Oleh: Mazen Hammad, Kolumnis Harian Al-Wathan Qatar*
Akhirnya setelah 65 tahun sejak didirikan secara ilegal, Israel mengakui dirinya. Hal itu setelah 43 komandan dan pasukan dari unit intelijen militer yang paling rahasia di Israel yang dikenal dengan unit 8200 menandatangani piagam pengakuan resmi yang mereka ajukan kepada Netanyahu dan Ya’alon.
Mereka menyatakan resmi menolak menjalankan tugasnya di wilayah Palestina terjajah karena aktivitas spionase amoral terhadap warga Palestina.
Meski ada 24 personel militer di tahun 2002 menyatakan menolak bergabung dalam operasi pembunuhan terencana di Jalur Gaza setelah terbunuhnya dan terlukanya 100 warga Palestina dalam operasi serangan udara ke rumah tokoh Hamas Shalah Shahadah, namun “keluhan (sikap keberatan) bersejarah” saat ini yang dimulai format (pengaduannya) beberapa bulan sebelum agresi ke Jalur Gaza telah membuka kedok sikap dan prilaku sistematis penindasan secara politis Israel terhadap warga Palestina.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
Salah satu yang dikeluhkan oleh penandatangan surat piagam itu adalah bahwa sebagian besar dari tugas mereka tidak terkait dengan keamanan Israel dan pembelaan diri. Namun tugas mereka adalah memperpanjang penjajahan dengan cara menguasai semua sendi-sendi kehidupan warga Palestina di Tepi Barat. Para komandan dan pasukan Israel itu menegaskan dengan pernyataan yang pasti menolak mereka diperalat untuk memperdalam kekuasaan militer di tanah terjajah.
Para penandatangan piagam di atas menyimpulkan bahwa intelijen Israel berusaha menciptakan perpecahan di dalam masyarakat Palestina. Bahkan sebagian kalangan militer Israel yang membelot itu mengungkap sebagian detail “mengerikan” terkait aktivitas unit 8200 yang mereka ungkapkan dalam pengakuannya kepada media Inggris. Salah satu detail itu terkait semua informasi tentang kekhususan dan sifat personal warga Palestina, termasuk kehidupan keluarga dan seksualnya, masalah keuangan dan sakit yang mereka derita. Semua itu dilakukan dengan tujuan untuk diperas dan dipaksa untuk bekerjasama dengan ‘Israel’ sebagai mata-mata.
Mereka yang menolak untuk menjalankan tugas itu mengakui bahwa pemerintah Israel menganut cara otoriter, represif dan jauh dari demokratis seperti yang mereka klaim. Terutama, Israel memperlakukan setiap warga Palestina sebagai target tindakan teroris Israel meski hidup secara biasa tidak ada hubungan dengan perlawanan penjajah yang dilingungi oleh undang-undang internasional dan kemanusiaan.
Jika kebangkitan nurani itu telah menyebabkan kerikuhan di kalangan sebagian elit Israel yang mengaku komitmen membela HAM, maka pada saat yang sama, watak khusus rasis negara Israel amoral dan anti kemanusiaan ini suatu ketika pasti akan mendorong aksi pembelotan demi pembelotan di kalangan Israel sendiri. (T/P011/R05)
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari