Washington, MINA – Ribuan warga Amerika Serikat (AS) menggelar aksi demonstrasi nasional bertajuk “No Kings”, Sabtu (18/10), sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Presiden Donald Trump yang dinilai otoriter dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi.
Gerakan yang diinisiasi oleh situs resmi noking.org itu menyebut, jutaan orang di berbagai penjuru negeri, termasuk di dekat kediaman Trump di Mar-a-Lago, Florida, turut serta dalam aksi ini.
“Tak ada takhta. Tak ada mahkota. Tak ada raja. Pada 18 Oktober, jutaan orang dari kita bangkit untuk menunjukkan kepada dunia: Amerika tak punya raja dan kekuasaan ada di tangan rakyat,” demikian pernyataan resmi gerakan No Kings.
Gerakan ini menuding Presiden Trump telah menggunakan aparat keamanan bertopeng untuk meneror warga, terutama imigran, dengan cara-cara ilegal seperti penangkapan tanpa surat perintah, manipulasi peta distrik pemilu, serta tindakan represif lainnya.
Selain itu, pemerintahan Trump dinilai abai terhadap kebutuhan dasar rakyat seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan lingkungan, namun justru menguntungkan para miliarder.
“Presiden merasa kekuasaannya absolut. Tapi di Amerika, kita tidak punya raja dan kita tidak akan mundur melawan kekacauan, korupsi, dan kekejaman,” lanjut pernyataan tersebut.
Kepala Pejabat Politik dan Advokasi American Civil Liberties Union (ACLU), Deirdre Schifeling, dalam konferensi pers Kamis (16/10), mengatakan bahwa para demonstran ingin mengingatkan bahwa AS adalah negara hukum dan demokrasi yang menjunjung kesetaraan bagi seluruh warga.
“Kita adalah negara hukum yang berlaku untuk semua orang, negara yang menjunjung tinggi proses hukum dan demokrasi, kita tak akan dibungkam,” tegasnya, dikutip dari Anadolu.
Baca Juga: Kedutaan AS di Bogota Diserang dengan Panah dan Bom Rakitan
Aksi besar ini digelar di tengah memanasnya situasi politik dalam negeri AS. Sejak 1 Oktober, pemerintah federal yang dipimpin Partai Republik mengalami penghentian operasi (shutdown) yang berdampak luas, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan pegawai pemerintah.
Pekan lalu, kritik tajam juga muncul terhadap pemerintahan Trump setelah insiden penembakan kapal sipil di lepas pantai Venezuela yang dituduh membawa narkoba. Beberapa pekan sebelumnya, ketegangan meningkat akibat kerusuhan di Chicago dan California yang dipicu oleh kebijakan keras terhadap imigran.
Rencana Trump mengerahkan Garda Nasional ke kota-kota tersebut mendapat penolakan keras dari pemerintah daerah dan pegiat sipil.
Leah Greenberg, pendiri gerakan Invisible Project, menyebut langkah Trump sebagai pola klasik otoritarianisme.
Baca Juga: Lebih dari Satu Juta Perempuan dan Anak Gaza Butuh Bantuan Pangan Mendesak
“Ini adalah strategi otoriter klasik: mengancam, mencemarkan nama baik, dan berbohong, menakut-nakuti orang agar tunduk. Tapi kami tak akan terintimidasi,” tegas Greenberg.
Gerakan No Kings menjadi simbol perlawanan rakyat Amerika terhadap upaya yang dinilai mengarah pada otokrasi dan penghancuran sistem demokrasi konstitusional.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Trump dan Putin Akan Bertemu di Hungaria Bahas Gencatan Senjata Rusia-Ukraina