ROHINGYA BERBULAN LAPAR DI LAUT, MENDAPAT MAKAN DI ACEH

Seorang migran Rohingya dalam kondisi lemah karena kalaparan dan kekurangan cairan. (Foto: PortalSatu.com)
Seorang migran Rohingya dalam kondisi lemah karena kalaparan dan kekurangan cairan. (Foto: PortalSatu.com)

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ratusan warga Myanmar dan Banglades terdampar di perairan kawasan Desa Meunasah Sagoe, Kecamatan Seunuddon, Utara, Ahad, 10 Mei 2015.

Rafly, 32 tahun, adalah nelayan Meunasah Sagoe yang pertama menemukan warga Rohingya itu.

“Jam enam (pukul 06.00 WIB) saya berangkat ke pantai untuk melaut. Sekitar jam tujuh tiba-tiba saya melihat ada kapal boat dari arah timur bergerak ke utara, dan banyak sekali orang,” ujar Rafly yang ditemui portalsatu.com di Meunasah Sagoe, Ahad siang.

Rafly kemudian melambaikan tangan ke arah kapal asing itu. Mulanya kapal itu terus berlayar.

“Lalu saya panggil dengan suara keras sambil terus saya lambaikan tangan, sehingga mereka berhenti dan merapat ke pantai,” katanya.

“Awalnya, salah seorang di antara mereka ada yang menanyakan: Malaysia? Saya jawab bukan, Indonesia. Akhirnya mereka semua turun dari boat,” ujar Rafly lagi.

Setelah berada di daratan, sebagian di antara warga asing yang kemudian diketahui asal Myanmar dan Banglades itu, lari ke kampung lain, Meunasah Sagoe.

“Setelah itu masyarakat nelayan membantu mereka, karena ada yang sakit di atas boat, sehingga harus dibantu evakuasi ke darat. Mereka dibawa ke bangunan meunasah desa,” kata Rafly.

Tiga Bulan di Laut, 84 Meninggal

Banyak dari migran Rohingya yang terdampar di Aceh Utara adalah wanita dan anak-anak, Ahad 10 Mei 2015. (Foto: PortalSatu.com)
Banyak dari migran Rohingya yang terdampar di Aceh Utara adalah wanita dan anak-anak, Ahad 10 Mei 2015. (Foto: PortalSatu.com)

Muhammad Mazmu, seorang warga Bangladesh yang sudah tujuh tahun tinggal di Aceh, mengatakan, ia telah berbicara dengan orang-orang terdampar. Dari pengakuan migran bernama Muhammad Juned, ada 550 orang berangkat dari Myanmar dan Bangladesh.

Juned mengatakan, mereka telah terombang-ambing di laut selama tiga bulan dan sudah tidak makan selama beberapa hari karena pasokan habis.

Menurut situs berita lokal, Portalsatu.com, kapal migran mendarat di pantai empat desa di Kabupaten Aceh Utara, Ahad (10/5).

Perahu sebenarnya bertujuan ke Malaysia untuk bekerja, namun mereka ditinggalkan oleh awak perahu.

Sebanyak 84 orang telah dilemparkan ke laut setelah mati kelaparan.

“Mereka mengklaim telah ditipu oleh pemilik kapal dari Thailand, meskipun mereka sudah membayar 7.000 ringgit (sekitar $ 1900),” kata Mazmu selaku penerjemah.

Simpati Warga dan Pejabat Aceh

Ratusan warga Myanmar ditampung sementara di Desa Matang Puntong dan Meunasah Sagoe, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, Ahad 10 Mei 2015. (Foto: PortalSatu.com)
Ratusan warga Myanmar ditampung sementara di Desa Matang Puntong dan Meunasah Sagoe, Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, Ahad 10 Mei 2015. (Foto: PortalSatu.com)

Muhammad Jafar, seorang pejabat desa Meunasah Sagoe mengatakan, mereka yang terdampar ditemukan dalam kondisi lemah karena kekurangan makanan dan air.

Mereka dievakuasi oleh nelayan dan warga setempat ke sejumlah masjid di wilayah pesisir Kecamatan Seunuddon.

Namun beberapa orang melarikan diri selama upaya penyelamatan.

“Mereka pikir di sini adalah Thailand atau Malaysia, sehingga mereka takut. Mungkin mereka trauma dengan peristiwa yang mereka alami,” kata Jafar.

Dia menambahkan, ketika akhirnya mereka tahu kini berada di Aceh, mereka lega.

Warga Aceh setempat bersimpati terhadap penderitaan mereka dan memberi mereka tempat tinggal, makanan dan pakaian.

Amir Hamzah, juru bicara pemerintah Aceh Utara mengatakan, pemerintah Kabupaten mencatat sejumlah pria, wanita dan anak-anak berada di kapal.

“Kami akan memantau mereka,” katanya.

Ratusan warga Myanmar dan Bangladesh ini dievakuasi secara bertahap menggunakan truck reo dan minibus Polres Aceh Utara, ambulans Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh Utara, tim SAR Aceh Utara dan kendaraan lainnya.

Di Polres Aceh Utara mereka akan didata dan periksa kesehatannya. Barang bawaan mereka juga diperiksa untuk mengantisipasi adanya peredaran narkoba.

“Dari pemeriksaan awal barang bawaan mereka belum kita temukan adanya pelanggaran, khususnya narkoba. Sejauh ini masih aman. Kedatangan mereka itu bukan pelanggaran pidana. Itu pelanggaran keimigrasian, jadi akan kita serahkan ke pihak imigrasi,” ujar Kapolres Aceh Utara AKBP Achmadi.

Terkait boat yang ditumpangi warga asing itu, Kapolres Achmadi akan segera menggesernya ke Lhokseumawe untuk diamankan instansi terkait, Polisi Air dan Udara.

Sementara itu, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh Utara telah mempersiapkan bantuan masa panik untuk warga Myanmar yang terdampar. Bantuan tersebut bersifat satu waktu.

“Kita sudah siapkan bantuan masa panik. Dapur umum akan kita buka,” kata Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Aceh Utara, Jailani di Polres Aceh Utara.

Dikatakan, bantuan itu bersifat satu waktu, karena setelah diserahkan ke kantor imigrasi, warga asing yang terdampar itu akan menjadi tanggung jawab provinsi.

Mimpi di Malaysia

Bulan lalu, 74 warga Rohingya terdampar dalam kondisi yang sama di Aceh dan sekarang tinggal di tempat penampungan di kota.

Anggota minoritas Rohingya telah melarikan diri secara massal dari negara bagian Rakhine di Myanmar Barat sejak bentrokan pecah pada musim panas 2012 dengan Budha Rakhine. Mereka mencari keselamatan dan ingin bekerja di Malaysia dan di luar negeri lainnya.

Pada awalnya, mereka naik perahu reyot milik penyelundup manusia yang kadang-kadang tenggelam selama perjalanan di Laut Andaman. Pelajaran tahun lalu, membuat mereka kini bepergian dengan kapal yang lebih besar.

Bangladesh juga menggunakan penyelundup manusia untuk pergi menggapai apa yang mereka lihat sebagai “janji ekonomi Malaysia”. Tetapi, sebagian dari mereka dan terkadang diculik dan dipaksa naik ke kapal.

Banyak yang tiba di dekat pantai Thailand, di mana mereka dibawa oleh truk ke kamp-kamp yang tersembunyi di hutan dan ditahan sampai keluarga mereka membayar uang tebusan.

Setelah tebusan mereka dibayar, mereka akan dilepaskan untuk mencoba menyeberangi perbatasan ke Malaysia.

Namun jika mereka yang ditahan tidak bisa membayar tebusan, maka mereka akan ditahan tanpa diberikan makan hingga mati kelaparan, seperti yang dialami oleh puluhan Muslim Rohingya yang mayatnya ditemukan di sebuah kamp penyelundup manusia di distrik Sadao, Provinsi Songkhlai, Thailand Selatan, Jumat 1 Mei lalu. (T/P001/R02)

Sumber: Portalsatu.com dan Anadolu Agency

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Comments: 0