Jakarta, 19 Muharram 1438/20 Oktober 2017 (MINA) – Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Muhammad Thambrin mengatakan bahwa proses pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah yang menjadi turunan dari UU Jaminan Produk Halal terus berjalan dan sudah mendekati tahap akhir.
“Secara umum, dari hasil pembahasan substantif antarkementerian, draft RPP UU JPH telah selesai dibahas. Tinggal dirapikan normanya saja,” ujarnya, Rabu (19/10), demikian siaran pers Kemenag yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Menurutnya, penyusunan regulasi tentang JPH merupakan hal yang tidak sederhana. Selain menyangkut banyak pihak, juga berhubungan dengan aspek-aspek ekonomi yang cukup rumit. Hal ini disampaikan Thambrin menyusul adanya penilaian bahwa pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan regulasi tentang jaminan produk halal, macet.
“Regulasi ini tidaklah sederhana. Membutuhkan waktu dan kejelian serta sinkronisasi dengan banyak pihak. Setelah disepakati oleh Tim Panitia Antar Kementerian, draft RPP JPH ini akan dibahas bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan kemudian diharmonisasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Prosesnya cukup berliku,” tandasnya.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) merupakan instrumen hukum yang memberikan perlindungan dan menjamin masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk halal. Penyelenggaraan JPH bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian ketersediaan produk halal dalam mengonsumsi dan menggunakan produk dan meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal.
Menurut Thambrin, pasca diundangkannya UU JPH pada tanggal 17 Oktober 2014, Kementerian Agama terus memacu langkah untuk menyiapkan implementasi UU JPH yang berfokus pada tiga hal.
Pertama, sosialisasi. Sejak UU JPH disahkan, Pemerintah telah menyosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat. Kementerian Agama melalui Kanwil Kementerian Agama di Provinsi menyosialisasikan UU JPH bersama Dinas terkait. Demikian juga kalangan Perguruan Tinggi dan asosiasi pelaku usaha pun turut mendukung sosialisasi UU JPH. Belum semua lapisan masyarakat mendapatkan sosialisasi dimaksud, namun partisipasi masyarakat dan pihak terkait sangat membantu.
Kedua, penyiapan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). UU JPH mengamanatkan bahwa dalam tiga tahun setelah UU diundangkan, BPJPH sudah harus terbentuk. Pada bulan Juli 2015 telah terbit Peraturan Presiden No. 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama, yang di dalamnya memuat struktur BPJPH yang tertuang dalam pasal 45 hingga pasal 48. Demikian juga Peraturan Menteri Agama No 42 Tahun 2016 telah mengatur struktur organisasi Kementerian Agama yang didalamnya juga mengatur struktur organisasi BPJPH.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Ketiga, menyusun peraturan turunan UU JPH. Peraturan turunan UU JPH dimaksud berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Menteri Agama (PMA) terkait pelaksanaan UU No. 33 Tahun 2014 tentang JPH.
Mengingat perlunya penyelarasan regulasi yang berlaku pada masing-masing Kementerian/Lembaga terkait dengan RPP yang disusun, maka pembahasan RPP membutuhkan pembahasan dan diskusi yang panjang. Setiap pasal yang termuat dalam RPP harus dipastikan tidak tumpang tindih dengan regulasi pemerintah lainnya. Ditambah lagi dengan ruang lingkup yang diatur dalam UU JPH mencakup Pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat, sehingga perlu ketelitian dan kecermatan dari pada pembahasan RPP Pelaksanaan JPH. (L/P011/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?