KHUTBAH IDUL ADHA 1436: RELEVANSI HAJI, QURBAN DAN KESATUAN UMAT DALAM MENGATASI KRISIS UMAT

Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur. Photo By : Hadis/MINA

Oleh: Imaamul Drs. Yakhsyallah Mansur,MA.

بسم الله الرحمن الرحيم

اَلْحَمْدُ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ  وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّأَتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهِ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اَللّهُمَ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَمَنْ وَلاَهُ وَ مَنِ اتَّبَعَهُ. أَمَّا بَعْدُ

اللهُ أكْبَرُ  الله أكبر  وَللهِ  الْحَمْدُ…..

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Hari ini manusia muslim di seluruh penjuru bumi mengumandangkan takbir dan tahmid mengagungkan asma Allah, Rabb yang sangat mengasihi dan menyayangi mereka. Rabb yang dengan sifat keagungan-Nya selalu menjaga mereka dari marabahaya. Rabb yang dengan sifat keperkasaan-Nya melindungi mereka dari musuh-musuh yang hendak membinasakan mereka. Rabb yang dengan sifat kedermawanan-Nya akan mengabulkan setiap doa yang dipanjatkan kepada-Nya. Rabb yang mempertautkan hati manusia yang konsisten terhadap syariat-Nya. Oleh karena itu hanya Dia yang patut disembah dan diagungkan dan berbahagialah manusia yang mengakui Dia sebagai Rabbnya.

Hari ini sebagian manusia muslim sedang melaksanakan ibadah mengunjungi Baitullah sebagai salah satu wujud kecintaan mereka kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedang sebagian yang lain sebentar lagi akan melaksanakan ibadah kurban sebagai salah satu wujud kepedulian kepada sesamanya.

Kedua ibadah ini berasal dari Bapak Monotheisme, Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam sosok pribadi yang memiliki perjalanan hidup yang penuh teladan bagi manusia yang ingin menghambakan diri secara penuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (الممتحنة: ٤)

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, “ (QS. Al-Mumtahanah: 4)

Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam adalah manusia yang menemukan Tuhan dalam arti yang sebenarnya, yaitu Tuhan yang satu, yang bersifat universal bukan sekedar Tuhan suku atau golongan manusia tertentu tetapi Tuhan seru sekalian alam, Tuhan sebelum dan sesudah manusia tercipta di alam raya ini. Inilah yang kemudian dikenal dengan prinsip keyakinan tauhid yaitu keyakinan akan keesaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena Tuhan mereka satu maka sebetulnya mereka adalah umat yang satu yang tidak dapat dipecah-belah oleh situasi dan kondisi apapun.

Praktek-praktek ibadah haji dan kurban pada hakekatnya merupakan penegasan prinsip tauhid yang dianut dan diajarkan oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam tersebut. Oleh karena itu, ibadah haji dan kurban akan hilang essensinya apabila tidak dikaitkan dengan prinsip Tauhid yang melahirkan kesatuan umat.

اللهُ أكْبَرُ  الله أكبر  وَللهِ  الْحَمْدُ…..

Maasyiral Muslimin rahimakumullah,

Marilah kita renungkan keterkaitan ibadah haji dan kurban ini, dengan kesatuan umat yang sekarang sedang dalam kondisi memprihatinkan.

Haji dan Kesatuan Umat

Islam adalah agama yang sangat menekankan kesatuan. Al-Qur’an dengan jelas menyatakan bahwa kaum muslimin adalah satu umat bukan bermacam-macam umat (al-umam). Ketika menyebut umat Islam, Alah selalu menggunakan kalimat tunggal (mufrad) bukan kalimat yang bermakna banyak (jamak). Hal ini tampak dari beberapa ayat di bawah ini:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا (البقرة: ١٤۳)

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu….” (QS. Al-Baqarah: 143)

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ (ال عمران: ١١۰)

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. …” (QS. Ali ‘Imran: 110)

إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ (الأنبياء: ۹٢)

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiyaa’: 92)

وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ (المؤمنون: ٥٢)

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.” (QS. Al-Mu’minun: 52)

Dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan tegas memerintahkan agar umat Islam memelihara kesatuan dan melarang berpecah-belah:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ ءَايَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (ال عمران: ١۰۳)

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali ‘Imran: 103)

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibn Katsir menukilkan hadits riwayat Muslim:

اَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ (رواه مسلم)

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sungguh Allah ridla kepada kalian tiga perkara dan benci kepada kalian tiga perkara. Ridla kepada kalian apabila kalian memperibadatinya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu, berpegang teguh kepada tali Allah seraya berjama’ah dan tidak berpecah-belah, kalian menasehati orang yang diserahi oleh Allah untuk mengurus urusan kalian. Dia benci kepada kalian tiga perkara: berbicara tanpa dasar, menghambur-hamburkan harta, dan banyak bertanya.” (HR. Muslim)

Selanjutnya Ibn Katsir menyatakan bahwa ayat ini memerintahkan umat Islam berjama’ah (bersatu dan bersama-sama) dan melarang mereka berfirqah-firqah (berpecah-belah)

Sejatinya umat Islam adalah umat yang satu, mengingat Rabb mereka satu; Rasul yang diutus kepada mereka satu; Kiblat mereka satu; Pedoman hidup mereka satu; Syiar-syiar agama mereka satu; syariat mereka satu; dan Imam mereka satu.

Ibadah haji dikumandangkan Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam sekitar 3600 tahun yang lalu. Sesudah masa beliau, praktek-prakteknya sedikit atau banyak telah mengalami perubahan, kemudian diluruskan kembali oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Salah satu yang diluruskan itu adalah praktek ritual yang bertentangan dengan nilai kesatuan dan kebersamaan. Al-Qur’an menegur sekelompok manusia yang dikenal dengan nama “al-hummas” yang merasa memiliki keistimewaan sehingga enggan bersatu dengan orang banyak dalam melakukan wuquf. Mereka wuquf di Mudzalifah sedang orang banyak di Arafah. Pemisahan diri yang dilatarbelakangi oleh perasaan dicegah oleh al-Qur’an dan turunlah firman Allah:

ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (البقرة: ١۹۹)

“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (`Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 199)

Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Seluruh syariat yang dipraktekkan dalam pelaksanaan ibadah haji, baik dalam bentuk ritual atau non ritualnya, dalam bentuk kewajiban atau larangannya dan dalam bentuk nyata atau simboliknya, semua akhirnya bermuara kepada ajaran tentang pentingnya kesatuan dan kebersamaan.

Di bawah ini dikemukakan sepintas beberapa praktek amaliah haji dan hubungannya dengan ajaran tersebut:

  1. Ibadah haji dimulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram yang sama, berupa dua helai pakaian berwarna putih sebagaimana yang akan membalut tubuh ketika mengakhiri perjalanan hidup di dunia ini.

Tidak dapat disangkal bahwa pakaian menurut kenyataannya berfungsi antara lain untuk membedakan antara seseorang atau kelompok dengan lainnya. Perbedaan itu dapat membawa perbedaan status sosial, ekonomi, atau profesi. Pakaian juga dapat memberi pengaruh psikologis kepada pemakainya. Untuk itulah, haji diperintahkan menanggalkan pakaian keseharian mereka dan menggantinya dengan pakaian yang sama agar pengaruh psikologis yang negatif dari pakaian dapat ditanggalkan sehingga semua merasakan dalam satu kesatuan dan persamaan.

  1. Ka’bah yang mereka kunjungi mengandung pelajaran yang amat berharga bagi terwujudnya kesatuan dan kebersamaan. Dari berbagai penjuru, para hujjaj datang mengunjungi satu titik yang sama dan melakukan bentuk peribadatan berupa thawaf dengan aktifitas yang sama. Hal ini mengingatkan agar setiap muslim memiliki tujuan hidup yang sama dan dalam setiap melakukan aktifitas selalu mengedepankan persamaan dan menghindarkan perbedaan. Di Ka’bah ini Isma’il putra Ibrahim ‘Alaihi Salam berada dalam pangkuan ibunya yang bernama Hajar, seorang wanita hitam, miskin bahkan budak, yang konon kuburannya berada di dekat Ka’bah di tempat yang sekarang disebut Hijr Isma’il. Namun demikian, budak wanita ini ditempatkan oleh Allah di rumah-Nya untuk memberi pelajaran bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala memandang manusia itu sama. Yang membedakan mereka di sisi Allah hanya taqwanya. Apabila Allah tidak membedakan status manusia, mengapa kita harus membedakan mereka? Disini sekali lagi kita mendapatkan pelajaran tentang persamaan diantara manusia.
  2. Setelah melakukan thawaf yang menjadikan pelakunya larut dan berbaur bersama manusia yang lain, serta memberi nuansa kebersamaan menuju satu tujuan yang sama yakni mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, dilakukanlah sa’i.

Sa’i, yang arti harfiahnya usaha, dimulai dari bukit Shafa yang berarti kesucian dan ketegaran dan diakhiri di Marwa yang berarti ideal manusia, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan orang lain. Inilah nilai-nilai kehidupan yang apabila diterapkan akan mewujudkan kesatuan dan kebersamaan. Dalam realitas pergaulan manusia, kita memang dituntut berusaha sesuai dengan profesi kita masing-masing. Agar usaha kita tidak menimbulkan persaingan yang berdampak kepada perpecahan, maka usaha yang kita lakukan harus sesuai dengan tuntunan Allah dan dimulai dengan niat yang suci serta dilandasi dengan prinsip saling menghargai diantara manusia.

  1. Di Arafah, padang yang luas lagi gersang itu, seluruh jamaah haji wuquf (berhenti) sampai terbenamnya matahari. Disinilah seharusnya setiap pribadi menemukan ma’rifah (pengetahuan) tentang jatidirinya bahwa mereka masing-masing adalah bagian dari satu umat yang tidak dapat dipisahkan dalam segala situasi dan kondisi bahkan dalam saat yang paling menderita sekalipun seperti kondisi di padang Mahsyar.

Arafah adalah miniatur padang Mahsyar, terminal akhir perjalanan manusia sebelum ditentukan nasibnya, apakah dia akan ke surga atau ke neraka. Disinilah manusia akan diadili oleh Allah dengan seadil-adilnya. Oleh karena itu, apabila terjadi perselisihan, janganlah merasa diri paling benar selama yang diperselisihkan bukan hal-hal yang qath’i yang sudah dipastikan kebenarannya oleh Allah dan Rasul-Nya. Di Arafah ini hendaknya manusia menyadari pula bahwa apapun perbedaan yang terjadi diantara mereka akhirnya mereka akan bersatu kembali di padang Mahsyar di bawah keagungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, satu-satunya Dzat yang mampu menyatukan segala perbedaan. Kesadaran inilah yang akan mengantarkan manusia menjadi arif (memahami) diri sendiri dan orang lain.

Menurut Ibn Sina, apabila kearifan telah menghiasi diri seseorang, maka dia akan “Selalu gembira, banyak senyum karena hatinya telah gembira sejak ia mengenal Allah Subhanhu Wa Ta’ala. Dimana-mana ia melihat satu saja, melihat Allah yang Mahasuci. Semua makhluk dipandangnya sama. Ia tidak mengintip-ngintip atau mencari-cari kesalahan orang. Ia tidak akan cepat tersinggung walau melihat yang mungkar sekalipun (namun bukan berarti tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungan). Karena jiwanya telah diliputi oleh rahmat dan kasih sayang.”

Di Arafah inilah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan pada Haji Wada’ yang intinya menekankan:

  • Persamaan diantara manusia
  • Keharusan memelihara jiwa, harta dan kehormatan orang lain
  • Larangan melakukan penindasan atau pemerasan terhadap kaum lemah baik di bidang ekonomi, maupun bidang-bidang lain.
  1. Dari Arafah, para jamaah haji menuju Mudzalifah untuk mengumpulkan batu di malam hari dalam rangka melempar jumrah di Mina. Mereka melemparkan batu pada titik yang sama secara bersama-sama pada waktu yang sama dengan cara yang sama. Batu dikumpulkan di tengah malam sebagai lambang bahwa musuh tidak boleh mengetahui siasat dan senjata kita. Melempar batu pada titik yang sama secara bersama-sama pada waktu yang sama dan dengan cara yang sama merupakan pengajaran bahwa umat Islam dalam menghadapi musuh, mereka harus bekerja sama. Apabila mereka menghadapi musuh sendiri-sendiri bahkan saling berselisih, jangan diharap mereka dapat menang.

اللهُ أكْبَرُ  الله أكبر  وَللهِ  الْحَمْدُ…..

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Kurban dan Kesatuan Umat

Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam hadir di pentas kehidupan pada suatu masa persimpangan menyangkut tentang pandangan manusia tentang boleh tidaknya manusia dikurbankan sebagai persembahan kepada Tuhan. Satu pihak membolehkannya dan pihak lain tidak membolehkan, karena manusia terlalu mulia untuk tujuan tersebut. Melalui Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam secara amaliah dan tegas larangan itu dikukuhkan. Bukan karena manusia terlalu tinggi nilainya sehingga tidak wajar dikurbankan, tetapi karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Putranya Ismail yang semata wayang dan sangat dikasihi diperintahkan Allah untuk dikurbankan, sebagai pertanda bahwa apapun, apabila panggilan Allah datang, semuanya wajar dikorbankan. Setelah perintah tersebut dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh ayah dan anak, Allah dengan kekuasaan-Nya menghalangi penyembelihan tersebut dan menggantinya dengan domba sebagai pertanda bahwa hanya karena kasih sayang Allah kepada manusia, praktek pengurbanan manusia itu tidak diperkenankan.

Peristiwa dramatis yang menjebol naluri kemanusiaan akan teladan agung tentang kurban ini, dikisahkan dengan indah dalam rangkaian ayat-ayat berikut ini:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ(١۰۰)فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ(١۰١)فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ(١۰٢)فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ(١۰۳)وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ(١۰٤)قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ(١۰٥)إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ(١۰۶)وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ(١۰۷)وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ(١۰۸)سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ(١۰۹)كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ(١١۰)

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Shaffaat: 100-110)

Ketika Ibrahim ‘Alaihi Salam akan melaksanakan perintah penyembelihan ini dan mata pisau siap menebas leher Ismail, Allah memanggilnya, ‘Hai Ibrahim, engkau telah melaksanakan mimpi itu.” Kemudian Ismail ditebus dengan domba yang besar.

Inilah asal mula ibadah kurban yang dilestarikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan umatnya sampai saat ini.

اللهُ أكْبَرُ  الله أكبر  وَللهِ  الْحَمْدُ…..

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Ismail memang utuh. Yang terbunuh oleh Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam adalah kecintaan kepada satu-satunya anak yang dimiliki. Kecintaan kepada duniawi terpenggal oleh tajamnya kepasrahan diri kepada Allah. Inilah teladan luhur yang mengajarkan pada manusia untuk rela melepas apa yang sejatinya milik Allah. Keikhlasan untuk berkurban membantu sesamanya dan menolong yang lemah serta mengangkat yang menderita.

Pengurbanan sesungguhnya adalah fitrah manusia. Kehadiran manusia di dunia adalah pengurbanan yang luar biasa besar. Bayi yang begitu lemah dan tidak mandiri meninggalkan rahim ibu dengan segala fasilitasnya. Termasuk pula putus hubungan dengan placenta satu-satunya pipa logistik yang memasok kebutuhan pangan untuknya. Padahal taruhan lahir ke dunia sangat berat. Ibunya, ladang kehidupan selama dalam kandungan dan di dunia nanti mungkin harus mati demi kelahirannya. Disini tampak bahwa pengurbanan adalah sifat dasar manusia. Kelahirannya ke dunia adalah pengurbanan antara dirinya dan ibunya. Oleh karena itu, Mahabenar Allah yang mensyariatkan kurban kepada umat manusia.

Dalam ibadah kurban, hewan adalah simbol duniawi. Makna di balik ibadah kurban adalah perintah Allah untuk membuang jauh-jauh sifat egoisme, sikap mementingkan diri sendiri dan sikap rakus kepada harta atau kedudukan. Sikap inilah yang menjadi penghambat terwujudnya kesatuan. Oleh karena itu, sikap-sikap ini harus kita buang jauh-jauh apabila kita menginginkan terwujudnya kesatuan umat Islam.

Kurban adalah fenomena ibadah yang menolak segala bentuk kerakusan kepada dunia yang akan melanggar hak orang lain terutama orang-orang yang lemah yang akan mengakibatkan permusuhan diantara manusia. Oleh karena itu, kurban sebenarnya adalah wahana pendidikan rohani yang meniscayakan pentingnya persaudaraan (ukhuwwah) diantara manusia. Perintah kurban kepada orang kaya dan membagikan dagingnya untuk orang miskin merupakan pelajaran penting bahwa Islam menganjurkan kepada umatnya agar memperhatikan kepentingan orang lain, terutama orang-orang yang kekurangan. Melalui syariat kurban, Allah berpesan bahwa manusia akan dapat bertaqarrub (mendekatkan) diri kepada Allah dengan mendekati saudara-saudara kita yang serba kekurangan.

Orang-orang yang memiliki sikap seperti ini akan menjadi makhluk yang sangat dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebaliknya, orang-orang yang selalu menjauhkan sesama muslim bahkan membuat perpecahan diantara mereka akan menjadi orang yang paling dibenci oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

إِنَّ أَحَبَّكُمْ اِلَى اللهِ اَلَّذِينَ يَأْْلِفُونَ وَيُؤْلَفُونَ وَإِنَّ أَغْضَبَكُمْ اِلىَ اللهِ اَلْمَشَاءُونَ بِالنَمِيمَةِ اَلْمُفَرِّقُوْنَ بَيْنَ الْإِخْوَان (رواه الطبرانى)

“Sesungguhnya yang paling dicintai oleh Allah diantara kamu adalah orang yang mampu menyesuaikan diri dan diterima penyesuaian dirinya. Sedangkan yang paling dimurkai oleh Allah diantara kamu adalah orang yang berjalan untuk mengadu domba dan memecah-belah diantara saudara.” (HR. Al-Thabrani)

Apabila kita mampu mengimplementasikan makna ibadah kurban secara lebih mendalam dalam kehidupan sehari-hari maka kita menyadari bahwa kurban bukan sekedar membagi-bagikan daging kepada orang-orang miskin tetapi kurban sebenarnya merupakan salah satu sarana sangat penting untuk mewujudkan kesatuan dan kebersamaan diantara umat Islam.

Dengan terwujudnya kesatuan dan kebersamaan diantara umat Islam maka insya Allah, berbagai bencana dan krisis yang datang silih berganti akhir-akhir ini akan teratasi. Mengingat terjadinya berbagai bencana dan krisis tersebut antara lain adalah akibat umat Islam tidak dapat menjaga persatuan dan kebersamaan sebagaimana firman Allah:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ (الانفال: ۷۳)

“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.“ (QS. Al-Anfaal: 73)

Menurut para ahli tafsir, yang dimaksud dengan “apa yang diperintahkan Allah itu” adalah keharusan adanya kesatuan dan kebersamaan diantara kaum muslimin.

اللهُ أكْبَرُ  الله أكبر  وَللهِ  الْحَمْدُ…..

Marilah kita sejenak menundukkan kepala, memohon dan berdo’a kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala.

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا  يُوَا فِيْ  نِعَمَهُ  وَيُكَافِئُ  مَزِيْدَهُ   يَارَبَّنَا لَكَ  اْلحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِىْ  ِلجَلاَلِ وَجْهِكَ  الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ  اللَّهُمَّ لَكَ  اْلحَمْدُ كُلُّهُ وَلَكَ الشُّكْرُ كُلُّهُ  وَإِلَيْكَ يُرْجَعُ اْلأَمْرُ كُلُّهُ  اللَّهُمَّ لَكَ اْلحَمْدُ بِاْلإِيْمَانِ وَلَكَ اْلحَمْدُ بِاْلإِسْلاَمِ وَلَكَ اْلحَمْدُ بِالْقُرْأَنِ وَلَكَ اْلحَمْدُ بِالْمَالِ وَاْلاَهْلِ وَاْلمُعَافَةِ   أَللَّهُمَّ لَكَ اْلحَمْدُ حَتَّى تَرْضَى وَلَكَ  اْلحَمْدُ إِذَا رَضِيْتَ وَلَكَ  اْلحَمْدُ بَعْدَ الرِّضَى  أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ  وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

  • Ya Allah Yang Maha Pemalu… Yang takkan membiarkan para hamba mengangkat kedua tangan mereka lalu menurunkannya lagi dalam doá, tanpa mengabulkan doá tersebut…
  • Ya Allah ya Robbana, di pagi hari ini kami- para hamba-Mu dengan warna kulit berbeda, latarbelakang serta karakter yang tidak sama-, bersimpuh di hadapan-Mu, mengakui segala kelalaian dan kesalahan kami, kami ruku’ untuk mengharap ma’af-Mu, kami sujud kepada-Mu untuk memohon ampunan dan ridlo-Mu. Ya Rabb tidak ada yang mampu mengampuni dosa-dosa kami yang banyak, tidak ada yang bisa memaafkan kesalahan-kesalahan kami yang tak terhitung kecuali Engkau ya Ghaffur.
  • Ya Allah ya Rahman ya Rahim… Jelas kemurahan-Mu terhadap orang-orang yang ta’at maupun pendurhaka. Kepada orang-orang ta’at Engkau beri pahala berlipat ganda, padahal tiada berjasa.
  • Pahala besar Engkau berikan kepada orang-orang ta’at untuk amal tak berarti, justru di kala ia masih banyak berhutang karena karunia-Mu melimpah ruah.
  • Orang-orang durhaka tiada Kau balas serta merta, Kau beri dia tempo untuk taubat dan kembali ta’at. Siapa gerangan lebih pemurah dari Engkau?
  • Ya Allah, jayakanlah Jama’ah Muslimin (Hizbullah) dan Imaamnya, porak porandakanlah musuh-musuh kami juga musuh-musuh-Mu. Sesungguh-nya Engkau Maha Gagah lagi Maha Perkasa.
  • Ya Allah tolonglah saudara-saudara kami muslimin di Palestina, di Afganistan, di Iraq, di Sudan, di di Rohingya, di Moro dan Patani Serta kuatkanlah pengikut Muhammad di seluruh tempat di muka bumi ini, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu…
  • Ya Allah Yang Maha Pengasih di antara yang pengasih, kasihilah kami saat kami terbujur kaku, di saat kain putih telah membungkus dan mengikat kami, saat tempat tidur dan bantal kami terbuat dari tanah, saat istri-istri kami menjadi janda atau suami-suami kami menjadi duda, saat anak-anak kami menjadi yatim, saat orang-orang yang kami cintai matanya berkaca-kaca, saaat saudara-saudara kami meneteskan air mata kesedihan dan kepiluan….
  • Ya Allah, terimalah ibadah kami, ruku’ kami, sujud kami, shaum kami, zakat kami, Kurban kami, haji kami dan segala amal shalih kami lainnya, sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha berterimakasih…

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَ  وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِى يُبَلِّغُنَا حُبَّكَ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ اْلهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَاْلغِنَى، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَاتِكَ وَ النَّارِ، اَللَّهُمَّ اجْعَلِ الْقُرْآنَ الْعَظِيْمَ شَفِيْعَنَا وَحُجَّةً لَنَا لاَ حُجَّةً عَلَيْنَا. رَبَّنَا آتِنَا فِىْ الد ُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى ْالآخِرَةِ حَسَنَةً وَقـِنَا عَذابَ النَّارِ. وَ أَدْخِلْنَا ألْجَنَّةَ مَع اْلأَبْرَارِ يَاعَـزِيْزٌ يَا غـَفَّارٌ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، وَصلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ.

(L/R04/R03)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.