Tel Aviv, 6 Jumadil Akhir 1437/15 Maret 2016 (MINA) – Sekelompok komunitas lebih dari 1.000 sosiolog Israel mengumumkan pada Senin (14/3) bahwa mereka akan memboikot semua hubungan akademis dengan Universitas Ariel karena tidak terletak di wilayah Israel.
Para sosiolog beralasan, universitas dianggap sebagai “semi-fasis,” berada di wilayah Tepi Barat, Palestina, The Jerusalem Post melaporkan.
Dalam siaran Radio Army disebutkan, aksi boikot akademisi untuk menghindari perguruan tinggi yang dianggap kontroversial itu.
Ketua Sosiologi Masyarakat Israel, Uri Ram, mengatakan, “Kami tidak akan bekerja sama dengan lembaga yang dikenal sebagai Universitas Ariel, yang tidak terletak dalam batas-batas Israel.”
Baca Juga: Puluhan Pemukim Yahudi Serbu Masjid Al-Aqsa
Langkah para sosiolog itu menimbulkan respon marah dari pihak universitas.
“Universitas Ariel terkejut dan kecewa atas fakta bahwa orang-orang yang mendukung pluralisme sebagai bagian dari profesi mereka, justru bertindak atas dasar model perilaku semi-fasis yang menghalangi mereka dari hidup secara harmonis bersama orang-orang yang memiliki pandangan berbeda,” kata pihak kampus dalam sebuah pernyataan.
Pernyataan menambahkan, Universitas telah mempekerjakan orang dengan sudut pandang yang berbeda, orang-orang Yahudi dan Arab, agama dan sekuler, kaum kiri dan sayap kanan dari berbagai kota dan masyarakat di Israel.
“Kami yakin bahwa pengumuman yang dibuat itu hanyalah mewakili sebagian kecil saja di antara para sosiolog, dan hal itu tentu tidak mewakili seluruh sosiolog yang tidak diminta pandangan mereka tentang masalah ini,” ujar pernyataan.
Baca Juga: Israel Kembali Serang Sekolah di Gaza, 7 Orang Syahid
Universitas Ariel
Data Wiki menyebutkan, Universitas Ariel adalah salah satu perguruan tinggi terkemuka Israel didirikan tahun 1982. Sebelumnya merupakan cabang regional dari Universitas Bar-Ilan, terletak di pemukiman Kedumim, lalu pindah ke pemukiman Ariel. Pada tahun akademik 2004-05, afiliasi dengan Universitas Bar-Ilan berakhir dan itu menjadi perguruan tinggi yang mandiri.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Pendidikan Gideon Saar, Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman dan beberapa anggota Parlemen Israel (Knesset) telah memuji universitas tersebut.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, universitas yang menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi internasional dan universitas di dunia, telah menjadi sasaran boikot, baik dari dalam Israel sendiri maupun dari luar negeri, karena letaknya yang berada di untuk lokasi luar Jalur Hijau, yaitu di wilayah Palestina.
Baca Juga: Al-Qassam Tembak Mati Tentara Zionis! Perlawanan Gaza Membara di Tengah Genosida
Termasuk terkini pernyataan aksi boikot akademisi dari komunitas sosiolog Israel sendiri. (T/P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)