Rumah Sakit Palestina Dipenuhi Pasien Korban Luka

di (Foto: File/PNN)

 

Yerussalem, MINA – Lebih dari 900 warga Palestina telah terluka akibat konfrontasi dengan pasukan dalam 10 hari terakhir di kompleks Masjid Al-Aqhsa, demikian Bulan Sabit Merah Palestina.

Rumah Sakit Palestina kewalahan dengan banyaknya luka yang harus ditangani, sejak meletus aksi penentangan pada 14 Juli setelah Israel menutup lokasi yang sensitif di Yerusalem Timur yang diduduki, lanjutnya, Al Jazeera melaporkan.

Mereka juga mendapatkan bahwa sebagian besar luka yang ditimbulkan oleh pasukan Israel berasal dari peluru baja berlapis karet.

Kelompok hak asasi manusia internasional telah lama mengutuk penggunaan peluru Israel tersebut, Palestine News Network (PNN) dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan, Selasa (25/7).

Muhamad Ismeal yang berusia 39 tahun, yang saat ini dirawat di rumah sakit Al Maqassid di Yerusalem Timur, tampaknya ditembak dengan granat setrum di kepala, yang membuatnya terluka dan hilang kesadaran.

“Dia tidak cacat. Tapi sekarang lihat dia. Dia tidak bisa mengenali siapapun. Ini seperti kehilangan ingatannya, “kata Muataz Ismeal, saudara pasien, kepada Al Jazeera.

Suleiman Turukman, dokter yang menangani kasus Mohammed mengatakan, bahwa dia takut akan kehidupan pasiennya.

“Kondisinya sangat serius, dia hampir mati, dia sekarang membaik perlahan. Tapi bingung dan tidak bisa mengenali keluarganya karena trauma,” katanya.

Bentrokan dengan pasukan Israel, yang dipicu adanya penutupan kompleks Masjid Al-Aqsa oleh Israel, terus berlanjut sejak dibuka kembali, tapi Israel menerapkan detektor logam sebagai tindakan pengamanan di pintu masuk tempat suci ummat Islam tersebut.

Orang-orang Palestina melihat langkah tersebut sebagai upaya Israel untuk memperluas kontrolnya di wilayah yang dikelola oleh Muslim.

Pada hari Ahad (23/7), Israel memasang kamera keamanan baru di lokasi yang juga membuat marah warga Palestina.

Hussein Da’na, seorang warga Palestina berusia 76 tahun, mengatakan kepada Al-Jazeera, dia “menolak” kamera karena mereka merugikan orang-orang Palestina dalam jangka panjang.

“Kamera ini dibuat untuk mengidentifikasi wajah orang-orang yang dilarang memasuki Masjid al-Aqsa,” kata Da’na.

“Kami beribadah setiap pagi di sini dan polisi menyerang kami. Saya berniat untuk terus beribadah di sini sampai Israel menghapus semua yang baru,” tambahnya, mengacu pada tindakan pengamanan.

Mayor Jenderal Yoav Mordechai, yang mengepalai badan pertahanan Israel untuk urusan sipil Palestina mengatakan, Israel terbuka terhadap alternatif untuk menurunkan ketegangan.

“Satu-satunya yang kami inginkan adalah memastikan tidak ada yang dapat masuk dengan senjata lagi dan melakukan serangan lagi,” katanya.

“Kami bersedia memeriksa alternatif detektor logam selama solusi alternatif memastikan pencegahan serangan berikutnya,” katanya pula.

Namun, Mufti Yerusalem, Sheikh Muhammad Hussein, mengatakan kepada Voice of Palestine, bahwa dia menuntut pengembalian lengkap sebagaimana kondisi yang ada sebelum serangan awal di tempat suci tersebut.

Dalam sebuah pernyataan pada hari Ahad, institusi Islam di Yerusalem yang merupakan bagiannya mengatakan, bahwa mereka “menegaskan penolakannya terhadap pemasangan gerbang elektronik dan semua tindakan pendudukan”.

Seorang penasihat utama Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, serangkaian konsultasi sedang dilakukan dengan berbagai negara untuk mencoba dan menurunkan ketegangan di Yerusalem.

Penasihat diplomatik Abbas, Majdi Khaldi, mengatakan bahwa orang-orang Palestina berkoordinasi dengan Yordania, Arab Saudi, Mesir, Maroko dan lain-lain. (T/B05/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Palestinian hospitals crowded with 900 injured

Wartawan: Zaenal Muttaqin

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.