Ribuan warga di Jalur Gaza telah kehilangan tempat tinggal akibat agresi militer Israel pada bulan juli-Agustus silam. Agresi militer itu berakhir dengan ditandatanganinya beberapa poin kesepakatan gencatan senjata yang diantaranya adalah melakukan rekonstruksi Jalur Gaza dan pencabutan blokade atas Gaza.
Nyatanya kedua poin di atas sama sekali belum terlaksana. Blokade tidak juga dicabut dan proyek rekonstruksi bangunan milik warga Gaza yang hancur pun belum terealisasi.
Kondisi itu terus menambah penderitaan warga Jalur Gaza yang sudah hidup dalam blokade selama lebih dari delapan tahun terakhir. Tidak sampai di situ, masalah lainnya juga mulai datang mendera warga Gaza, khususnya mereka yang kehilangan rumah akibat tindakan barbar Israel selama agresi militer.
Sambil menunggu proyek rekonstruksi mengembalikan rumah para korban, beberapa dari mereka telah ditempatkan di rumah rumah kontrakan yang biaya sewanya ditanggung oleh pemerintah. Sebagian yang lain ditempatkan di beberapa bangunan sekolah milik PBB karena telah kehabisan jatah rumah kontrakan.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Namun yang paling sulit dan parah adalah warga Gaza yang harus tinggal di kontainer-kontainer berbahan “seng” dengan luas 30 meter persegi yang disebar di beberapa titik di wilayah Jalur Gaza.
Sebelumnya, koresponden Mi’raj Islamic News Agency (MINA) telah mendapat informasi langsung dari pihak Kementerian Palestina di Jalur Gaza yang bertanggung jawab menangani penyediaan rumah, bahwa sedikitnya sebanyak 150 kontainer sudah ditempati oleh ribuan warga Gaza yang kehilangan rumahnya.
Pada Kamis (20/11) korenponden Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di jalur Gaza berkesmpatan mengunjungi dan melihat langsung bagaimana kondisi warga Gaza yang tinggal di dalam kontainer kontainer tersebut.
Ukuran Kontainer yang sempit dengan jumlah penghuni bikin “sesak”
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Dari 150 kontainer yang disebar di seluruh wilayah Gaza, separuhnya berada di wilayah Khuzaah, timur kota Khan Younis di Gaza selatan. Kotak seng berwarna putih dengan panjang 8 meter dan lebar 3,5 meter itu disusun rapih di atas tanah kosong wilayah perkebunan.
Dengan ukuran demikian kontainer yang hanya satu pintu dan satu jendela kontainer-kontainer itu tentu terasa sempit dan sesak.
Di tempat sperti itulah kini warga Gaza yang memiliki tingkat populasi yang tinggi, harus bertempat tinggal berbulan-bulan di dalamnya.
Yusuf Annajjar, salah seorang kepala rumah tangga yang tinggal di salah satu kontainer mengatakan, kepada koresponden Mi’raj Islamic News Agency (MINA), untuk satu kontainer yang seluasnya kurang 30 meter itu rata rata didiami oleh tujuh hingga 10 anggota keluarga.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Penghuni kontainer lainnya, “Sobri Eqdeh” menuturkan, dia bersama tujuh anggota keluarganya terpaksa tinggal berdesak-desakan dalam sempitnya kontainer. Mereka juga mengungkapkan bahwa selain bantuan kontainer ini, mereka belum menerima kompensasi apapun dari pemerintah.
Musim dingin telah tiba di Jalur Gaza
Hidup berdesak-desakan dalam sebuah kontainer bukanlah satu-satunya penderitaan yang harus mereka terima. Musim dingin yang sudah bertamu sejak satu bulan di Jalur Gaza, juga menjadi cerita kepedihan lainnya.
Yusuf Annajar mengungkapkan, air hujan yang turun beberapa hari lalu benar-benar merepotkan, selain mengikis tanah tempat kontainer diletakkan, terkadang air hujan juga masuk membanjiri isi kontainter.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
“Kaami harus menghadapi dan menikmati semua kesulitan ini dan kami harus tetap bertahan dalam situasi ini,” katanya.
Fakta bahwa kontainer yang mereka tempati terbuat dari bahan “seng” terbukti ketika suhu dingin tiba ruangan kontainer pun ikut membeku. Sungguh sangat beruntung bagi mereka yang masih bisa menyelamatkan selimut mereka dari reruntuhan rumah mereka, karena memiliki selimut merupakan impian yang sulit mereka raih dan sampai saat ini masih sangat mereka harapkan.
Melihat berbagai krisis dan permasalahan yang terjadi di Jalur Gaza memang sangat memilukan. Hidup dalam blokade dan terus dibayangi oleh aksi terror yang dilakukan oleh Israel bukanlah sebuah hal yang mudah bagi sebuah masyarakat. Dan satu hal yang membuat warga gaza bertahan dalam kondisi ini adalah karena mereka memang bangsa yang dilahirkan untuk “survive”, tegar dan tabah. (L/K02/R11)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh