Jakarta, MINA – Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) Vennetia R. Danes mengatakan, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dirancang untuk melindungi calon korban dan korban.
RUU PKS ini inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sekitar April 2017 dalam bentuk draf lalu disampaikan kepada Presiden RI. Kemudian Presiden menunjuk sebelas Kementerian/ Lembaga (K/L) untuk membahas RUU tersebut menjadi Undang-Undang (UU).
Sebelumnya, RUU PKS ini menimbulkan polemik pro dan kontra di tengah masyarakat, dalam menanggapi hal tersebut, Venne menegaskan RUU ini justru untuk memberikan hak dan perlindungan kepada perempuan dan anak.
“RUU PKS ini melindungi calon korban dan korban seksual lebih awal, sebelum terjadi kontak fisik dengan istilah pelecehan,” katanya dalam dialog media Kementerian PPPA dengan tema ‘Merespon Dinamika Masyarakat Terhadap RUU PKS’ di Jakarta Pusat, Jumat (22/2).
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
Selain itu, RUU PKS ini juga untuk menghargai harkat dan martabat perempuan dengan fungsi kodrati (reproduksi) sebagai ibu, calon ibu dan ibu bangsa.
“RUU PKS lebih mengutamakan ketahanan keluarga, saling menjaga hubungan yang harmonis antar warga baik di lingkungan keluarga maupun komunitas dan lebih menekankan pada aspek pencegahan kekerasan seksual. Untuk meningkatkan ketahanan keluarga yang ideal dan bahagia dengan mendorong terbentuknya keluarga yang bebas dari kekerasan seksual,” ujarnya.
Lebih lanjut ia juga menjelaskan, RUU ini mengedepankan prinsip relasi kuasa yang seimbang, karena relasi tidak seimbang menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan kepada korban yang berada dalam kondisi rentan.
RUU PKS disusun bersumber dari fakta di Indonesia bahwa korban kekerasan seksual dominan terjadi kepada perempuan dan anak. (L/R10/B05)
Baca Juga: Cuaca Jabodetabek Berawan Jumat Ini, Hujan Sebagian Wilayah
Mi’raj News Agency (MINA)