Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ribat Al-Kurd, Gerbang Baru Menuju Yahudisasi di Masjid Al-Aqsa

Ali Farkhan Tsani Editor : Bahron Ans. - 40 detik yang lalu

40 detik yang lalu

0 Views

(Palestine TV)

Yerusalem, MINA – Sebuah bangunan bersejarah Ribat Al-Kurd, yang terletak di dekat gerbang Bab al-Hadid, salah satu gerbang masuk kompleks Masjid Al-Aqsa, kini menjadi jalur baru proyek Yahudisasi Al-Aqsa. Laporan TV Palestine, Kamis (8/5).

Ribat al-Kurd, yang dibangun pada era Mamluk abad ke-7 H, merupakan bangunan hibah dari Komandan Al-Sayfi Kurd, salah satu pemimpin Mamluk paling terkemuka. Bangunan itu dibangun untuk menampung orang-orang miskin, pengunjung, ulama, dan jamaah.

Selama lebih dari tujuh abad, Ribat al-Kurd telah menjadi bagian dari struktur keagamaan dan arsitektur yang terkait dengan Masjid Al-Aqsa, sekaligus menjadi salah satu simbol ikatan Islam yang paling menonjol di Kota Suci Al-Quds (Yerusalem).

Baru-baru ini, otoritas pendudukan Israel menyerbu wilayah Ribat al-Kurd, yang juga dikenal sebagai Hawsh al-Shihabi, dan membongkar besi serta bangunan tanah yang pasang oleh Departemen Wakaf Islam di Yerusalem untuk menutup area menuju terowongan yang digali Israel puluhan tahun lalu. Mereka juga memperluas halaman Ribat al-Kurd, memaksakan realitas baru di situs tersebut.

Baca Juga: Israel Akui Dua Tentaranya Tewas dalam Pertempuran di Gaza Jumat Pagi

Khader Musa al-Shihabi, seorang warga di lingkungan Rabat al-Kurd, mengatakan kepada WAFA bahwa keluarganya terkejut dengan serangkaian insiden berulang yang bertujuan memperluas halaman untuk meningkatkan jumlah warga Yahudi di area ini, yang mengelilingi tembok barat Masjid Al-Aqsa.

Ia menunjukkan bahwa penopang besi telah ada sejak tahun 1971 di dua area di bawah lengkungan halaman, dan penopang tersebut telah ada sejak saat itu hingga tahun 2011, sebelum otoritas pendudukan mencabut penopang tersebut.

Akan tetapi, keluarga tersebut memperoleh keputusan dari Pengadilan Israel pada saat itu yang melarang renovasi apa pun di lokasi tersebut.

Ia menambahkan bahwa otoritas pendudukan baru-baru ini berupaya menyingkirkan sisa-sisa penopang besi, meskipun ada retakan pada strukturnya, sebelum menyerbu lingkungan tersebut dalam beberapa hari terakhir dengan dalih melakukan renovasi dan menyingkirkan puing-puing dan tanah.

Baca Juga: Hamas Kecam Penutupan 6 Sekolah UNRWA oleh Israel di Yerusalem Timur

Ia menjelaskan bahwa keluarga tersebut telah mengajukan petisi ke Pengadilan Israel, bekerja sama dengan beberapa organisasi keagamaan dan hak asasi manusia, untuk mengeluarkan keputusan yang melarang renovasi.

Menurut Al-Shihabi, sekitar 18 keluarga warga Yerusalem, yang terdiri lebih dari 100 individu, tinggal di halaman tersebut, dan mereka menjadi sasaran pelecehan oleh pasukan pendudukan saat masuk dan keluar.

Ia menunjukkan bahwa keluarga-keluarga di lingkungan tersebut khawatir dengan rencana pendudukan dan merasakan bahaya besar terhadap rumah mereka.

Kendati otoritas pendudukan saat ini telah menghentikan pekerjaan di lingkungan tersebut dan mengembalikan lembaran besi serta genteng, hal ini menunjukkan rencana mereka untuk menyelesaikan restorasi atap, dinding, dan lantai.

Baca Juga: Identitas Tentara Israel Pembunuh Jurnalis Palestina Shireen Abu Akleh Terungkap

Al-Shahabi menambahkan, “Meskipun mereka telah berhenti bekerja, kami masih menunggu untuk melihat apa yang akan terjadi jika mereka kembali bekerja lagi.”

Ia menambahkan bahwa halaman itu diberi nama Dar al-Shihabi, sesuai nama keluarga yang telah tinggal di sana selama berabad-abad.

Target Yahudisasi Al-Aqsa

Sejak tahun 1970-an, wilayah ini telah menjadi target langsung pendudukan yang bertujuan untuk meyahudisasi wilayah Masjid Al-Aqsa dan memaksakan realitas baru yang sesuai dengan narasi Israel tentang klaim kuil.

Baca Juga: Mengaku Salah soal Israel, Anggota Parlemen Inggris Putuskan Cabut Dukungan

Menurut Al-Shahabi, pasukan pendudukan mulai melakukan upaya berkelanjutan untuk melemahkan bangunan tersebut melalui penggalian dan kemudian mengamankannya dengan penopang besi sebagai persiapan untuk menghubungkannya ke alun-alun Tembok Barat, di tengah penentangan berulang kali dari pemilik situs dan penduduk sekitar.

Ia menambahkan bahwa pada tahun 1999, keluarga Al-Shihabi menggagalkan upaya Rabbi Yossi Olover yang ekstremis untuk menyerbu lokasi tersebut, saat ia mencoba menyingkirkan tanah untuk membuka jalan bagi lorong baru.

Serangan terus berlanjut dan mencapai puncaknya pada Januari 2011, ketika otoritas pendudukan mengumumkan pembukaan apa yang mereka sebut “Tembok Ratapan Kecil”.

Mereka menempatkan tanda bertuliskan nama ini di atas “Kurdish Quarter,” bersama frasa “Shihabi Courtyard,” dalam upaya untuk menghapus identitas Islamnya dan secara bertahap mengubahnya menjadi tempat ritual Yahudi yang melayani proyek Yahudisasi yang sedang berlangsung di Yerusalem.

Baca Juga: Baru Tepilih, Bagaimana Sikap Paus Leo XIV soal Genosida Gaza?

Al-Shahabi menambahkan, “Masuknya para pemukim untuk melakukan ritual keagamaan Yahudi di Rabat telah menjadi kejadian pekanan, yang berulang setiap Sabtu dan pada hari libur. Terompet ditiup dan ritual publik dilakukan di bawah pengawalan ketat dari polisi pendudukan, yang jelas-jelas melanggar status quo sejak pendudukan Yerusalem pada tahun 1967.”

Ini adalah bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengisolasi Masjid Al-Aqsa dari lingkungan historis dan alaminya serta mengubah lingkungan sekitarnya menjadi apa yang disebut “kawasan suci Yahudi”.

Sementara itu, penasihat media untuk Kegubernuran Yerusalem, Marouf al-Rifai, mengatakan bahwa perkembangan di sekitar Rabbat al-Kurd menunjukkan adanya rencana Yahudisasi yang dipercepat yang bertujuan untuk sepenuhnya menguasai Tembok Barat Masjid Al-Aqsa, sebagai persiapan untuk menutup Gerbang Besi, seperti yang terjadi pada Gerbang Maghariba.

Rencana tersebut juga mencakup perluasan pengaruh Yahudi ke jantung Kawasan Islam, dari Bab al-Silsila hingga Bab al-Ghawanima, untuk mengisolasi Masjid Al-Aqsa dari lingkungan historis Islamnya.

Baca Juga: PBB: Tidak Ada Lagi Suplemen Pencegah Malnutrisi yang Tersisa di Gaza

Al-Rifai melanjutkan, “Bahayanya tidak berhenti di situ saja, tetapi meluas hingga pengusiran keluarga-keluarga Palestina, dan dibukanya gerbang-gerbang menuju terowongan yang mengancam fondasi Masjid Al-Aqsa, dalam sebuah pemandangan yang mencerminkan penargetan menyeluruh terhadap keberadaan Islam di wilayah tersebut.”

Ia menekankan bahwa Yudaisasi bertahap Rabat al-Kurd merupakan bagian dari upaya strategis untuk mengubahnya menjadi ruang yang sejajar dengan Plaza al-Buraq, dalam upaya untuk sepenuhnya mengendalikan tembok barat Al-Aqsa dan mengabadikan narasi “Kuil” di atas reruntuhan warisan Islam dan sejarah kota tersebut.

Ia menegaskan bahwa pelanggaran serius ini membuktikan bahwa otoritas pendudukan mengabaikan status historis dan hukum Yerusalem yang telah ada selama berabad-abad, dan mengabaikan apa yang mereka klaim secara keliru sebagai kekhawatiran terhadap sensitivitas agama atau politik dari sejarah Ribat Kurdi, dengan mencatat bahwa Resolusi Dewan Eksekutif UNESCO No. 199 dan No. 200 tahun 2002. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Israel Tutup 6 Sekolah PBB untuk Warga Palestina di Yerusalem Timur

Rekomendasi untuk Anda