Jakarta, MINA – Komisi VIII DPR RI bersama pemerintah kini tengah mematangkan revisi Undang-Undang (UU) Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah di tingkat Panitia Kerja (Panja).
Revisi ini digulirkan pasca-pembentukan Badan Penyelenggara Haji (BPH), dan kabarnya, perubahan yang diusung bakal mengguncang sistem yang ada.
Singgih Januratmoko, Ketua Panja Revisi UU sekaligus Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, mengungkapkan, revisi ini bukan sekadar perubahan kecil.
“Ini bisa dibilang seperti menyusun undang-undang baru. Sekitar 50% dari UU yang ada akan direvisi,” tegas Singgih di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, seperti rilis tertulis yang disiarkan Parlemetaria, Selasa (25/2/2025).
Baca Juga: Cuaca Jakarta Hari Ini Berawan, Kepulauan Seribu Hujan Petir
Singgih juga menyoroti wacana pembentukan Kementerian Haji sebagai alternatif pengelolaan haji dan umrah.
Menurutnya, lembaga seperti BPH atau BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) dinilai kurang efektif karena tidak memiliki cabang di daerah.
“Kalau kementerian, tentu lebih kuat strukturnya dan bisa menjangkau hingga ke daerah,” jelasnya.
Dua opsi sedang dipertimbangkan: memisahkan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) dari Kementerian Agama (Kemenag) atau mengangkat status BPH menjadi kementerian penuh.
Baca Juga: [Bedah Berita MINA] Proposal Trump untuk Gaza: Jalan Damai atau Sekadar Manuver Politik?
Pilihan ini akan menentukan masa depan penyelenggaraan haji dan umrah di Indonesia.
Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), mengusulkan agar kontrak jangka panjang dengan maskapai penerbangan dan penginapan bagi jemaah haji diatur dalam revisi UU.
“Kenapa tidak dibuat kontrak multiyears? Ini bisa menekan biaya dan meningkatkan kualitas layanan,” ujar HNW.
HNW mencontohkan Malaysia yang telah sukses menerapkan sistem kontrak jangka panjang dengan pengelola penginapan di Arab Saudi melalui skema tabungan haji.
Baca Juga: Jumat Ini, Kualitas Udara Jakarta Peringkat Kesebelas Terburuk di Dunia
“Dengan sistem ini, jemaah bisa dapat fasilitas lebih baik dengan harga lebih terjangkau,” paparnya.
Namun, HNW menekankan pentingnya tender terbuka dalam kontrak jangka panjang dengan maskapai penerbangan.
“Maskapai dengan pesawat berkualitas dan harga kompetitif harus diberi kesempatan bersaing. Ini demi kepentingan jemaah,” tegasnya.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, juga mendukung skema kontrak jangka panjang.
Baca Juga: Evakuasi Ponpes Al Khoziny: SAR Fokus Pencarian Korban Meninggal Dunia
Menurutnya, ini akan menciptakan stabilitas harga tiket, meningkatkan efisiensi perencanaan, dan memberikan kepastian layanan bagi jemaah haji.
“Kontrak jangka panjang adalah solusi untuk menghindari fluktuasi harga dan memastikan layanan terbaik,” kata Hilman.
Dengan pembahasan yang masih berlangsung, Komisi VIII DPR RI bertekad agar revisi UU ini mampu memberikan solusi terbaik bagi jutaan calon jemaah haji Indonesia.
Apakah revisi ini akan menjadi angin segar atau justru memicu kontroversi, semuanya tergantung pada keputusan yang akan diambil dalam waktu dekat. []
Baca Juga: Dompet Dhuafa Sinergikan Pegiat Sosial untuk Tebar Kebaikan
Mi’raj News Agency (MINA)