Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Adakah di antara kita yang berpikir akan hidup selamanya di dunia ini? Adakah di antara kita yang merasa dunia adalah tempat abadi?
Allah Ta’ala berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati, Kami mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS. Al-Anbiyaa: 35)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Maksud ayat tersebut ialah Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, halal dan haram, ketaatan dan maksiat, petunjuk dan kesesatan.” [Tafsiir Ibnu Jarir Ath-Thabari (IX/26 no. 24588) cet. Darul Kutub Ilmiyyah, Beirut].
Kita semua pasti pulang. Ya, pulang ke alam akhirat. Alam dimana ia adalah tempat kembali kita yang sebenarnya. Tidak ada satu manusia pun yang hidup di alam fana ini akan kekal, abadi dan hidup selamanya. Dan, tidak ada seorang pun yang bernyawa mampu menahan ketika kereta kematian itu telah datang menghampirinya.
Karena itu, jangan kita terlena dengan segala apa yang dimiliki sagat ini. Harta benda, pangkat, jabatan, dan segala yang kita miliki, semua adalah titipan. Raga yang kita punya hari ini pun adalah titipan yang kelak pasti akan dimintai pertanggungjawabaan. Adakah di antara kita yang mengira kulit, telinga, mata dan semua anggota tubuh ini tidak akan menjadi saksi kelak dihadapan Hakim Yang Maha Adil?
Ketahuilah, kelak saat hari hisab itu tiba, maka lisan ini akan dikunci. Lalu berbicaralah kulit, mata, telinga, hidung dan seluruh panca indera kita untuk memberikan kesaksian atas semua prilaku hidup dulu waktu di dunia. Mari simak firman Allah Ta’ala berikut ini.
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰ أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”(QS. Yasin: 65).
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. An Nur: 24)
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala juga menjelaskan,
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
حَتَّىٰ إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Fussilat: 20)
Allah Ta’ala juga menegaskan dalam ayat selanjutnya,
وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَٰكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ
“Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fussilat: 22)
Dari beberapa penjelasan firman Allah Ta’ala di atas, maka jelas sudah bahwa tubuh ini kelak akan menjadi saksi atas segala perbuatan dulu semasa hidup di dunia. Pertanyaannya? Mengapa kita masih saja berani bermaksiat kepada Allah Ta’ala? Sementara kita tahu bahwa hidup bukanlah sekedar hidup. Hidup bukan sekedar untuk makan dan bersenang-senang.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
Sejatinya, seorang muslim bisa berhati-hati dan selalu waspada atas segala perlakunya di bumi sementara ini. Lisannya bisa terjaga, tangannya senantiasa membantu dalam kebaikan, kakinya selalu melangkah kearah kemuliaan, pikiran bahkan hatinya harus selalu diarahkan kepada ridha Allah. Bukan sebaliknya.
Karena itu, jangan bersedih jika hari ini Allah Ta’ala uji kita dengan sedikit kemiskinan, kekurangan harta, kekurangan buah-buahan dan bahkan kekurangan jiwa raga. Inilah dunia, penjara bagi setiap mukmin. Bagaimana mungkin dalam sebuah penjara seorang mukmin bisa leluasa bergerak?
Karena dunia ini adalah penjara, maka semestinya kita bersabar menjalaninya. Sabar dalam menjalani kehidupan dunia. Seorang muslim hanya akan terbebas dari penjara dunia, kelak ketika dia sudah kembali kepada Allah Ta’ala. Saat itulah ia sudah lepas dari penjara dunia ini.
Nabi SAW bersabda,
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو حَدَّثَهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَسَنَتُهُ فَإِذَا فَارَقَ الدُّنْيَا فَارَقَ السِّجْنَ وَالسَّنَةَ
Dari [Abdullah bin ‘Amru] bahwa dia telah menceritakan kepadanya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, beliau bersabda: “Dunia adalah penjara orang mukmin, maka apabila dia berpisah dengan dunia (meninggal dunia) berarti ia telah berpisah dengan penjaranya.” (HR. Ahmad no. 6560)
Sebaliknya, dunia adalah surga bagi orang-orang kafir. Dalam mengumpulkan harta dunia, orang-orang tidak mengenal cara halal dan haram. Semua cara bisa boleh dilakukan, yang penting dunia bisa diraih. Sebab dunia adalah surga bagi orang-orang kafir. Nabi SAW bersabda,
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ وَفِي الْبَاب عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad] dari [Al ‘Alla` bin Abdurrahman] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Dunia adalah penjara bagi orang mu`min dan surga bagi orang kafir.” (HR. Tirmidzi Nomor 2246). Dalam hal ini ada hadits serupa dari ‘Abdullah bin ‘amru. Berkata Abu Isa: Hadits ini hasan shahih.
Mari merenung. Tanyakan pada diri ini sudah seberapa banyak bekal yang kelak bisa kita bawa pulang ke kampung akhirat? Jika bekal itu sudah ada, maka tanyakan lagi, seberapa berkualitaskah bekal-bekal yang akan kita bawa pulang kelak? Jangan sampai, bekal yang kelak akan dibawa adalah bekal-bekal keburukan. Jangan. Sebab Allah Ta’ala tidak akan menerima bekal yang buruk dari hamba-hamba-Nya.
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
Karena keranda kematian itu pasti menghampiri, maka sikap terbaik yang harus kita lakukan adalah sedari dini mempersiapkan segala bekal itu. Perbanyaklah bekal-bekal berkualitas, agar kelak saat kita tiba di kampung akhirat, kita tidak lagi kehausan, kelaparan dan menyesal seumur hidup. Di sana, di kampung akhirat itu, tidak ada yang bisa membantu kita kecuali amal kebaikan yang dulu pernah kita ukir selama hidup di dunia.
Wahai diri yang bernyawa, jangan merasa bangga dengan segala kemegahan yang ada. Sebab itu semua itu hanya titipan. Orang kaya, jangan bangga dengan kekayaannya. Sebab liang lahat itu tak pernah meminta agar harta ikut menemani si jenazah. Orang berpangkat, jangan pernah merasa angkuh dengan jabatannya. Sebab pangkat dan jabatan itu hanya hiasan agar ia semakin rendah hati dihadapan manusia.
Orang berilmu, jangan pernah bangga dengan ilmunya. Sebab sejatinya, ia adalah orang bodoh yang Allah pilih untuk bisa membantu menunjukkan jalan kebenaran bagi manusia. Ilmu tidak akan berarti jika kepala masih tegak karena angkuh melayani manusia. Belajarlah dari padi, dimana ia (padi) semakin berisi semakin merunduk.
Jadilah kita orang-orang yang cerdas selama di dunia. Karena hanya orang yang cerdas sajalah yang bisa bijak menjalani kehidupan dunia ini. Nabi SAW pernah mengingatkan tentang orang-orang yang cerdas ini dalam sabdanya.
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ إِسْحَاقَ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ الْمُبَارَكِ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ ضَمْرَةَ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Ishaq] berkata; telah mengabarkan kepada kami [Abdullah] yaitu Ibnu Mubarak berkata; telah mengabarkan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Maryam] dari [Dlamrah bin Habib] dari [Syaddad bin Aus] berkata; Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Orang yang cerdas adalah orang yang menghitung-hitung dirinya dan beramal untuk kematian, sebaliknya orang yang lemah adalah orang yang mengikuti jiwanya dengan hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (HR. Ahmad No. 16501)
Bismillah, mari kita menjadi cerdas dengan cerdas sebenar-benarnya. Hisablah diri selagi hidup, agar kelak hisab di akhirat menjadi ringan. Perbanyak bekal amal kebaikan, agar kelak saat di kubur, kita mempunyai banyak teman yang baik. Bukan sebaliknya ditemani oleh ular buas dan kalajengking, serta binatang mengerikan lainnya, wallahua’lam. (A/RS3/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?