Banda Aceh, MINA – Puluhan ibu-ibu mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh. Mereka yang tergabung dalam Aliansi Muslimat Aceh menggelar aksi menolak Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS).
Masa yang hadir juga ikut membentangkan spanduk bertuliskan “RUU PKS Berpotensi Menjamurnya LGBT”, “RUU PKS Mengkriminalisasi Peran Suami dalam Rumah Tangga”, “RUU PKS Melegalkan Pelacuran”, hingga tuntutan “Penerapan Islam secara Kaffah”, Senin (8/4).
Koordinator aksi, Dahlia mengatakan, massa berasal dari berbagai organisasi wanita Islam, majelis taklim, serta sejumlah ormas “Kami hadir untuk menyampaikan kegelisahan muslimah Aceh terhadap RUU PKS,” ujar dia.
Dahlia khawatir dengan kondisi ketahanan keluarga yang semakin lemah akhir-akhir ini. Maraknya perceraian suami istri, pergaulan bebas muda-mudi, dan merebaknya pelacuran, menurutnya disebabkan oleh bablasnya tafsiran kebebasan yang selama ini digaungkan sekelompok orang.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
“Ketahanan keluarga dipertaruhkan hari ini. Kita tak mampu menjaga anak kita 24 jam. Kalau melakukan zina suka sama suka, maka sah-sah saja. Suka beda agama, itu sah-sah saja, ini bahaya. Mengancam eksistensi agama kita,” katanya lagi.
Menurut Dahlia, draft RUU PKS sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai keagamaan yang selama ini di anut di Indonesia khususnya di Aceh.
“Setelah membaca draft UU tersebut, kami coba memahami, bahwa rancangan aturan itu sama sekali tida mencerminkan agama dan nilai luhur bangsa,” imbuhnya.
Banyak poin dalam pasal RUU PKS yang dianggapnya multitafsir, Hasrat Seksual misalnya, Dahlia memandang RUU PKS sudah sangat jauh masuk dalam ranah agama, sementara agama sendiri sudah mengatur pernikahan sebagai hasrat penyaluran seksual.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Tingginya angka kekerasan seksual di Aceh, menurut Dahlia, perlu diatasi dari hulu. Dalam artian, perlu adanya keseriusan dalam membangun ketahanan keluarga dengan wawasan yang utuh.
Pihaknya juga menyadari, kasus kekerasan seksual justru terjadi di wilayah domestik dalam keluarga. Pelaku pelecehan tak sedikit berasal dari orang terdekat, seperti orang tua kandung, paman, bahkan guru yang seharusnya memberi perlindungan terhadap para korban.
Dalam aksi tersebut, Aliansi Muslimah Aceh menegaskan beberapa pernyataan sikapnya terkait penolakan RUU PKS. Pertimbangan pertama, RUU PKS dianggap berpotensi melemahkan ketahanan negara. RUU itu juga dianggap mengabaikan peran agama, adat istiadat, dan norma kehidupan sehari-hari.(L/AP/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)