Jakarta, MINA – Ketua Delegasi DPR RI untuk Palestina, Syahrul Aidi Maazat, mengatakan keretakan hubungan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bisa menjadi titik balik strategis dalam perjuangan diplomatik menuju kemerdekaan Palestina.
Pernyataan itu disampaikan di sela Pertemuan ke-13 Komite Tetap untuk Palestina dalam rangkaian Konferensi ke-19 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC), yang berlangsung di Jakarta, Senin (12/5).
Syahrul menyebut dinamika tersebut membuka ruang baru bagi komunitas internasional untuk meningkatkan tekanan politik terhadap Israel.
“Kita dengar bahwa Trump dan Netanyahu mengalami konflik politik. Mudah-mudahan ini jadi celah positif, sebuah momentum yang bisa dimanfaatkan untuk mendorong kemerdekaan Palestina,” kata Syahrul dalam wawancara usai sidang.
Baca Juga: Kisah Dokter WNI dari Gaza: Memilih Pasien atau Menyaksikan Kematian
Ia menekankan bahwa momentum geopolitik semacam ini bukan hal baru. Syahrul membandingkan dengan sejarah kemerdekaan Indonesia yang terjadi saat kekuatan Jepang melemah akibat serangan Sekutu dalam Perang Dunia II. “Ketika kekuatan penjajah melemah, itulah saatnya kita bergerak,” tambahnya.
Di tengah ketegangan di Timur Tengah dan meningkatnya tekanan global terhadap kebijakan militer Israel di Gaza, Syahrul menegaskan bahwa posisi Indonesia semakin tegas dalam mendukung Palestina, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
“Kita punya andil besar dalam perjuangan ini. Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen kuat, baik melalui diplomasi luar negeri maupun langkah-langkah strategis lainnya,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Palestina adalah satu-satunya peserta Konferensi Asia-Afrika 1955 yang hingga kini belum menikmati kemerdekaan.
Baca Juga: Kepala BPJPH Saksikan Pemusnahan Produk Mengandung Babi
“Sejarah itu belum selesai. Negara-negara yang dulu mendukung kemerdekaan bersama harus kembali bersatu untuk Palestina,” katanya.
Ketua DPR RI Puan Maharani turut menyoroti pentingnya Konferensi PUIC 2025 yang bertepatan dengan peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika. Menurutnya, forum tersebut bukan sekadar seremoni, tapi medium nyata memperkuat solidaritas negara-negara Selatan.
“Lewat PUIC, kita ingin membangun diplomasi berbasis solusi, memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana telah dicetuskan di Bandung 70 tahun lalu,” kata Puan.
Ia menegaskan bahwa semangat solidaritas global perlu dihidupkan kembali untuk menjawab tantangan zaman.
Baca Juga: Ini Penampakan Amunisi yang Meledak di Garut
Konferensi PUIC 2025 digelar dengan tema “Good Governance and Strong Institutions as Pillars of Resilience”, dan menghadirkan delegasi dari berbagai kawasan termasuk negara-negara ASEAN dan Timur Tengah.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ledakan Amunisi tak Layak Pakai di Garut Tewaskan 13 Orang