Jakarta, MINA – Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) menyampaikan tujuh poin tuntutan tegas atas penayangan program Xpose Uncensored di Trans7 yang menuding adanya praktik perbudakan di lingkungan pesantren.
Dalam keterangan tertulis pada Selasa (14/10), RMI PBNU menilai tayangan tersebut telah melukai hati kalangan santri dan keluarga besar pesantren di Indonesia, karena mengandung fitnah, ujaran kebencian, dan framing narasi yang tidak sesuai dengan kenyataan.
“Tayangan tersebut melukai hati dan perasaan kalangan santri serta keluarga besar Pondok Pesantren di Indonesia sehubungan dengan adanya fitnah, ujaran kebencian, dan framing narasi yang tidak sesuai dengan realita (hoaks),” demikian pernyataan resmi RMI PBNU.
Melalui pernyataan itu, RMI PBNU menegaskan tujuh langkah dan sikap resmi:
Baca Juga: Viral Tayangan Xpose di Trans7, Gus Yahya: Isinya Terang-terangan Menghina Pesantren
Pertama, mengecam keras tayangan Xpose Uncensored Trans7 yang dinilai mendiskreditkan para kiai dan keluarga besar pesantren.
Kedua, menuntut permintaan maaf terbuka dari pihak Trans7 dan seluruh jaringan Trans Media maksimal dalam waktu 1×24 jam sejak 14 Oktober 2025.
Ketiga, meminta penghentian sementara dan evaluasi internal terhadap program Xpose Uncensored sebagai bentuk tanggung jawab penyiaran yang mendidik.
Keempat, RMI PBNU bersama Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU tengah mempertimbangkan langkah hukum terhadap Trans7.
Baca Juga: Indonesia Tegaskan Komitmen Jadi Pemain Kunci Obat Herbal Dunia
Kelima, mengimbau media agar tetap berpegang pada prinsip dan kode etik jurnalistik dalam memproduksi konten dan pemberitaan.
Keenam, mengajak santri dan keluarga pesantren untuk menyalurkan aspirasi secara tertib dan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Ketujuh, RMI PBNU menegaskan akan berdiri tegak bersama pesantren, membela dan membersamai setiap upaya menjaga kehormatan dunia pesantren.
“RMI PBNU sebagai rumah besar bagi pesantren di Indonesia akan selalu berdiri tegak bersama pesantren, menjaga dan membela dari setiap tindakan yang merugikan Pondok Pesantren,” tegas pernyataan tersebut.
Baca Juga: Pemkab Jepara Buka Hotline Pengaduan Program Makan Bergizi Gratis
Senada dengan RMI PBNU, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Yogyakarta, KH Hilmy Muhammad atau Gus Hilmy, juga mengecam keras tayangan Xpose Uncensored yang dianggap melecehkan pesantren dan memelintir peran kiai.
Menurutnya, media semestinya menjunjung tinggi etika dan keseimbangan informasi, bukan justru menebar kesenjangan dan stigma negatif terhadap lembaga pendidikan Islam tradisional.
“Jurnalis dan tim produksi yang membuat tayangan di Trans7 itu telah abai terhadap etika, merusak citra pesantren, dan melukai rasa hormat jutaan santri kepada gurunya. Ini melukai martabat pesantren,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tersebut.
Gus Hilmy menegaskan bahwa tudingan adanya feodalisme atau perbudakan di pesantren mencerminkan ketidaktahuan terhadap sistem pendidikan pesantren.
Baca Juga: Tolak ‘Trouble Maker’ Tony Blair, AWG Dorong JK Pimpin Pemerintahan Interim Gaza
“Kedisiplinan, penghormatan kepada kiai, dan tradisi khidmah di pesantren justru menjadi latihan moral dan sosial yang sangat berharga. Roan, ngecor, atau membantu kegiatan pondok bukan perbudakan, tetapi pendidikan khidmah — latihan menjadi manusia yang bermanfaat,” jelasnya.
Ia menambahkan, ribuan santri di Indonesia justru hidup dari kedermawanan pesantren, yang menanggung makan, tempat tinggal, dan biaya pendidikan para santri tanpa pamrih. Karena itu, tayangan semacam Xpose Uncensored dianggap menyesatkan publik dan merusak citra lembaga pendidikan Islam yang telah berjasa besar bagi bangsa.
Program Xpose Uncensored yang ditayangkan Trans7 pada 13 Oktober 2025 menayangkan laporan dengan narasi dugaan “perbudakan di pesantren.” Tayangan tersebut menampilkan potongan video aktivitas santri yang disebut bekerja tanpa upah, dan narasi yang menyiratkan ketimpangan antara kiai dan santri.
Isi tayangan itu kemudian menuai reaksi keras dari kalangan pesantren dan masyarakat luas. Banyak pihak menilai, narasi tersebut tidak berdasar dan menyalahi prinsip jurnalisme etis, karena tidak menghadirkan konteks pendidikan khas pesantren secara utuh.
Baca Juga: MER-C Bangun Fasilitas WASH di Kamp Al-Nuseirat, Gaza Selatan
Sejumlah lembaga pesantren, alumni, dan masyarakat Nahdliyin juga menyerukan protes publik dan boikot terhadap Trans7, menilai tayangan itu sebagai penghinaan terhadap dunia pendidikan Islam tradisional. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Heboh! Tayangan Trans7 Dinilai Hina Dunia Pesantren