Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR : REVISI UU HAJI MESTI JADI PRIORITAS

Rana Setiawan - Senin, 10 November 2014 - 23:13 WIB

Senin, 10 November 2014 - 23:13 WIB

903 Views

Pimpinan Komisi VIII DPR RI memimpin RDPU dengan organisasi masyarakat dan lembaga Islam, Senin (10/11). (Foto: Dpr.go.id)
Pimpinan Komisi VIII DPR RI memimpin RDPU dengan organisasi masyarakat dan lembaga Islam, Senin (10/11). (Foto: Dpr.go.id)

Pimpinan Komisi VIII DPR RI memimpin RDPU dengan organisasi masyarakat dan lembaga Islam, Senin (10/11). (Foto: Dpr.go.id)

Jakarta, 17 Muharram 1435/10 November 2014 (MINA) – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa, mengatakan, Revisi Undang-Undang Haji No 13 tahun 2008 diminta tetap menjadi prioritas dalam usulan Program Legislasi Nasional (prolegnas) tahun 2015.

Dia menjelaskan, meskipun dalam beberapa tahun terakhir survei BPS mengenai kepuasan jamaah haji menunjukkan adanya peningkatan penilaian sampai mendekati angka 83%, tidak berarti penyelenggaraan ibadah haji tidak memiliki catatan.

“Bahkan, beberapa catatan yang ditemui dalam pengawasan ibadah haji oleh Komisi VIII DPR RI merupakan catatan berulang yang sudah beberapa tahun menjadi masalah, seperti soal pemondokan, katering, layanan kesehatan dan transportasi,” kata Ledia dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi VIII DPR RI dengan perwakilan ormas dan lembaga terkait di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Senin.

Ledia menilai menjadi sangat penting bagi komisi VIII untuk segera membahas revisi UU Nomor 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji agar pengaturan mengenai penyelenggaraan ibadah haji menjadi lebih komprehensif.

Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina

“Sebab terkait dengan kegiatan di tanah air, sejak pendaftaran di wilayah masing-masing, menjelang keberangkatan di embarkasi, di tanah suci sebelum dan saat melakukan ritual ibadah hingga fase kembalinya jamaah ke tanah air,” katanya.

“”Memang kita patut bersyukur sudah ada Undang-undang No 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Namun perlu diingat bahwa UU ini bersifat lex spesialis dari undang-undang penyelenggaraan haji itu sendiri. Sehingga UU Nomor 13/2008-nya harus segera direvisi agar tidak ada tumpang tindih peraturan di beberapa bagian, sambil juga menyisakan berbagai persoalan mendasar yang harus dipenuhi yang belum bisa dipenuhi hanya dengan meregulasi persoalan keuangannya saja,” kata Ledia.

Dalam RDPU ini, perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Asosiasi Muslim Penyelenggara Umroh dan Haji Republik Indonesia (AMPHURI), Asosiasi Muslim Penyelenggara Umroh dan Haji (AMPUH) dan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) memberi laporan mengenai beberapa kendala yang muncul di tengah penyelenggaraan ibadah haji terakhir bulan lalu.

Catatan Pelaksanaan Haji

Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat

Menurut Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay yang memimpin RDPU, dengan adanya masukan dari kalangan masyarakat tentu akan menjadi catatan dan referensi bagi Komisi VIII bagi pengawasan pelaksanaan UU tersebut di lapangan.

Selanjutnya, sambung Saleh, Komisi VIII akan mengundang mitra kerja yakni Kementerian Agama untuk menyampaikan masukan tersebut sehingga akan tercapai sinergi.

Ia mengakui banyak masukan dari ormas-ormas tersebut dan layak dijadikan catatan oleh DPR di antaranya  adanya  overlapping pelaksanaan UU Pengelolaan Keuangan Haji dengan UU sebelumnya.

Dalam UU 13/2008 diatur antara lain Dana Abadi Umat, sekarang dengan UU baru mestinya dana itu tidak ada.

Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain

“Itu belum ada aturannya. Kita khawatirkan nanti dan terjadi tumpang tindih. Nanti menjadi tugas DPR dan Badan Legislasinya untuk memperbaiki ke depan bagaimana agar tidak ada tumpang tindih. Bisa saja dilakukan revisi UU untuk  memperbaiki UU yang ada, dalam konteks penyempurnaan ibadan haji,” ujarnya.

Soal sulitnya pembimbing ibadah haji reguler mendampingi jamaah KBIH-nya karena persoalan keterbatasan kuota dan kelambatan visa, soal pembinaan jamaah haji serta pembatasan pilihan ibadah bagi jamaah sehingga jamaah yang memilih melakukan sunnah tarwiyah tidak disediakan transportasi oleh pemerintah juga menjadi masukan dalam RDPU itu.

Masukan lain dari penyelenggara Ibadan haji khusus,  meminta penjelasan mengenai kuota dan juga KBIH yang diperuntukan para pembimbing haji diminta tetap diberikan. Mereka berharap, jangan sampai petugas sudah lama membimbing, namun pada saat jemaan haji berangkat mereka tidak bisa ikut karena tidak dimasukkan dalam kuota haji.

“Itu akan menjadi evaluasi supaya penyelenggaraan ibadah haji makin lama makin baik,” kata Saleh.(L/R05/P2)

Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Israel Bom Sekolah di Gaza, Delapan Warga Syahid

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia