Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Remaja dan Kesehatan Mental, Tantangan di Era Digital

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 25 detik yang lalu

25 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

ERA DIGITAL telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia, termasuk di kalangan remaja. Penggunaan teknologi informasi dan media sosial telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari keseharian mereka. Meskipun membawa banyak manfaat, kemajuan ini juga memunculkan tantangan baru terhadap kesehatan mental remaja. Beberapa penelitian mengindikasikan adanya korelasi antara intensitas penggunaan media digital dengan peningkatan gejala gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, dan stres sosial.

Masa remaja merupakan fase perkembangan yang kompleks, ditandai dengan pencarian jati diri, peningkatan kebutuhan akan penerimaan sosial, dan perubahan hormonal yang signifikan. Remaja sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan, termasuk pengaruh dari dunia digital. Menurut Erikson, tantangan utama remaja adalah pembentukan identitas versus kebingungan peran. Dalam konteks digital, proses ini seringkali dipengaruhi oleh persepsi terhadap standar sosial media.

Studi dari American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan perasaan rendah diri, kecemasan sosial, dan isolasi. Remaja yang terlalu sering membandingkan dirinya dengan orang lain di media sosial cenderung mengalami body dissatisfaction dan rendahnya self-esteem. Terlebih lagi, cyberbullying menjadi bentuk kekerasan emosional yang sangat memengaruhi kondisi psikologis remaja.

Selain tekanan sosial, remaja juga terpapar konten yang tidak layak, berita palsu, serta informasi yang memicu ketakutan atau kecemasan. Tanpa filter kognitif yang matang, remaja mudah mempercayai dan menyebarkan informasi yang belum tentu valid. Hal ini tidak hanya membentuk pemahaman yang keliru, tetapi juga dapat memicu paranoia, delusi sosial, hingga trauma psikologis berkepanjangan.

Baca Juga: Mental Health Awareness: Mengapa Kita Harus Peduli?

Kecanduan gawai atau internet (internet addiction disorder) telah menjadi salah satu fenomena yang banyak ditemukan di kalangan remaja. Berdasarkan penelitian dari WHO (2023), penggunaan internet lebih dari 6 jam per hari dapat berdampak pada disregulasi emosi, sulit tidur, dan penurunan fungsi akademik. Gejala kecanduan ini ditandai dengan rasa cemas berlebihan jika tidak bisa mengakses internet, serta perubahan mood yang drastis.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa waktu layar (screen time) yang terkontrol dan penggunaan media digital untuk aktivitas positif, seperti belajar atau berkreasi, dapat berdampak baik terhadap kesehatan mental. Oleh karena itu, yang dibutuhkan bukanlah larangan total terhadap teknologi, melainkan pengelolaan yang bijak dan edukatif. Keterampilan literasi digital menjadi penting agar remaja dapat memilah dan memanfaatkan konten secara sehat.

Keluarga memiliki peran vital dalam menjaga kesehatan mental remaja. Kualitas komunikasi antara orang tua dan anak sangat menentukan dalam mendeteksi dini gangguan psikologis. Studi dari Journal of Adolescent Health menyebutkan bahwa remaja yang memiliki hubungan emosional kuat dengan keluarga cenderung lebih resilien terhadap tekanan digital dan lingkungan sosial. Keterlibatan aktif orang tua dalam aktivitas digital anak juga menjadi proteksi penting.

Sekolah juga dapat menjadi tempat strategis dalam membangun ketahanan mental remaja. Program bimbingan konseling, pelatihan literasi digital, serta ruang diskusi terbuka dapat membantu remaja mengenali dan mengelola tekanan emosional. Selain itu, membangun budaya sekolah yang inklusif dan bebas bullying sangat penting agar remaja merasa aman dan diterima.

Baca Juga: Self-Love, Bagaimana Menerima dan Mencintai Diri Sendiri

Literasi Emosional dan Mindfulness

Pendekatan intervensi seperti pelatihan emotional intelligence dan mindfulness terbukti efektif dalam membantu remaja mengelola stres dan kecemasan. Menurut hasil studi di Harvard Medical School, remaja yang rutin melakukan latihan mindfulness menunjukkan penurunan gejala depresi sebesar 30%. Literasi emosional mengajarkan remaja untuk mengenali perasaan mereka, mengekspresikannya secara sehat, dan merespons konflik dengan lebih bijak.

Sayangnya, masih banyak remaja yang mengalami hambatan dalam mengakses layanan kesehatan mental karena stigma, kurangnya informasi, atau keterbatasan fasilitas. Padahal, deteksi dan penanganan dini sangat penting untuk mencegah gangguan berkembang menjadi kronis. Upaya integrasi layanan psikologis di sekolah, klinik remaja, dan platform digital menjadi langkah strategis dalam meningkatkan jangkauan bantuan.

Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan kebijakan perlindungan remaja di dunia digital, termasuk pengawasan konten, edukasi digital, dan perluasan akses kesehatan mental. Kebijakan ini harus bersifat holistik dan partisipatif, melibatkan keluarga, sekolah, komunitas, dan dunia usaha. Kampanye publik untuk menghapus stigma terhadap gangguan mental juga menjadi bagian penting dari solusi.

Baca Juga: Dampak Media Sosial terhadap Kesehatan Mental

Meski tantangan kesehatan mental di era digital sangat kompleks, era ini juga menyediakan peluang besar untuk inovasi layanan psikologis berbasis teknologi, seperti aplikasi konsultasi daring, terapi digital, dan platform peer support. Teknologi seharusnya menjadi alat pemberdayaan, bukan beban tambahan. Oleh karena itu, penting untuk mengedepankan pendekatan yang humanis dan kolaboratif.

Remaja merupakan kelompok yang paling dinamis dan rentan dalam menghadapi transformasi digital. Kesehatan mental mereka harus menjadi perhatian utama berbagai pihak. Penggunaan teknologi yang bijak, dukungan keluarga dan sekolah, peningkatan literasi emosional, serta penyediaan layanan kesehatan mental yang inklusif merupakan langkah-langkah penting dalam menjaga kesejahteraan psikologis remaja. Dengan pendekatan multidisipliner dan sinergis, tantangan ini dapat diubah menjadi peluang untuk menciptakan generasi digital yang sehat secara mental.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: 13 Manfaat Touge Bagi Kesehatan Pria Wanita

Rekomendasi untuk Anda