Oleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Dewan Keamanan PBB di New York pada Selasa (14/4/2015), mengeluarkan Resolusi nomor 2216 tentang konflik di Yaman. Hasil pemungutan suara yang diikuti 15 negara anggota tetap dan anggota tidak tetap dari DK PBB adalah 14 negara setuju, 0 tidak setuju, dan satu negara abstain.
Rusia merupakan satu-satunya negara yang menyatakan abstain, tentu sesuai dengan sikap negara itu tentang konflik di Yaman, sementara 14 lainnya setuju. DK PBB saat ini terdiri dari 5 Anggota Tetap, yakni AS, Tiongkok (China), Inggris , Perancis, dan Rusia, serta 10 Anggota Tidak Tetap : Afrika Selatan, Azerbaijan, Guatemala, India, Jerman, Kolombia, Maroko, Pakistan, Portugal dan Togo.
Rancangan resolusi sebelumnya diajukan Yordania dan beberapa negara Teluk, kemudian terdapat perubahan pada beberapa bagian resolusi, terutama untuk menampung keberatan dari Rusia, tapi inioun belum memuaskan negara itu.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Resolusi meminta Houthi mengakhiri penggunaan kekerasan, menarik pasukan mereka dari semua bidang yang telah mereka sita, termasuk ibukota Shana’a, melepaskan semua senjata dan disita oleh pihak keamanan, termasuk sistem rudal, serta menghentikan semua tindakan eksklusif yang sebetulnya dalam kewenangan Pemerintah yang sah Yaman.
Resolusi juga menambahkan, semua pihak agar menahan diri dari setiap provokasi atau ancaman terhadap negara tetangga, termasuk penggunaan rudal-rudal permukaan serta penimbunan senjata di setiap wilayah yang berbatasan dari negara tetangga.
“Houthi diminta melepaskan Mayor Jenderal Mahmoud Al-Subaihi, Menteri Pertahanan Yaman, semua tahanan politik, dan semua orang dalam tahanan rumah atau ditahan sewenang-wenang, serta mengakhiri perekrutan dan penggunaan anak-anak dan membebaskan semua anak-anak dalam konflik Yaman,” bunyi resolusi.
Tuntunan lainnya dari resolusi, adalah menegaskan kembali dukungannya terhadap legitimasi Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi, dan menyeru kepada semua pihak dan negara-negara anggota untuk menahan diri dari mengambil tindakan apapun yang merusak persatuan, kedaulatan, kemerdekaan dan integritas wilayah Yaman, dan legitimasi Presiden Yaman.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Penolakan sewenang-wenang terhadap akses kemanusiaan dan merampas harta benda warga sipil serta kelangsungan hidup mereka, termasuk dengan sengaja menghambat pasokan bantuan, merupakan suatu pelanggaran hukum kemanusiaan internasional,
DK PBB juga mendesak semua pihak di Yaman untuk merespon positif terhadap permintaan Presiden Yaman, menghadiri sebuah konferensi di Riyadh, di bawah naungan Dewan Kerjasama Teluk, untuk lebih mendukung transisi politik di Yaman, dan untuk melengkapi dan mendukung perundingan yang ditengahi PBB.
“Semua pihak diminta untuk mematuhi kewajiban mereka di bawah hukum internasional, termasuk hukum humaniter yang berlaku internasional dan hukum hak asasi manusia,” ujar pernyataan DK PBB.
Resolusi DK PBB 2216 merupakan tindak lanjut permintaan Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang ditujukan kepada DK PBB serta ke Dewan Kerjasama untuk Negara-negara Arab Teluk dan Liga Arab untuk segera memberikan dukungan, dengan segala cara dan langkah-langkah yang diperlukan, termasuk intervensi militer, untuk melindungi Yaman dan rakyatnya dari agresi Houthi.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Surat ditujukan tertanggal 26 Maret 2015 melalui Wakil Tetap Qatar serta didukung Perwakilan Bahrain, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab dan Kerajaan Arab Saudi.
Pada pasal lain Resolusi DK PBB Nomor 2216 mencantumkan soal embargo senjata. Dewan memutuskan bahwa semua negara anggota harus segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah pasokan senjata langsung atau tidak langsung, penjualan atau pengalihan, atau untuk kepentingan Ali Abdullah Saleh, Abdullah Yahya al Hakim, Abd al-Khaliq al-Houthi.
Dalam hal ini, DK menetapkan Komite Khusus yang bertugas dan bertindak memantau pergerakan dari atau ke luar Yaman, melalui wilayah mereka atau oleh warga negara mereka, atau menggunakan kapal berbendera atau pesawat terbang, pasokan senjata dan perlengkapan terkait dari semua jenis, termasuk senjata dan amunisi, kendaraan militer dan peralatan, peralatan militer, atau lainnya berkaitan dengan kegiatan militer.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
“Termasuk penggunaan setiap perlengkapan terkait, dan penyediaan tenaga tentara bayaran bersenjata,” ujar resolusi.
Resolusi juga menyatakan, kepada negara-negara anggota PBB, di sekitar Yaman, untuk dapat memeriksa, sesuai dengan otoritas nasional dan peraturan perundang-undangandan hukum internasional, khususnya hukum laut dan perjanjian penerbangan sipil internasional.
Tanggapan-tanggapan
Menanggapi Resolusi DK PBB 2216 itu, kelompok bersenjata Houthi Yaman mengecam resolusi tersebut yang memberlakukan embargo senjata terhadap mereka pada satu sisi, dan mengatakan bahwa resolusi itu berarti mendukung agresi militer koalisi pimpinan Arab Saudi pada sisi lainnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Dalam berita di saluran televisi resmi Houthi pada Selasa (14/4), lembaga Komite Revolusioner Agung bentukan kelompok itu menyeru rakyat Yaman untuk melakukan reli dan protes pada Kamis (16/4) untuk mengecam resolusi Dewan Keamanan yang mereka nilai mendukung agresi negara-negara Arab.
Tanggapan lainnya, Rusia, salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan mengatakan, embargo seharusnya dikenakan pada seluruh negeri.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vitaly Churkin mengatakan, resolusi itu tidak sepenuhnya sejalan dengan persyaratan yang diajukan kepada masyarakat internasional.
“Tidak ada alternatif untuk solusi politik kepada konflik di Yaman,” katanya.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Churkin mengatakan, usulan konstruktif Rusia tidak diperhitungkan pada saat penyusunan rancangan resolusi.
Sementara Duta Besar AS untuk PBB Samantha Power mengatakan, negaranya sangat mendukung resolusi seperti itu, yang memungkinkan Dewan Keamanan akan mengambil tindakan terhadap mereka yang terus merusak upaya rekonsiliasi.
Dia juga mengatakan, transisi yang sah di Yaman hanya dapat dicapai melalui negosiasi politik dan perjanjian konsensus di antara semua partai politik berdasarkan inisiatif Dewan Kerjasama Teluk GCC dan hasil dari konferensi dialog nasional Yaman.
Juru bicara militer Saudi, Brigjen Ahmed Asiri pada laman CRI News menyatakan, menyambut resolusi DK PBB mengenai Yaman tersebut, dan mengatakan bahwa tekanan diplomatik dan militer diperlukan untuk mencapai perdamaian.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Perwakilan tetap China di PBB, Liu Jieyi, mengatakan resolusi itu sangat penting untuk memulihkan stabilitas di Yaman.
Negeri Muslim di kawasan Asia, Pakistan menyambut baik resolusi DK PBB mengenai masalah Yaman tersebut dan menyerukan pelaksanaannya dalam semangat pemulihan pemerintahan Yaman.
Turki, secara formal mendukung koalisi Arab, namun lebih mengedepankan dialog, ikut menyambut resolusi itu, terutama dengan adanya embargo senjata terhadap pejuang Houthi.
Kementerian Luar Negeri Turki menyebutnya sebagai langkah yang tepat, untuk mengakhiri kekerasan yang dapat menimbulkan ancaman bagi keamanan dan stabilitas regional dan internasional.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Kita semua, khususnya kaum Muslimin tentu berharap, konflik yang terjadi di negeri Yaman, negeri Muslim yang Nabi sebut sebagai negeri Iman dan Hikmah, baik horizontal maupun vertikal segera selesai, tanpa korban nyawa lagi, khususnya di kalangan sipil wanita, anak-anak dan para orang tua, serta kehancuran fasilitas umum dan perumahan pemukiman penduduk di sana.
Pemberontakan dan perebutan politik kekuasaan yang menjurus pada perang saudara antarsesama warga Yaman, juga hanya menambah kesengsaraan hidup rakyat banyak.
Konflik juga sangat rentan dapat berimbas pada ketegangan politik di kawasan Timur Tengah, yang notabene berpenduduk mayoritas Muslim. Sungguh diperlukan kebesaran jiwa dari semua pihak untuk sama-sama serius dalam mencari solusi terbaik bagi Yaman bahkan Timur Tengah pada umumnya, dengan tidak mempolitisasi atas nama agama hanya untuk memuaskan syahwat politik dan nafsu berkuasa segelintir orang atau kelompok tertentu.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah secara ikhlas merupakan syarat mutlak terciptanya kedamaian, persatuan dan kesatuan umat Islam secara menyeluruh. Persatuan dan kesatuan dalam bingkai ajaran Islam, tentunya (QS Ali Imran: 103).
Sehingga dengan landasan kokoh itu, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) semestinya dapat menjadi penengah dan juru damai bagi anggota-anggotanya, sebelum ditangani oleh PBB misalnya.
Hal ini seperti fatwa Imaamul Muslimin Syaikh Yakhsyallah Mansur dari Indonesia, yang mengatakan bahwa hendaknya dibangun kesatuan umat di antara sesame kaum Muslimin di Yaman dan negeri-negeri Muslim, serta menjauhi perpecahan yang memang dilarang Allah.
Bahkan menurutnya, perang yang mengakibatkan terbunuhnya rakyat sipil, baik di kalangan wanita, orang tua dan anak-anak tak berdosa yang tidak tahu apa-apa, akan menambah dosa para pelaku dan pendukungnya.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Ia mengingatkan peringatan Allah, “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (QS An Nisa [4]: 93).
Juga peringatan-Nya, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS Al-Maidah [5]: 32). (T/P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)