Jakarta, MINA – Relawan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Farid Zanzabil Al-Ayubi, menceritakan kisah dan pengalamannya setelah berhasil dievakuasi dari jalur Gaza usai melaksanakan tugas kemanusiaan selama empat tahun di Rumah Sakit (RS) Indonesia di utara Gaza, Palestina.
Dia menyampaikan, RS Indonesia menjadi tumpuan utama bagi korban rakyat Palestina untuk mendapatkan penanganan darurat dan mengungsi akibat gempuran serangan selama agresi militer Zionis Israel.
“Saat peperangan dimulai, semua orang (warga Gaza) mulai pada mengungsi di daerah RS Indonesia, itu sekitar kurang lebih 20 ribu pengungsi. RS Indonesia juga berdekatan dengan dua sekolah yang dimiliki PBB dan pemerintah. Banyak sekali korban yang dibawa ke RS Indonesia,” kata Farid dalam temu media di Kantor Pusat MER-C Jakarta, Rabu (13/12).
Dia mengatakann, RS yang dibangun di atas tanah wakaf dari Pemerintah Palestina seluas 16.261 meter persegi (m2) di Bayt Lahiya, Gaza Utara ini kewalahan menampung korban agresi yang begitu banyak, terlebih lagi wilayah Gaza utara yang berbatasan langsung dengan Israel.
Baca Juga: Israel kembali Serang RS Kamal Adwan, Sejumlah Fasilitas Hancur
RS Indonesia menjadi rumah sakit terbesar kedua di Gaza dan terbesar di utara Gaza, dibangun pertama kali pada Mei 2011 dari sumbangan masyarakat Indonesia secara penuh yang digalang oleh MER-C dan dibangun oleh relawan-relawan dari jaringan Pondok Pesantren Al-Fatah.
Dia juga menceritakan bagaimana RS Indonesia yang berada wilayah perang di Gaza menjadi sasaran bombardir Zionis Israel yang juga menyasar fasilitas-fasilitas kesehatan.
Farid mengatakan, RS Indonesia saat ini sedang tidak beroperasi karena kondisinya yang rusak berat akibat serangan brutal militer Israel. Sementara sampai saat ini wilayah Gaza Utara belum bisa diakses dengan mudah setelah diserang tentara Israel. Bahkan Israel sebagai penjajah, melarang warga Palestina yang mengungsi ke Gaza Selatan dan Gaza Tengah kembali ke Gaza Utara.
“Saat kami dievakuasi dari RS Indonesia menuju ke selatan Gaza, kami harus melewati pemeriksaan di checkpoint militer Israel di Gaza tengah. Alhamdulillah, kami lolos dari pemeriksaan,” pungkasnya.
Baca Juga: RSF: Israel Bunuh Sepertiga Jurnalis selama 2024
Ketua Presidiun MER-C, Sarbini Abdul Murad menyampaikan kembalinya Farid ke tanah air menjadi saksi sejarah serta pemicu dan penyemangat kita untuk terus membantu rakyat Palestina di Gaza, terutama bersemangat untuk membangun kembali RS Indonesia sebagai aset bangsa.
Dia juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia dan berbagai pihak yang telah membantu evakuasi relawan MER-C.
“Kami mengapresiasi pemerintah dalam hal ini Kemlu RI yang telah berupaya maksimal untuk bisa mengevakuasi relawan kami,” ujarnya.
Selain itu, Sarbini meminta doa kepada seluruh rakyat Indonesia bagi dua relawan MER-C, yakni Fikri Rofiul Haq danReza Aldilla Kurniawan, yang masih bertahan di Gaza Selatan, agar selamat dan sehat, dapat melakukan aktivitas kemanusiaan bagi para korban warga Gaza yang sampai saat ini masih menderita akibat agresi Zionis Israel.
Baca Juga: Al-Qassam Sita Tiga Drone Israel
Farid adalah satu dari tiga relawan MER-C yang sejak awal memutuskan untuk tetap tinggal di Gaza selama empat tahun belakangan. Namun dalam perkembangannya, Farid harus kembali ke tanah air.
Farid, pemuda yang pernah mengenyam pendidikan di Ponpes Al-Fatah Cileungsi tersebut sebelumnya berhasil dievakuasi oleh Tim KBRI Kairo dari Gaza menuju Mesir dan tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (12/12) malam.
Selama berlangsungnya jeda kemanusiaan, perbatasan Rafah juga tidak selalu terbuka untuk arus keluar karena prioritas diberikan bagi arus masuk bantuan kemanusiaan.
Sejak Rumah Sakit Indonesia tidak beroperasi, Farid beserta dua relawan MER-C lainnya berada di Gaza Selatan.(L/R1/P1)
Baca Juga: Parlemen Inggris Desak Pemerintah Segera Beri Visa Medis untuk Anak-Anak Gaza
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Paus Fransiskus Terima Kunjungan Presiden Palestina di Vatikan