Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Refleksi 17 Tahun AWG: Bergerak Berjamaah Buka Blokade Gaza, Bebaskan Al-Aqsa, dan Palestina

Redaksi Editor : Widi Kusnadi - 1 menit yang lalu

1 menit yang lalu

0 Views

Oleh  Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA, Duta Al-Quds Internasional

AKSI jahat penodaan melalui Yahudisasi dan penguasaan Masjid Al-Aqsa secara terang-terangan berlaku sejak pembakaran kiblat pertama umat Islam itu, 21 Agustus 1969.

Pembakaran Masjid Al-Aqsa terjadi dalam serangkaian serangan yang dimulai sejak tragedi Nakbah (1948) hingga pendudukan wilayah Yerusalem (1967).

Pasca pembakaran, agenda penguasaan dan Yahudisasi justru semakin terinstitusionalisasi dan sistematis. Zionis sebagai kekuatan pendudukan, secara bertahap namun pasti menerapkan langkah-langkah yang bertujuan untuk mengikis karakter Islami dan Arab dari Yerusalem serta mempersempit akses dan kendali Muslim atas kompleks Masjidil Aqsa.

Baca Juga: Israel Raya dan Mimpi Gelap Zionisme: Ancaman Global yang Mengintai Umat Manusia

Langkah-langkah tersebut diwujudkan melalui beberapa cara, di antaranya: penggalian arkeologi bawah tanah dan di bawah tembok pelataran Masjidil Aqsa, khususnya di area Tembok Barat (Western Wall) dan terowongan yang menjalar di bawah permukiman Muslim di Silwan.

Meski diklaim sebagai upaya ilmiah untuk menemukan peninggalan Kuil Yahudi, penggalian ini secara struktural membahayakan fondasi masjid dan dianggap sebagai upaya untuk meruntuhkan legitimasi sejarah Islam di atasnya dengan menegaskan narasi sejarah Yahudi.

Pendudukan juga memberlakukan sistem yang tidak setara. Warga Israel dan turis Yahudi diizinkan bebas masuk ke pelataran Masjidil Aqsa pada jam-jam tertentu. Bahkan dalam perlindungan pasukan keamanan, para pemukim membuat aksi-aksi provokatif dan ritual Talmud di pelataran Al-Aqsa. Sementara akses bagi warga muslim Palestina dari Tepi Barat sangat dibatasi. Malah sering kali berdasarkan usia dan jenis kelamin, pelarangan pada para pemuda, dengan tujuan memutus hubungan spiritual banyak Muslim dengan Masjidil Aqsa.

Selain itu, ‘Negara Israel’ secara diam-diam maupun terang-terangan memberikan perlindungan dan fasilitas kepada kelompok-kelompok radikal Yahudi, seperti Temple Mount Faithful dan Returning to the Mount, yang secara terbuka bercita-cita untuk menghancurkan Masjidil Aqsa dan membangun Kuil Ketiga di atasnya.

Baca Juga: Napas Perjuangan Umat dan Perlawanan Rakyat Palestina

Yahudisasi tidak hanya terjadi di kompleks Al-Aqsa, tetapi di seluruh wilayah Yerusalem Timur yang diduduki. Mulai dari perampasan tanah, pembangunan permukiman ilegal Yahudi yang masif, pencabutan izin tinggal bagi penduduk Palestina, dan pembatasan pembangunan bagi masyarakat Arab adalah bagian dari strategi besar untuk mengubah demografi dan geografi kota, memutus Yerusalem dari tubuh utama Palestina, dan mengukuhkan klaim “Yerusalem sebagai ibu kota yang abadi dan bersatu”.

Belum lagi penciptaan eskalasi dengan kekerasan yang meledak secara periodik. Penggerebekan pasukan pendudukan ke dalam Masjidil Aqsa, termasuk ke Masjid Ibrahimi, penggunaan kekerasan terhadap jamaah, dan pembatasan selama bulan Ramadhan menjadi pemicu rutin yang memantik ketegangan tidak hanya di Yerusalem tetapi juga di seluruh Palestina dan dunia Muslim.

Dengan demikian, pembakaran Masjidil Aqsa pada 21 Agustus 1969 bukanlah titik akhir, melainkan justru itu titik awal pijakan bagi sebuah proyek kolonialisasi yang berkelanjutan dengan menggunakan isu arkeologi, hukum, kekuatan militer, dan perubahan demografi untuk melegitimasi aneksasi, dengan mengorbankan hak-hak dan sejarah umat Islam dan Kristen Palestina.

Dalam upaya liyerasi untuk mengambil hikmah dan pembelajaran dari Hari Pembakaran Masjidil Aqsa tersebut itulah, diselenggarakan Konferensi Internasional “Aksi Nyata Mengembalikan Masjid Al-Aqsa Ke Pangkuan Muslimin”, di Wisma ANTARA Jakarta tanggal 20 Sya’ban 1429 H. bertepatan dengan tanggal 21 Agustus 2008 M, yang melahirkan “Deklarasi Jakarta untuk Pembebasan Al-Aqsa”.

Baca Juga: Penjajahan di Palestina: Potret Perjuangan Panjang yang Juga Pernah Dirasakan Indonesia

Isi deklarasi dari komunitas umat Islam di Indonesia yang peduli pada Al-Aqsa, ditambah beberapa delegasi dari negeri jiran, seperti Malaysia, Filipina dan Thailand, menyatakan komitmen untuk terus berjuang membebaskan Al-Aqsa dan mengembalikannya ke pangkuan Muslimin.

Konferensi Internasdional tersebut merupakan follow uyp dari Ghazwah Fath Al-Aqsa yang diumumkan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) pada tanggal 24 Sya’ban 1427 H. atau bertepatan dengan 17 September 2006 M.

Pernyataan deklarasi menyerukan segenap pemimpin negara-negara Islam dan organisasi Islam dunia, serta tokoh dan cendikiawan Muslim di dunia agar mendesak pendudukan Zionis Israel untuk menghentikan usaha penggalian terowongan di bawah Masjidil Aqsa, serta mengembalikan otoritas Masjidil Aqsa ke pangkuan kaum Muslimin.

“Deklarasi juga mengajak segenap umat Islam di dunia untuk bangkit dan berjama’ah menyatukan langkah dengan segenap dana, jiwa dan seluruh kekuatan untuk membebaskan Al-Aqsa,” lanjut pernyataan sikap.

Baca Juga: Solidaritas Umat Islam Sejak Awal Kemerdekaan Indonesia

Peserta konferensi kala itu juga menyepakati terbentuknya organisasi Lembaga Kemanusiaan Aqsa Working Group (AWG), yang berpusat kedudukan di Jakarta.

Lembaga Kemanusiaan Aqsa Working Group (AWG) sesuai akta pendiriannya mengemban 6 (enam) amanat utama, yaitu :

  1. Mensosialisasikan atau menyadarkan kaum Muslimin untuk membela dan membebaskan Al-Aqsa dari cengkraman Zionis Israel.
  2. Mobilisasi seluruh dana dan kekuatan Muslimin sedunia untuk pembebasan Al-Aqsa.
  3. Membuat peta jalan (roadmap) pembebasan Al-Aqsa.
  4. Membangun jaringan kerjasama (networking) antar segenap Muslimin sedunia.
  5. Melakukan usaha-usaha pemberdayaan Muslimin Palestina, meliputi pendidikan, keterampilan, dan usaha-usaha lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan muslimin Palestina.
  6. Memfasilitasi pembentukan kelompok kerja serupa di negara-negara berpenduduk Islam di dunia.

Kepemimpinan Sekretariat AWG Pusat di Jakarta selanjutnya mendapatkan tugas untuk memfasilitasi pembentukan AWG atau kelompok kerja serupa atau berkolaborasi dengan lembaga-lembaga peduli Palestina di negara-negara di seluruh dunia. Sehingga gerakan pembebasan Al-Aqsa mengglobal.

Bergerak Berjamaah

Baca Juga: Ambisi “Israel Raya” Netanyahu, Bahaya Bagi Palestina, Ancaman Bagi Dunia

Keberadaan Lembaga Kepalestinaan Aqsa Working Group (AWG) tentu tidak lepas dari kondisi Masjidil Aqsa yang masih berada di bawah penjajahan Zionis Israel berikut seluruh wilayah Palestina. Bahkan penjajahan dan penistaan terhadap Masjidil Aqsa terus berlangsung. Kezaliman itu tidak bisa ditolerir sama sekali.

Hal itu karena Masjidil Aqsa, adalah simbol kemuliaan dan kesatuan umat, bukan hanya menjadi tempat ibadah shalat berjamaah. Masjidil Aqsa juga telah bertransformasi menjadi medan perjuangan, sebuah saksi bisu dari kezaliman yang tak berperikemanusiaan. Setiap batu, setiap kubah, dan setiap pelataran masjid itu berteriak lirih, menceritakan kisah penghinaan, pembatasan, dan serangan yang dilakukan oleh para penjajah dengan tujuan meruntuhkan harga diri dan identitas umat Islam.

Namun demikian belum semua umat Islam menunjukkan kepedulian terhadap kondisi Masjid il Aqsa. Sehingga perlu adanya kegiatan dan gerakan untuk menyadarkan kaum muslimin akan bahaya yang mengancam Masjidil Aqsa. Bila kesadaran itu sudah mulai bersemi di hati kaum muslimin, maka upaya pembebasan masjid suci itu akan semakin nyata.

Sesungguhnyalah pembebasan Masjidil Aqsa itu memang bukan sekedar merebut kembali sebuah masjid yang dinistakan oleh musuh-musuh Allah.  Lebih dari itu, upaya tersebut adalah sebuah perjuangan mengembalikan dunia di bawah kepemimpinan yang akan merestorasi kedamaian dan keadilan di muka bumi yang pernah terjadi di bawah kepemimpinan Islam.

Baca Juga: Solidaritas 80 Tahun HUT RI, Bersama Sumud Flotilla Tembus Blokade Gaza

Karena itu, pembebasan Al-Aqsa adalah simbol pembebasan umat manusia dari segala bentuk penindasan, kesombongan, dan kezaliman sistem jahiliyah modern. Zionisme modern, dengan segala arogansi militernya, kapitalismenya yang rakus, dan rasialismenya yang menjijikkan, adalah anak kandung dari peradaban materialistik yang telah gagal membawa manusia pada hakikat kemanusiaan yang sejati. Mereka menawarkan dunia yang dibangun di atas darah, penipuan, kebencian, dan penindasan terhadap yang lemah. Maka, melawan Zionisme adalah juga melawan ideologi rusak yang menjadi pondasinya.

Oleh karena itu, perjuangan pembebasan Al-Aqsa adalah sebuah proyek peradaban (civilizational project). Kepemimpinan Islam yang kita perjuangkan bukanlah kepemimpinan untuk mendominasi, tetapi kepemimpinan untuk melayani, memelihara, dan menebar rahmat untuk segenap alam. (Q.S. Al-Anbiya: 107).

Itulah kepemimpinan yang akan menjadikan keadilan sebagai panglima, di mana seorang Yahudi, Kristen, Muslim, atau non-Muslim sekalipun dapat hidup dalam perlindungan dan keamanan (dhimma), sebagaimana pernah tercatat dalam lembaran emas sejarah Khalifah Umar bin Khattab ketika membebaskan Yerusalem, dan era Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi ketika membebaskannya untuk kali kedua..

Kembalinya Al-Aqsa ke pangkuan Islam akan menjadi titik balik sejarah yang membuktikan kepada dunia bahwa era kehinaan dan keterjajahan umat ini telah berakhir. Ia akan menjadi fajar baru, sebuah deklarasi bahwa alternatif dari peradaban Barat yang sekuler dan bobrok memang ada, dan alternatif itu adalah peradaban yang bersumber dari petunjuk Ilahi. Ia akan membangkitkan semangat umat dari Maroko (Afrika) hingga Merauke (Indonesia), bahwa kemuliaan itu dapat direbut kembali.

Baca Juga: Merawat Rahmat Kemerdekaan Republik Indonesia

Di sinilah diharapkan peran penting Lembaga Kepalestinaan Aqsa Working Group (AWG) sebagai salah satu lembaga yang bekerja untuk membangun literasi dan edukasi kesadaran semacam itu dan mengarahkan daya upaya untuk membebaskan Masjid Al-Aqsa dari belenggu penjajahan Zionis Israel.

Di sinilah perlunya pergerakan masif, terus-menerus, di  segala lini dengan berbagai kegiatan, bukan sekedar gerakan biasa, bukan hanya sewaktu-waktu, bukan hanya di satu tempat, dan tidak hanya di Indonesia. Namun gerakan luar biasa, yang memerlukan segala sumber daya manusia, pendanaan, jaringan, media dan semua potensi yang ada di kalangan umat.

Gerakan ini dilakukan secara berkala, setiap hari tanpa henti, sebab belum semua umat Islam dan manusia memahami tentang Al-Aqsa dan Palestina, baik dari sisi keislaman maupun kemanusiaan dan kebangsaan.

Gerakan yang dilakukan di seluruh wilayah, di berbagai kesempatan, hingga ke mancanegara. Apalagi saat ini banyak organisasi swadaya masyarakat, baik yang dikelola oleh umat Islam atau malah non-Muslim di Eropa sana, atas nama kemanusiaan, yang perlu terus dijalin kerjasamanya. Saling bersinergi dan berkolaborasi untuk Al-Aqsa dan Palestina.

Baca Juga: Megah di Panggung, Hampa Substansi, Kritik atas Pertemuan Trump–Putin di Alaska

Terkini bulan Agustus 2025 ini, di bulan kelahirannya yang ke-17, Aqsa Working Group (AWG) menggerakan Global Sumud Nusantara sebagai inisiatif kemanusiaan internasional dengan tujuan menembus blokade Gaza secara damai dan sah menurut hukum internasional.

Ini dilakukan mengingat kondisi super darurat ketika blokade Gaza tak kunjung dibuka, bantuan kemanusiaan dijadikan tameng pembunuhan, dan pelaparan yang disengaja secara sistematis. Inipun tidak bisa dibiarkan tanpa pergerakan perlawanan.

Gerakan Sumud Nusantara akan bergabung dengan Global Freedom Flotilla menembus Gaza, dengan melibatkan peserta dari 44 negara dan menjadi konvoi sipil terbesar yang pernah diarahkan ke Gaza, yang akan berlayar dari perairan Spanyol dan perairan Tunisia.

Misi Sumud (artinya keteguhan) ini lahir dari kegagalan dunia membuka blockade pendudukan Zionis Israel. Gerakan menjadi pengingat bagi mereka yang bersembunyi di balik diplomasi yang basi, dan bagi mekanisme hukum yang dibungkam oleh kekuatan politik.

Baca Juga: Delapan Agenda Prioritas Prabowo, Antara Ambisi dan Tantangan Implementasi

Oleh karena itu, Freedom Flotilla dengan Gerakan Sumud Nusantara-nya bukan sekadar misi bantuan. Ini adalah sebuah tindakan perlawanan sipil global di atas gelombang kejahatan pendudukan. Setiap mil yang ditempuh kapal-kapal ini adalah deklarasi bahwa kemanusiaan tidak mengenal blokade. Setiap karung makanan yang dibawa adalah pengakuan bahwa kedaulatan paling mendasar adalah hak sebuah bangsa untuk tidak dibiarkan kelaparan.

Mereka yang berlayar adalah suara kita semua. Mereka adalah perwujudan dari kepedulian kita yang tidak bisa lagi dibungkam. Mereka menantang bukan hanya blokade laut Zionis Israel, tetapi juga blokade kesunyian dan ketidakpedulian global. Jika mereka dihadang, dunia akan sekali lagi melihat wajah asli dari penjajahan yang tidak segan-segan menembak kapal yang membawa obat dan tepung. Jika mereka berhasil menyentuh pantai Gaza, itu akan menjadi kemenangan moral yang dahsyat, sebuah bukti bahwa solidaritas rakyat biasa bisa menembus penjara terkuat sekalipun.

Dalam perjuangan melawan kezaliman yang begitu terstruktur, tidak ada tindakan yang terlalu kecil. Semua menjadi, besar dan mulia, karena dikaitkan dengan nilai yang besar nan mulia, yaitu keadilan, kebenaran dan kemerdekaan. Karenanya, setiap donasi untuk membeli muatannya adalah investasi untuk kehidupan. Kita mungkin tidak bisa semua berlayar, tetapi kita semua bisa menjadi angin di belakang layar mereka, mendorong mereka menuju pantai pembebasan, untuk mengantarkan bukan hanya bantuan, tetapi juga harapan bahwa mereka tidak dilupakan.

Bertepatan dengan 80 tahun kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2025, aksi ini sekaligus menjadi bukti cinta kita bangsa Indonesia terhadap kemerdekaan sejati. Bukan hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk rakyat Palestina. Kemerdekaan Indonesia untuk kemerdekaan Palestina.

Baca Juga: Kemerdekaan Indonesia, Palestina, dan Keadilan Global

Semua pergerakan pembebasan Masjidi Aqsa, pembukaan blokade Gaza, dan kemerdekaan Palestina keseluruhan, akan memiliki daya kekuatan eksplosif, karena disatukan dalam satu kesatuan umat Islam, terpimpin bergerak berjama’ah. Sebuah kekuatan kehidupan umat dalam Jama’ah Muslimin, bersatu, saling kuat-menguatkan, saling bersaudara, saling memaklumi kekurangan, saling menghargai kelebihan, tidak berpecah-belah, tidak mudah diadu-domba, jauh dari iri dengki dan syak wasangka, hingga dapat mengalahkan pendudukan Zionis Israel.

“Berpegang teguh pada tali Allah seraya berjama’ah,” itu pesan kuat Surat Ali Imran ayat 103.

“Kekuatan Allah bersama Al-Jama’ah”, (yadullaah ma’al jamaa’ah). Begitu pesan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Akhirnya, Refleksi 17 Tahun Lembaga Kemanusiaan Aqsa Working Group (AWG), adalah terus menyuarakan pembebasan Masjidil Aqsa, buka blokade Gaza, dan kemerdekaan Palestina, menjangkau ke dunia internasional tanpa batas tempat dan waktu.  Allahu Akbar ! Al-Aqsa Haqquna !!

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda