Washinghton, MINA – Lebih dari 250 pebisnis dan politisi AS memperingatkan dalam surat terbuka Ahad malam (12/3/2023), mereka akan memboikot kepentingan bisnis dengan Israel jika pemerintah Netanyahu merombak sistem peradilan.
“Perombakan peradilan akan membuat semakin sulit untuk membela negara secara internasional,” pernyataan menyebutkan, seperti dilaporkan Middle East Eye, Senin (13/3/2023).
Undang-Undang yang direncanakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk merombak peradilan negara digambarkan sebagai “kudeta peradilan”.
Jika disahkan, undang-undang yang sangat kontroversial itu akan memungkinkan politisi membatalkan keputusan Pengadilan Tinggi, hanya dengan mayoritas sederhana dan menunjuk hakim.
Baca Juga: Wabah Kolera Landa Sudan Selatan, 60 Orang Tewas
“Banyak pemimpin dalam komunitas bisnis akan merasa terdorong untuk mengevaluasi kembali ketergantungannya kepada Israel sebagai tujuan strategis investasi, mencari bakat, membangun pusat teknik, dan memelihara kekayaan intelektual,” lanjut surat terbuka.
Israel berada di tengah krisis politik perpecahan pemerintah sayap kanan Netanyahu dengan masyarakat sipil, elit akademis dan pebisnis negara itu. Termasuk dengan mantan menteri pemerintah dan mantan tokoh militer.
“Kami ingin mengungkapkan kekecewaan kami yang mendalam atas usulan perubahan pada peradilan dan sistem hukum di negara ini,” para penandatangan memperingatkan.
Pernyataan menambahkan, “perpecahan di dalam negara atas masalah ini membuat tidak stabil dan tentu saja mengecilkan hati.”
Baca Juga: Kedubes Turkiye di Damaskus Kembali Beroperasi setelah Jeda 12 Tahun
Di antara para penandatangan adalah mantan Wakil Menteri Keuangan AS Jeffrey Goldstein, mantan CEO Thomson Reuters Tom Glocer, dan beberapa mantan pejabat senior pemerintah AS lainnya.
Nama-nama pemimpin bisnis lainnya tidak diungkapkan.
Netanyahu masih dalam proses diadili karena kasus korupsi. Reformasi dapat memungkinkan Netanyahu untuk menghindari hukuman atau kasusnya dibatalkan.
Sejak didakwa pada 2019, Netanyahu secara terbuka mengecam sistem peradilan, menyebutnya bias terhadapnya.
Baca Juga: UNICEF Serukan Aksi Global Hentikan Pertumpahan Darah Anak-Anak Gaza
Kekacauan Politik
Menyusul surat terbuka tersebut, Josh Kadis dari kelompok hak asasi manusia Israel B’Tselem, mengatakan “beberapa pekan terakhir ini telah menunjukkan bahwa komunitas internasional, terutama diaspora Yahudi, dapat bergerak melawan rancangan Israel. Komunitas internasional banyak mengecam Netanyahu melalui jalur oposisi, protes, serta boikot, divestasi, dan sanksi, alat yang sebelumnya terlarang.”
Meningkatnya ketegangan Israel telah dilanda kekacauan politik selama lebih dari dua bulan, denganb puluhan ribu warga Israel terus turun ke jalan dalam protes massal.
Demonstran ingin pemerintah membatalkan rencana perombakan yudisial yang kontroversial, yang menurut mereka mengancam peradilan di negara itu.
Baca Juga: Drone Israel Serang Mobil di Lebanon Selatan, Langgar Gencatan Senjata
Demonstrasi telah berkembang, menarik pendukung dari berbagai profesi, termasuk militer, sistem peradilan, dan industri teknologi tinggi.
Dampak demonstrasi berturut-turut, mata uang Israel telah menurun.Lembaga keuangan terkemuka AS JPMorgan juga memperingatkan,meningkatnya risiko berinvestasi di negara tersebut.
Di sisi lain, Israel dilanda ketegangan dengan adanya konfrontasi dengan warga Palestina, yang meningkat di Tepi Barat yang diduduki.
Situasi semakin memburuk, dengan setidaknya 81 warga Palestina terbunuh tahun ini, termasuk 15 anak-anak. Di pihak lain, 13 orang Israel terbunuh.
Baca Juga: Presiden Venezuela: Bungkamnya PBB terhadap Gaza adalah Konspirasi dan Pengecut
Konfrontasi diperkirakan akan meningkat April, saat datangnya ritual Paskah Yahudi dan Ramadhan bagi umat Islam.
Direktur CIA William Burns baru-baru ini mengatakan ketegangan saat ini memiliki “kemiripan yang tidak menyenangkan” dengan Intifadah Kedua. Intifadah Kedua merujuk pada sekitar lima tahun konfrontasi tahun 2000-2005.
(T/RS2/P2)
Mi’raj Newws Agency (MINA)
Baca Juga: Dua Kapal Tenggelam di Yunani, Satu Tewas Puluhan Hilang