Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA, Duta Al-Quds Internasional
Hari ini Rabu, 21 Agustus 2022, menandai peringatan pembakaran Masjid Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969, 55 tahun silam.
Upaya jahat penodaan melalui Yahudisasi dan penguasaan Masjid Al-Aqsa itu hingga kinipun masih terus berlangsung.
Pakar urusan Yerusalem, Dr. Ali Abu Ras, mengatakan pembakaran Masjid Al-Aqsa terjadi dalam serangkaian serangan yang dimulai sejak tragedy Nakbah (1948) hingga pendudukan wilayah Yerusalem (1967).
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Di mengatakan, Masjid Al-Aqsa dan Kota Al-Quds telah menjadi sasaran sejak Nakbah, dan di antara target-target itu adalah pembakaran Al-Aqsa, termasuk mimbar Shalahuddin Al-Ayyubi, yang merupakan nilai simbolis dan sejarah yang penting bagi umat Islam.
“Pendudukan Israel dan kelompok pemukim Yahudi memang berencana menghancurkan bangunan Masjid Al-Aqsa untuk membangun kuil yang mereka klaim di bawahnya. Mereka mengambil kesempatan itu untuk terus menyerang Al-Aqsa,” ujarnya.
Imam dan Khatib Masjid Al-Aqsa, Syaikh Ikrima Sabri, yang kini mengalami pelarangan masuk dan megimami shalat berjama’ah di Masjid Al-Aqsa, menegaskan kebakaran di Al-Aqsa belum berakhir.
Dia memperingatkan Yerusalem dan masjidnya justru sedang melalui tahapan yang sangat berbahaya dan paling sulit saat ini.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
“Operasi penyerangan, penyitaan properti Yerusalem, Yahudisasi, permpasan tanah, pemenjaraan, deportasi dan apartheid masih berlanjut dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujarnya.
Syaikh Sabri menekankan bahwa membela, melindungi dan mendukung Masjid Al-Aqsa dan Wilayah Al-Quds adalah kewajiban setiap Muslim sampai pembebasannya.
“Al-Aqsa tidak akan dibebaskan, dan hak-hak yang dirampas tidak akan dipulihkan kecuali dengan kerja dan jihad di jalan Allah,” tegasnya.
Peringatan pembakaran Al-Aqsa lanjutnya, hendaknya dapat memperbarui tekad dan harapan bagi bangsa Palestina dan dunia Islam untuk terus berkontribusi dalam pembebasannya.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Dr. Abdullah Kanaan, Sekretaris Jenderal Komisi Kerajaan Yordania untuk Urusan Yerusalem, mengatakan, peringatan 55 tahun pembakaran Masjid Al-Aqsa tahun ini beriringan dengan meningkatnya siklus ketegangan dan kekerasan, hingga genosida yang dilakukan Zionis Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Menurutnya, Zionis Israel mendasarkan kolonialnya dengan mempraktikkan segala bentuk agresi dan kejahatan kemanusiaan.
”Saat ini, dunia dan organisasi-organisasi kemanusiaan menyaksikan peningkatan barbarisme Zionis Israel dalam perang genosida di Jalur Gaza,” ujarnya.
Belum lagi promosi kebohongan untuk melewati pembagian temporal dan spasial Masjid Al-Aqsa dalam upaya untuk menghancurkannya dan membangun bangunan sinagog yang mereka klaim ada di bawah Al-Aqsa.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Dia mencontohkan, Israel membuka jalan bagi langkah jahat ini dengan senjata berbahaya, yaitu penggerebekan di Masjid Al-Aqsa, dengan partisipasi Kelompok Kuil dan organisasi ekstremis yang berjumlah lebih dari 80 kelompok ekstremis.
Mereka kaum fanatik Yahudi, termasuk menteri di pemerintahan sayap kanan saat ini seperti Ben Gvir dan anggota Knesset, dengan perlindungan polisi pendudukan, terus-menerus menyerbu Masjid Al-Aqsa.
Pembakaran Oleh Yahudi
Kilas balik peristiwa pembakaran Masjid Al-Aqsa, akan tertuju pada sosok jahat Dennis Michael William Rohan (28 tahun).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Dia adalah seorang Yahudi berkewarganegaraan Australia, yang melakukan aksi pembakaran situs tersuci ketiga umat Islam, Masjid Al-Aqsa, pada hari Kamis, 21 Agustus 1969.
Itu merupakan aksi kedua, setelah sebelumnya pernah hendak mencoba upaya pertamanya membakar masjid tersebut, tapi gagal.
Pada aksi keduanya, kobaran api menghanguskan sebagian bangunan Masjid Al-Aqsa, mulai dari langit-langitnya, permadani, dekorasi langka dan segala isinya. Termasuk kitab suci Al-Quran, perabotan, serta bangunannya yang rusak parah.
Kebakaran saat itu mencakup sepertiga dari total luas Al-Aqsa, dengan pembakaran lebih dari 1.500 meter persegi dari luas semula 4.400 meter persegi.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Kerusakan parah berupa atap masjid yang jatuh ke tanah, dua kolom utama roboh bersama lengkungan penyangga kubah, serta bagian dalam kubah berornamen, mihrab dan dinding selatan rusak. Sementara 48 jendela masjid hancur.
Mimbar Shalahuddin Al-Ayyubi, yang merupakan potongan langka dari bahan-bahan kayu, saling bertautan tanpa menggunakan paku, sekrup atau perekat, juga terbakar hangus.
Kerangka mimbar tersebut awalnya dibuat oleh Nuruddin Zanki, dan dibawa saat perjalanan untuk ditempatkan di dalam masjid setelah pembebasan. Ketika Zanki meninggal sebelum pembebasannya, Shalahuddin memindahkannya dan menempatkannya di tempatnya, saat ia membebaskan Al-Aqsa dari Tentara Salib.
Masjid Umar, yang atapnya terbuat dari tanah liat dan jembatan kayu, juga ikut rusak terbakar. Di sebelahnya ikut hangus Mihrab Zakaria dan Arba’in.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Saat malam pembakaran Al-Aqsa tahun 1969, pengurus Masjid Al-Aqsa dan warga yang tahu pun, segera hendak melakukan pertolongan pertama memadamkan kobaran api. Namun otoritas pendudukan Israel ternyata telah memutus aliran air ke lingkungan Al-Aqsa dan sekitarnya.
Pengiriman mobil pemadam kebakaran pun dihambat, sehingga terlambat datang. Warga pun berinisiatif memadamkan api dengan alat apa saja yang bisa dilakukan.
Bersamaan waktu dengan kejadian itu, Perdana Menteri Israel saat itu, Golda Meir terkaget sebentar, dan menampar mukanya sendiri.
Sejenak terhenyak Golda Meir (perdana menteri keempat periode 1969-1974), berjuluk “wanita besi” (iron lady) karena kemauan kuatnya dan sikap kerasnya, berseru, “Ketika Al-Aqsa terbakar, saya tidak bisa tidur malam itu. Saya pikir Israel akan dihancurkan. Namun ketika pagi tiba, saya menyadari bahwa orang-orang Arab sedang tidur nyenyak.”
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Menteri Kehakiman dan Urusan Agama Israel saat ini, Yossi Beilin, mengomentari apa yang pernah dikatakan Meir. Bahwa saat ini apa yang dilakukan Israel mengarah ke pembangunan Temple Mount.
Ini menunjukkan bahwa pembakaran itu memang skenario pendudukan Israel.
Menurut Beilin, yang juga lama bertugas di berbagai posisi di parlemen Israel Knesset dan di pos-pos pemerintah, adanya peristiwa pembakaran Al-Aqsa tahun 1969 yang selalu diperingati orang-orang Yahudi, adalah untuk mengingatkan organisasi Yahudi pada salah satu tujuannya yakni pembongkaran semua bangunan Islam di Bukit Bait Suci.
Bangkitnya Dunia Islam
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Menghadapi semua proyek yahudisasi itu, rakyat dan para pejuang Palestina selalu berusaha menggagalkannya dengan berbagai cara. Warga Palestina tetap saja berkunjung ke Al-Aqsa untuk mempertahankan masjid walau harus menghadapi barikade tentara pendudukan. Mereka berbondong-bondong turun ke gerbang pintu Al-Aqsa untuk memaksa pasukan pendudukan membuka pintunya dan menarik diri darinya dan sekitarnya.
Pergerakan demi pergerakan terus membara. Mulai dari Intifada Al-Aqsa (2000-2004), Global March to Jerusalem (2012), Jerusalem Uprising (2015-2017). Hingga Great March of Return (2019) dan Black Lives Matter Palestine (2020).
Pendudukan Israel tampaknya tidak dapat memberangus perjuangan rakyat dan bangsa Palestina, walaupun sudah mencoba membakar simbol suci perjuangan, Masjid Al-Aqsa.
Rakyat Palestina dengan gagah berani, maju tak gentar, mampu mengatasi tantangan dan mengirim pesan kepada pendudukan bahwa Al-Aqsa dan Yerusalem adalah garis merah yang tidak dapat dilintasi.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Kini, semangat pergerakan perjuangan Al-Aqsa dan Palestina masih terus menyala, selama api pendudukan masih berlangsung. Bahkan dukungannya terus mengalir dari berbagai penjuru, baik dari kaum Muslimin khususnya maupun dunia pada umumnya.
Ya, api perjuangan itu masih terus menyala hingga hari ini. Api perjuangan itu tidak akan padam selama masih ada kaum Muslimin yang memiliki kepedulian terhadap Masjid Al-Aqsa.
Dorongan keutamaan Masjid Al-Aqsa di dalam Al-Quran dan Al-Hadits, sejarah perjuangan Al-Aqsa dan Palestina dari dahulunhingga kini, semakin menguatkan jiwa keimanan individu Muslim untuk memuliakannya, mensucikannya dan membelanya dari segala bentuk penjajahan.
Untuk itu, berbagai komponen kaum Muslimin hendaknya semakin fokus dan memprioritaskan pembebasan Al-Aqsa dalam pergerakannya. Termasuk tentu Organisasi Kerjasama Islam (OKI) sesuai dengan akta pendiriannya untuk pembebasan Al-Aqsa, dan tentu para aktivis, organisasi kemanusiaan, dan pergerakan Islam di manapun berada dan kapanpun masanya.
Semua pergerakan itu akan menjadi efektif dan memiliki daya kekuatan eksplosif, manakala disatukan dalam satu kesatuan umat Islam, bergerak berjama’ah.
Sebuah kekuatan kehidupan umat Islam berjama’ah, bersatu, saling kuat-menguatkan,saling bersaudara, tidak berpecah-belah, tidak mudah diadu-domba, hingga dapat mengalahkan pedudukan Israel.
“Berpegang teguh pada tali Allah seraya berjama’ah,” itu pesan kuat Surat Ali Imran ayat 103.
“Kekuatan Allah bersama Al-Jama’ah”, (yadullaah ma’al jamaa’ah). Begitu pesan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Kini muncul di berbagai belahan dunia organisasi dan lembaga yang peduli terhadap bangsa Palestina atas nama kemanusiaan. Ada istilah baru “Intifadah Mahasiswa” yang justru dilakukan oleh generasi muda lintas agama, partai, negara dan profesi. Dan itu muncul di kota-kota besar di Eropa dan Amerika Serikat. Sebut saja di London, New York, Berlin, Dublin, dsb.
Lembaga-lembaga kepalestinaan di Indonesia pun tak kalah semaraknya. Para aktivis yang tergabung dalam Lembaga Kepalestinaan seperti Aqsa Working Group (AWG), Maemuna Center (Mae_C), Lembaga Kegawatdaruratan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), dsb, mereka semua terus-menerus menyuarakan solidaritas dan pembelaan terhadap Al-Aqsa dan Palestina.
Bagi umat Islam seluruhnya, tentu saja Masjid Al-Aqsa sebagai kiblat pertama, tempat yang sangat dianjurkan untuk dikunjungi, tiga tempat ibadah termulia setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, menjadi sentral perjuangan bersama, meenghadapi musuh yang sama, Zionis Yahudi.
Sesuai janji dan ketentuan di dalam Al-Quran dan Hadits, insya-Allah, akan tiba masanya Al-Aqsa dan Palestina dapat dibebaskan dari belenggu penjajahan oleh kepemimpina umat Islam secara berjamaah. Dan kebangkitan Islam itu sudah tampak semakin jelas, semakin menyala, bahkan semakin membara, membakar semangat juang generasi muda Muslim seluruh dunia.
Allahu Akbar! Al-Aqsa Haqquna ! []
Mi’raj News Agency (MINA)