Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rendah Hati di Zaman yang Mengagungkan Eksistensi

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 1 jam yang lalu

1 jam yang lalu

6 Views

Ilustrasi

DI TENGAH zaman yang bising dengan pencitraan, rendah hati tampak seperti suara lirih yang nyaris tak terdengar. Semua orang ingin terlihat, ingin diakui, ingin dipuji, bahkan oleh orang yang tak dikenalnya. Tapi sesungguhnya, nilai diri tak pernah lahir dari sorotan kamera, melainkan dari kejernihan hati. Ketika dunia memaksa kita tampil, rendah hati justru mengajarkan kita untuk menunduk dan bersyukur.

Rendah hati bukan berarti merasa kecil, melainkan sadar bahwa semua kebesaran datang dari Allah. Ia bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan batin yang luar biasa. Di zaman penuh pamer, rendah hati adalah bentuk keberanian. Berani menjadi tenang di tengah kegaduhan, berani menolak sorotan demi ketulusan.

Kita hidup di era di mana orang lebih sibuk membuktikan, bukan memperbaiki diri. Kita berlomba memamerkan pencapaian, tapi lupa memperbaiki keikhlasan. Padahal yang tersembunyi itu lebih mulia di sisi Allah daripada yang dipertontonkan. Rendah hati menjadikan amal kita rahasia antara kita dan Tuhan.

Rendah hati adalah pilihan jiwa-jiwa besar. Mereka tidak perlu membentangkan siapa dirinya karena amal dan akhlaknya sudah bersuara. Dunia boleh mengabaikan, tapi langit mengenal siapa yang hatinya bersih. Allah tidak menilai penampilan, tapi isi hati—dan di sanalah rendah hati bersinar.

Baca Juga: Belajar Memaafkan Meski Hati Belum Ikhlas

Di zaman eksistensi menjadi mata uang sosial, rendah hati terasa mahal harganya. Kita dihadapkan pada godaan untuk tampil, bahkan dalam kebaikan. Tapi siapa yang mampu menahan diri, justru ia meraih kemuliaan yang tak bisa dilihat oleh mata dunia. Karena yang tersembunyi di bumi bisa bersinar di langit.

Banyak orang mengejar pujian, padahal pujian bisa merusak keikhlasan. Kita lupa bahwa amal yang diterima bukan yang dipamerkan, tapi yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan penuh cinta. Rendah hati adalah pelindung hati dari kesombongan yang tersembunyi. Ia mengunci niat agar tetap lurus di jalan Allah.

Rasulullah SAW, manusia paling mulia, justru yang paling rendah hati. Padahal beliau punya segalanya untuk disombongkan. Tapi beliau memilih duduk bersama fakir miskin, menyapa anak kecil, dan menyeka air mata para janda. Jika beliau yang agung saja begitu merendah, pantaskah kita menyombongkan diri?

Orang yang rendah hati tak sibuk menyebut-nyebut jasanya. Ia biarkan Allah yang menilai dan membalas semuanya. Ia percaya bahwa kerendahan hati bukan merendahkan diri, melainkan meninggikan nilai hidup. Sementara dunia memuji kehebatan, ia sibuk menjaga kebeningan.

Baca Juga: Jangan Hanya Islam di KTP, Jadikan Islam di Hati

Dalam diamnya, orang yang rendah hati sedang membangun istana pahala. Tak ada yang tahu berapa banyak ia bersedekah, berapa lama ia shalat malam, atau berapa air mata yang tumpah dalam doanya. Ia menyimpan semua itu rapat-rapat, karena tahu bahwa Allah lebih menyukai hamba yang sembunyi dalam kebaikan.

Dunia ini hanya sementara, dan semua pengakuan manusia tak lebih dari fatamorgana. Apa yang kita cari dari sanjungan, kalau akhirnya kita dikuburkan sendirian? Rendah hati menyiapkan kita untuk kematian dengan lebih damai. Sebab ia mengikis ego dan menumbuhkan cinta kepada akhirat.

Jadilah seperti padi: makin berisi, makin menunduk. Jangan seperti ilalang yang kosong tapi selalu ingin terlihat tinggi. Keberkahan tak datang dari popularitas, tapi dari hati yang bersih dan jiwa yang tidak haus pengakuan. Dalam dunia yang sibuk pamer, jadilah pribadi yang sibuk memperbaiki diri.

Banyak orang hebat jatuh bukan karena kurang ilmu, tapi karena tak mampu menjaga hati dari kesombongan. Setan masuk dari celah keberhasilan yang tidak diiringi kerendahan hati. Maka, belajar merunduk adalah bentuk perlindungan diri dari kehancuran batin. Semakin tinggi ilmu dan prestasi, semakin harus kuat menundukkan hati.

Baca Juga: Ini Cara Islam Memberantas Judi Online di Kalangan Rakyat Kecil

Rendah hati juga membuka pintu cinta manusia. Orang yang rendah hati lebih mudah dicintai dan didengarkan. Ia tidak membanggakan diri, tapi menghadirkan kehangatan dan ketulusan. Ia tak perlu berkata banyak, cukup sikap dan tatapannya yang mengajarkan banyak hal.

Jangan takut tak terlihat oleh manusia, takutlah jika tak terlihat oleh Allah. Biarkan dunia tak mengenalmu, asal langit tahu siapa dirimu. Di zaman eksistensi, orang yang mampu menghilang dari sorotan adalah mereka yang benar-benar menginginkan wajah Allah. Dan itulah keikhlasan sejati.

Rendah hati bukan tren yang laku di media sosial, tapi ia adalah bekal abadi menuju surga. Saat dunia berlalu dan tubuh ditanam, hanya amal yang tersimpan rapat yang akan menyinari kubur. Maka jangan menukar kemurnian dengan popularitas sesaat. Tetaplah menunduk, karena Allah Maha Melihat segalanya.

“Rendah hatilah… karena di situlah letak kemuliaan yang sesungguhnya.”[]

Baca Juga: Al-Quds Gerbang Bumi Menuju Surga

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: 20 Tahun BDS, Konsisten Serukan Aksi Global Akhiri Apartheid Israel

Rekomendasi untuk Anda