Oleh: Muhamad Husein* (disarikan oleh Rina Asrina)
Sambil menyelam minum air. Mungkin peribahasa inilah yang paling tepat menggambarkan kondisi para relawan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) di Jalur Gaza saat ini. Bagaimana tidak, para relawan “menyelam” dengan mendapatkan kesempatan beramal soleh menuntaskan proyek pembangunan mulia yang diperuntukkan masyarakat Gaza, sebuah Rumah Sakit Indonesia yang sudah dimulai pembangunannya sejak 2011 silam, sebuah kado cinta untuk masyarakat Gaza yang dibangun di sebelah utaranya berbatasan langsung dengan pos penjagaan rezim Zionis Israel.
“Minum air” lebih tepat menggambarkan kondisi keseharian para relawan selama berada di Jalur yang sejak 2007 di blokade secara ketat, baik dari darat, udara, mau pun lautnya. “Minum air” itu menyejukkan yang haus, melapangkan yang dahaga, karena hari-hari para mujahid ini dipenuhi dengan ilmu-ilmu baru yang memuaskan dahaga batin mereka. Hampir setiap hari tidak ada waktu yang terbuang, para relawan biasa melakukan kajian, menuntut ilmu dari para ulama negeri para Nabi. Mereka dibimbing langsung para ulama yang kompeten di bidangnya.
Muhammad Karidi, salah seorang relawan yang bekerja di bidang elektrikal mengungkapkan perasaan bahagianya dan mengatakan bahwa kegiatan kajian sangatlah bermanfaat dan luar biasa berharganya bagi para pekerja keras ini.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Rencananya para relawan akan mendapatkan pelajaran tambahan dasar ilmu keislaman disela-sela kegiatan utama mereka yaitu menuntaskan proyek pembangunan Rumah Sakit Indonesia di utara Gaza. Materi-materi yang diajarkan adalah ilmu tajwid, hukum-hukum membaca Al-Qur’an, bahasa Arab mulai dari teori dan praktek, serta hadits seputar bumi Syam.
Untuk awal pembelajaran, para relawan akan mulai belajar secara rutin setiap Selasa dan Sabtu yang dibimbing oleh Syeikh Syakir Ayman Auda, ulama Palestina yang kesehariannya bergelut dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sambil menunggu iftaar (waktu berbuka puasa) mereka akan menuntut ilmu-ilmu yang sudah dijadwalkan untuk dipelajari sebelumnya.
Seperti halnya para relawan yang bekerja membangun rumah sakit secara sukarela. para pengajar yang di antaranya merupakan dosen Universitas Islam Gaza (UIG) juga mengajar mereka secara sukarela. Bukti bahwa Islam yang rahmatan lil ‘alamiin, saling memberi dan mengasihi hanya karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tanpa pamrih dan saling meridhai.
Kegiatan ini bertujuan agar para relawan bisa memanfaatkan waktu mereka secara maksimal di samping tugas utama mereka dalam menyelesaikan rumah sakit. Selain itu, kegiatan yang dilakukan di dalam salah satu ruangan bangunan rumah sakit itu juga dimaksudkan untuk menghilangkan rasa bosan yang mungkin saja menimpa para relawan karena jauh dari sanak dan keluarga mereka untuk berkhidmah kepada saudara-saudara mereka di Jalur Gaza Palestina.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Dalam upaya terbarunya menyelesaikan amanah saudara muslim Indonesia, 15 relawan MER-C telah sampai ke Jalur Gaza pada 29 Juni 2014 setelah menempuh perjalanan panjang melalui Mesir. Rencananya para relawan tersebut akan berada di Jalur Gaza yang diblokade untuk menuntaskan proyek pembangunan rumah sakit Indonesia yang ditargetkan selesai pada Desember 2014 ini.
MER-C sebagai organisasi kemanusiaan internasional berasaskan pada Islam yang rahmatan lil alamin, dan meyakini bahwa jalan kemanusiaan bisa menyatukan dan mempererat silaturahim sesama Muslim di seluruh dunia yang hingga kini masih terpecah belah oleh berbagai kepentingan.
Setidaknya di Gaza telah berdiri juga rumah sakit bantuan masyarakat Uni Eropa, yang pembangunan hingga operasionalnya hanya memerlukan waktu sekitar dua tahun. Rumah sakit itu kini oleh pemerintah setempat dikelola sebagai rumah sakit umum.
Lepas dari kesan lambat di atas, berbeda dengan pembangunan yang dilakukan donatur dari negara-negara Timur Tengah dan Uni Eropa, Rumah Sakit Indonesia memiliki nilai lain bagi masyarakat Gaza di sana.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Warga Gaza mengetahui rumah sakit ini benar-benar dibangun dari sumbangan masyarakat Indonesia dan mungkin tanpa sepeser pun dana dari Pemerintah Indonesia (people to people).
Dengan pendanaan semacam itu, rumah sakit tersebut akan menjadi monumen tali silaturahim dan persahabatan antara masyarakat Indonesia dan Palestina, khususnya yang tinggal di Gaza.
Salah satu orang yang banyak terlibat dalam pembangunan awal Rumah Sakit adalah mantan Menteri Kesehatan Gaza Almarhum Dr. Mufid al-Mukhallalati yang meninggal pada 23 Juni 2014. Dalam beberapa kesempatan, al-Mukhallalati sering menyampaikan rasa terima kasih kepada rakyat Indonesia yang selalu berdiri mendampingi rakyat Palestina dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Almarhum juga berterima kasih atas hadiah berupa rumah sakit dari masyarakat Indonesia untuk masyarakat Palestina.
Ir. Faried Thalib, Ketua Divisi Konstruksi MER-C, mengatakan, pembangunan rumah sakit ini bisa juga dikatakan sebagai ungkapan rasa terima kasih rakyat Indonesia kepada rakyat Palestina, yang sejak awal mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia dari penjajahan silam.
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Pada 2012, MER-C memberangkatkan 27 relawan yang terdiri dari dokter, insinyur serta tenaga teknis ke Gaza yang pada saat itu, rumah sakit sudah memasuki tahap 2 berupa pekerjaan Arsitektur dan ME (Mechanical Electrical). Selain relawan, sejumlah awak media juga turut dalam perjalanan tim untuk meliput langsung kegiatan relawan dan program pembangunan RS Indonesia yang sudah dimulai sejak Mei 2011, sehingga total jumlah tim adalah 33 orang. Tim berangkat pada pukul 18.45 WIB dengan menggunakan maskapai penerbangan Etihad Airlines dan dijadwalkan tiba di Kairo pada hari Senin 22 Oktober 2012 pukul 02.45 waktu setempat.
Kini, pembangunan rumah sakit hampir selesai, para relawan bersiap pulang jika semua sudah rampung dan akan membawa oleh-oleh yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidup. Pengalaman adalah sebaik-baik guru, mereka akan kembali setelah belajar langsung dari guru yang sekian tahun dibombardir oleh penjajah namun masih hidup karena umatnya menghidupkan al-Qur’an di dalamnya.(L/K01/K03/P03/P02)
*Husein adalah koresponden Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Jalur Gaza yang juga tengah menyelesaikan Sarjana Satu (S1) di Universitas Islam Gaza (UIG)
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel