Saat Ulama dan Zuama Bertemu di Banten Bahas Persatuan Umat

Oleh Taufiqurrahman, Lc

Ada satu peristiwa penting yang luput dari pemberitaan media massa. Beberapa ulama dan para pemimpin dari berbagai organisasi belum lama ini, tepatnya 18 – 20 November 2017,  menyelenggarakan pertemuan tingkat nasional. Acara serupa dalam lingkup nasional sangat jarang terjadi dalam dua atau tiga dekade ini. Acara tersebut adalah Mudzakarah Ulama, Zuama dan Cendiki Muslim yang dihadiri oleh perwakilan dari beberapa organisasi Islam di Indonesia diantaranya FUI (Forum Umat Islam) – Medan Sumatera Utara, NU (Banten) , MMI – NTB, Utusan dari Palembang, Pandeglang, Jakarta, Tangerang, Bandung, Garut, dan lain-lain. Sementara perwakilan dari Jama’ah Muslimin (Hizbullah) terdapat beberapa nama diantaranya Ust. Umar Rasid, Ust. Qamaruddin, Ust. Sakuri, Ust. Amin Nuroni dan Ust. Wahyudi KS.

Temu ulama dan zuama dalam momen mudzakaroh di Banten tersebut membahas isu penting seputar persatuan Islam dan upaya menuju ke sana. Tema yang ketiadaannya hingga saat ini merupakan penyakit akut muslimin dan tidak ujung menemukan ‘obat mujarab’nya.

Orang boleh saja bilang pertemuan ini bisa saja menjadi seremonial belaka seperti temu-temu serupa sebelumnya dengan ajang yang bermacam-macam. Sebab hingga kini belum ada satu acara terkait yang melahirkan langkah-langkah nyata menuju ke sana. Sebaliknya slogan-slogan persatuan yang didengungkan tidak lebih dari ajakan untuk bergabung kepada kelompok sang penyeru dan di saat bersama mengajak untuk tutup telinga dari seruan persatuan kelompok lainnya. Bahkan lebih parah dari itu yang terjadi adalah ajang perseteruan fisik, saling menghina, menyudutkan antar kelompok umat Islam. Padahal mereka sama-sama meyakini arti penting persatuan.

Satu kelemahan lainnya adalah perpecahan antara ulama dengan zuama dan cendikia muslim. Selamanya persatuan muslimin tidak akan terwujud manakala tidak ada satu langkah bersama antara ulama, zuama dan tokoh-tokoh muslim. Untuk itu pertemuan antara pihak-pihak demikian  semestinya rutin terselenggara minimalnya untuk menjaga kesadaran pentingnya ukhuwah Islamiyah. Dengannya setidaknya ulama, zuama dan cendikia muslim dari masing-masing organisasi Islam mampu meminimalisir pertikaian lisan dan fisik antara umatnya dan membangun toleransi yang lebih mengedepankan persamaan.

Untuk itu Mudzakarah Ulama, Zuama dan Cendikia Muslim di Banten ini memiliki arti penting bagi umat dalam meramaikan isu persatuan sehingga dengannya kesadaran ke arah tersebut terus terjaga dan berkembang ke langkah yang lebih nyata. Jangan sampai pertemuan ini seperti yang dikhawatirkan umat hanya akan menjadi ‘pepesan kosong’ atau ‘tong kosong’ yang nyaring bunyinya tapi tak ada isi. Harus ada langkah nyata sesudahnya. Langkah yang terorganisir bersama, terintegrasi, terukur dan terkontrol.

Mudzakarah tersebut tidak hanya sekedar membahas isu persatuan namun juga melahirkan rekomendasi penting dari umat yang terwakili oleh masing-masing ulama, pemimpin dan tokoh-tokoh muslim dari berbagai organisasi. Rekomendasi ini sangat penting untuk ditindaklanjuti mengingat point-point yang ada merupakan langkah-langkah yang bisa dan sebenarnya mudah untuk dilakukan oleh umat. Di antaranya seperti disebutkan pada poin ke delapan yang menyadarkan akan perlunya membangun koordinasi dan sinergi yang baik antar kelompok-kelompok gerakan Islam melalui berbagai ajang seperti silaturahmi, ta’aruf dan musyawarah bersama.

Beberapa point lainnya cukup penting diketahui umat. Di akhir tulisan ini, penulis salin secara utuh dari hasil laporan perwakilan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) yang ditulis oleh Ust. Wahyudi KS, salah seorang da’i Jama’ah Muslimin. Berikut teks lengkap rekomendasi tersebut

REKOMENDASI PESERTA

MUDZAKARAH ULAMA, ZU’AMA DAN CENDIKIA MUSLIM

DI BANTEN, 29 SHAFAR – 1 RABI’UL AWWAL 1439 H / 18 – 20 NOVEMBER 2017

KEPADA JAM’IYYAH AHLUL HALLI WAL ‘AQDI AL ‘ALAMIYYAH

 

  1. Konsep pemikiran yang dihasilkan harus berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah yang shahih.
  2. Meminimalkan perbedaan dan memaksimalkan persamaan di dalam persaudaraan. Perbedaan yang dibolehkan adalah perbedaan yang alami dan dalam tingkat ilmu pengetahuan, sedangkan perbedaan yang dilarang dalam bentuk ta’ashub (fanatisme golongan) dan tafarruq (memecah belah).
  3. Tidak memusuhi umat di luar Islam namun diupayakan menjadikan mereka sebagai ladang amal shalih dalam proses menyongsong tegaknya peradaban Islam yang Rahmatan lil’ alamin sepanjang tidak bertentangan aqidah dan sya’riah.
  4. Membentengi generasi muda umat Islam dari gaya hidup yang hedonis, pragmatis, dan sekuler dengan menjadikan Al Qur’an sebagai proses pembelajaran, pemahaman dan pengamalan yang wajib bagi generasi Islam dimulai dari institusi keluarga, sekolah, pesantren hingga jenjang pendidikan tingkat tinggi.
  5. Pengelola lembaga pendidikan harus fokus pada target tujuan akademik dan tidak melakukan politik praktis, sembari menjadikan masjid sebagai wadah pemersatu umat dalam bentuk merapatkan shaf shalat berjamaah.
  6. Memperjuangkan umat Islam di bidang ekonomi dan perbankan dari sistem ribawi, serta menjauhi produk-produk yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  7. Keberadaan Nabi sebagai utusan Allah bukan untuk menggantikan kepemimpinan gaya kerajaan maupun kepala negara, tapi lebih kepada membangun sistem khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang membawa misi besar untuk memakmurkan bumi Allah dengan segala kompleksitas kehidupannya, dengan manhaj siyasah yang berpijak kepada minhajin nubuwwah.
  8. Perlunya membangun tansiq dengan bersinerginya kelompok-kelompok gerakan Islam yang dimulai dari ta’aruf, silaturahim dan bermusyawarah sehingga menemukan formulasi untuk mencapai tujuan dan meraih Islam Rahmatan lil ‘Alamin, sembari mengantisipasi adanya paham-paham sesat yang menginfiltrasi.
  9. Fenomena gerakan kaum munafik yang sudah ada sejak zaman Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terus menunjukan geliatnya bagaikan musuh dalam selimut bagi umat Islam yang harus disikapi dengan tuntunan Qur’an dengan cara berpaling dari mereka sembari tetap menasehati dengan kata-kata yang tegas.
  10. Membangun kesadarn umat Islam untuk mendukung , bersimpati, dan berempati terhadap permasalahan umat Islam serta berkorban dengan harta dan jiwa dalam rangka tegaknya Izzul Islam wal Muslimin.
  11. Perlu adanya pendekatan komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait di dalam upaya mewujudkan Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin, berjama’ah dan berimamah sesuai contoh Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam dan Khulafaur Rasyidin al Mahdiyyin.

الحمد لله رب العالمين

Banten, 1 Rabi’ul Awwal 1439 H / 20 Nopember 2017

(RA2/P1)