Khartoum, MINA – Ratusan keluarga melarikan diri dari pinggiran utara ibu kota Sudan, Khartoum, pada Sabtu (7/9) akibat pertempuran sengit antara tentara dan pasukan paramiliter meningkat di sekitar pangkalan militer utama.
Pasukan Paramiliter Dukungan Cepat (RSF) pada 4 September lalu melancarkan serangan terhadap pangkalan Hattab di Khartoum Utara, juga dikenal sebagai Bahri, yang telah berada di bawah kendali tentara sejak dimulainya perang saudara Sudan pada April 2023.
“Tembakan artileri dari tentara menargetkan wilayah selatan pangkalan Hattab, sementara pesawat militer terbang di atasnya,” kata seorang penduduk di daerah tersebut, melansir Middle East Monitor.
Warga itu menambahkan, pasukan RSF menyerang daerah permukiman di selatan pangkalan, menewaskan dan menculik warga sipil, tanpa menyebutkan jumlahnya.
Baca Juga: [POPULER MINA] Runtuhnya Bashar Assad dan Perebutan Wilayah Suriah oleh Israel
Ratusan keluarga melarikan diri dengan berjalan kaki sambil membawa harta benda mereka ke arah utara.
Konflik yang sedang berlangsung antara tentara dan RSF telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat lebih dari 10 juta orang mengungsi, banyak di antara mereka yang mencari perlindungan di negara-negara tetangga, menurut laporan PBB.
Pada Jumat (6/9), para ahli PBB menyerukan pengerahan segera pasukan independen untuk melindungi warga sipil di tengah krisis kemanusiaan yang parah.
“Pihak-pihak yang bertikai di Sudan telah melakukan serangkaian pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan internasional yang mengerikan, termasuk banyak yang dapat dianggap sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Misi Pencari Fakta Internasional Independen PBB untuk Sudan dalam laporan pertamanya.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
Pelanggaran tersebut termasuk serangan udara tanpa pandang bulu dan penembakan terhadap sekolah, rumah sakit, jaringan komunikasi serta persediaan air dan listrik.
Kedua pihak telah menargetkan warga sipil dalam serangan, juga melalui pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya, penahanan sewenang-wenang, dan penyiksaan.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Kedubes Turkiye di Damaskus Kembali Beroperasi setelah Jeda 12 Tahun