasnya.

Menurutnya, pembiaran yang dilakukan pihak keamanan dan pemerintah India dapat termasuk pelanggaran dan kejahatan HAM.

Tindakan itu menyebabkan jatuhnya puluhan korban jiwa, ratusan cedera dan hancurnya properti milik warga Muslim India seperti rumah, sekolah, toko dan masjid-masjid.

“Ini dapat kita duga merupakan pelanggaran HAM sistemik. Untuk itu kita harus bergerak menghentikannya,” kata Syuhel.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) MRI, Ibnu Khajar juga mengajak masyarakat Indonesia dan dunia ikut peduli terhadap tragedi yang menimpa kaum muslim di India.

“Selain mengecam, kita juga harus peduli kepada mereka. Kita buktikan bahwa kepedulian itu nyata,” ungkapnya.

Caranya, lanjut dia, bisa dengan melakukan demonstrasi mendesak Pemerintah India menghentikan kekerasan yang terjadi, serta menyisihkan sebagian harta yang dimiliki untuk membantu korban tragedi.

“Kepedulian itu harus kita buktikan dengan tindakan nyata. Selain itu yang terpenting,  terus doakan mereka yang menjadi korban agar Allah berikan kekuatan dan keselamatan,” kata Ibnu.

Islam menolak diskriminasi

Hak untuk hidup tanpa diskriminasi bagian dari hak paling mendasar. Hak untuk hidup (dibaca hak untuk menghargai nyawa sesorang) tanpa diskriminasi (tanpa memandang bangsa dan kewarganegaraannya), adalah hak paling mendasar sebagaimana dimuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang memuat setidaknya terdapat 30 Hak Asasi Manusia.

Dalam deklarasi tersebut antara lain memuat, pertama manusia terlahir bebas dan harus diperlakukan dengan cara yang sama. Dan kedua hak tanpa ada Diskriminasi. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan tanpa pembedaan apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik atau lainnya, asal kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran, atau status lainnya.

Dan hak untuk hidup, tanpa diskriminasi, bukan untuk dibunuh, diperangi, dirampas, dibakar rumahnya, propertinya, masjid tempat ibadahnya,  yang menimpa Muslimin di India oleh teroris dan ekstremis Hindu India.

#1 Islam menghargai nyawa manusia tanpa membedakan agama, ras dan warna kulit

Membunuh satu nyawa seperti membunuh seluruhnya, Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin sangat menghargai nyawa manusia. Petunjuk Al Quran dan Hadits Rasulullah menunjukkan hal itu.

Membunuh satu nyawa seperti membunuh semua nyawa seluruhnya dan sebaliknya memelihara satu nyawa berati memlihara nyawa seluruhnya.

Seperti firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 32:

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (QS. Al-Maidah 32).

#2 Rasulullah berwasiat pada Haji Wada

“Saya wasiati kamu wahai hamba-hamba Allah supaya takut kepada Allah serta menganjurkan kamu supaya mentaati Nya. Saya mulai pembicaraan saya ini dengan yang baik. Hai sekalian manusia, adapun darah, dan harta kamu haram (terpelihara) sehingga kamu menemui Tuhan kamu seperti kehormatan hari ini dan seperti kehormatan bulan ini” (Bukhari-Muslim).

#3 Nyawa perkara yang pertama kali diputuskan

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Perkara yang pertama kali akan diputuskan (dihisab) di antara manusia pada Hari Kiamat adalah masalah darah (pembunuhan).” (Muttafaqun ‘Alaih)

#4 Nyawa lebih berharga daripada hancurnya dunia

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Dosa membunuh seorang mukmin lebih besar daripada hancurnya dunia.” (HR. An-Nasa’i)

“Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.” (HR. An-Nasa’i dan At-Tirmidzi)

Bahkan disebutkan dalam sebuah hadits bahwa darah seorang muslim di mata Allah Ta’ala jauh lebih mulia daripada Ka’bah. Semoga diskriminasi perlakuan suatu bangsa terhadap bangsa lain segera dihentikan.

Umat Islam India tetap tegar

Pada hari Jumat (29/2), umat Islam di lingkungan timur laut New Delhi kembali ke masjid yang dibakar untuk salat Jumat.

“Jika mereka membakar masjid kami, kami akan membangun kembali dan salat. Ini adalah hak agama kami dan tidak ada yang bisa menghentikan kami dari mempraktikkan agama kami,” kata Mohammad Sulaiman, yang ada di antara sekitar 180 pria yang salat di atap masjid yang telah dibakar dalam kerusuhan.

Ya Rabb tolonglah saudara-saudara kami yang tertindas di India dan di berbagai belahan dunia. (A/RS5/R2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments are closed.