Istanbul, 7 Shafar 1437/19 November 2015 (MINA) – Sidang Mavi Marmara kembali digelar di Turki, mendengarkan kesaksian para korban Mavi Marmara, di pengadilan di Istanbul, Rabu (18/11).
Dalam sidang kali ini ada delapan korban yang memberikan kesaksian, yakni seorang dari Amerika Serikat, dua dari Istanbul, empat orang dari Turki, dan satu orang dari Indonesia.
Nur Ikhwan Abadi, salah seorang relawan MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) dari Indonesia, yang saat peristiwa 2010 lalu itu ikut sebagai sukarelawan kemanusiaan dalam kapal Mavi Marmara, dalam kesaksiannya di depan pengadilan, menyatakan, Israel menyerang para aktivis kemanusiaan ketika sedang melaksanakan shalat Subuh.
“Israel tiba-tiba datang pada saat kami menunaikan shalat Subuh dan menyerang secara tiba-tiba,” ujar relawan .
Baca Juga: Sempat Dilaporkan Hilang, Rabi Yahudi Ditemukan Tewas di UEA
Lebih lanjut Nur Ikhwan memaparkan bagaimana tentara Israel memperlakukan para relawan dengan sewenang-wenang dan tidak mengindahkan hak-hak asasi manusia.
“Mereka mengikat tangan saya dengan tali, kemudian dalam keadaan tidak berdaya, saya diseret ke buritan kapal dan dikumpulkan di sana dengan tangan terikat selama berjam-jam,” ujar Nur Ikhwan.
Ia juga menambahkan, “Bahkan ketika datang waktu shalat Dzuhur, kami tidak diperkenankan untuk shalat, sehingga dengan terpaksa kami harus shalat dalam posisi duduk dengan tangan terikat,” imbuhnya.
Ia juga menjelaskan bahwa ketika turun dari kapal, tentara-tentara Israel menginterogasi dirinya dan melucuti semua pakaiannya.
Baca Juga: Israel Perintahkan Warga di Pinggiran Selatan Beirut Segera Mengungsi
“Mereka membawa saya ke sebuah ruangan, kemudian semua pakaian saya dilucuti hingga tinggal pakaian dalam dan itupun masih mereka periksa” ujarnya dalam sidang tersebut.
Nur Ikhwan yang sarjana teknik belakangan juga menjadi unsur pimpinan pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza.
Sementara itu, dua aktivis lainnya asal Jordania menyatakan bahwa mereka diperlakukan dengan sangat kasar oleh tentara Israel.
“Kami diperlakukan semena-mena, selama kami diikat kami tidak diberikan apapun kebutuhan atau hak kami sebagai manusia seperti makan, minum dan obat-obatan,” ujar Kifah Amagreh, seorang aktivis asal Jordania.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Hasan Abu Hamra, aktivis lainnya dari Jordania juga menjelaskan bahwa dia diperintahkan untuk duduk dilantai, kemudian dinjak-injak oleh tentara Israel.
“Saya diperintahkan untuk duduk di lantai, kemudian mereka menendangi saya dan menggeledah satu persatu pakaian saya,” ujar pria paruh baya itu.
Tragedi Mavi Marmara yang mengguncang dunia pada Mei 2010 lalu, berisi ratusan aktivis dari 32 negara bergabung dalam kapal misi kemanusiaan untuk menembus blokade Israel atas jalur Gaza, lewat laut.
Ketika sedang berada di perairan internasional, pasukan Israel menyerbu secara membabi buta hingga menewaskan 10 aktivis asal Turki dan melukai ratusan lainya.
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Dunia mengutuk serangan tersebut termasuk, pemerintah Turki yang menuntut Israel bertanggung jawab atas kebiadaban mereka.
Lima tahun setelah kejadian tersebut, berbagai cara sudah dilakukan untuk menyeret pemimpin-pemimpin Israel ke Pengadilan Internasional.
Ehud Barak, salah satunya, mantan menteri pertahanan di era Benjamin Netanyahu berhasil diseret untuk diadili ke pengadilan internasional dengan tuntutan tanggung jawab atas kejadian Mavi Marmara. Sementara itu Benjamin Netanyahu telah ditetapkan masuk daftar pencarian orang yang terlibat kasus kriminil di Spanyol.
Sementara itu Afrika Selatan juga telah menetapkan empat komandan tentara Israel sebagai daftar pencarian orang di negeri Afrika tersebut. (L/KO1/P013/P4/P2).
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Agresi Israel Hantam Pusat Ibu Kota Lebanon