Saat Wanita Jadi “Perangkap Iblis”

Oleh Rudi Hendrik, wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Kaum bagaikan barang dagangan yang tidak mempunyai hak milik, tetapi hanya dapat dimiliki. Mereka dipaksa menikah oleh ahli waris suaminya. Jika ahli waris ingin menjualnya, maka wanita itu tidak berhak menolak. Mereka juga dipaksa melakukan pelacuran. Mereka tidak mempunyai hak untuk mewarisi, bahkan sebaliknya, mereka dapat diwarisi dan diwariskan. Jika mereka mempunyai sesuatu, maka mereka akan dihalang-halangi untuk menggunakan miliknya tersebut. Itulah kondisi dan status kaum wanita sebelum kedatangan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membawa risalah al-Islam.

Dua abad sebelum kedatangan Islam, di Perancis, sebagian masyarakatnya mempertanyakan status kaum wanita, apakah wanita itu manusia atau setan? Apakah binatang? Apakah wanita bisa masuk surga? Saat itu orang Perancis menganggap kaum wanita diciptakan hanya untuk memuaskan syahwat kaum lelaki.

Suatu rapat di Roma pada abad pertengahan telah menetapkan bahwa kaum wanita adalah binatang yang tidak suci. Kala itu, masyarakat Roma menganggap wanita tidak memiliki hak untuk bicara. Kaum wanita dianggap sebagai unta dan anjing galak, karena mereka adalah “perangkap iblis”.

Beberapa sekte agama membolehkan menjual anak perempuannya. Orang-orang Arab Jahiliyah bahkan sudah terbiasa mengubur anak perempuannya hidup-hidup karena takut menanggung malu atau takut tidak mampu memberi nafkah hidupnya.

Karena itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengutus seorang hamba-Nya, Muhammad, sebagai Nabi dan Rasul yang diberikan wahyu bernama Al-Quran, salah satu tujuannya adalah untuk mengembalikan derajat dan kemerdekaan kaum wanita ke tempat yang sepantasnya.

Dari masa wahyu masih turun hingga sekarang, banyak ayat-ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan kedudukan kaum wanita dan laki-laki.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengembalikan kedudukan dan kemerdekaan kaum wanita melalui Islam.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍ۬ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَـٰكُمۡ شُعُوبً۬ا وَقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوٓاْ‌ۚ إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ۬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Qs. Al-Hujurat [49] ayat 13)

مَنۡ عَمِلَ صَـٰلِحً۬ا مِّن ذَڪَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٌ۬ فَلَنُحۡيِيَنَّهُ ۥ حَيَوٰةً۬ طَيِّبَةً۬‌ۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا ڪَانُواْ يَعۡمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. An-Nahl [16] ayat 97)

 وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ جَنَّـٰتٍ۬ تَجۡرِى مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيہَا وَمَسَـٰكِنَ طَيِّبَةً۬ فِى جَنَّـٰتِ عَدۡنٍ۬‌ۚ وَرِضۡوَٲنٌ۬ مِّنَ ٱللَّهِ أَڪۡبَرُ‌ۚ ذَٲلِكَ هُوَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ

“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu’min lelaki dan perempuan, [akan mendapat] surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan [mendapat] tempat-tempat yang bagus di surga Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (Qs. At-Taubah [9] ayat 72)

Melalui Islam, Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga telah memberikan hak-hak kaum wanita sama dengan hak-hak kaum lelaki.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَٱلَّذِينَ يُؤۡذُونَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ بِغَيۡرِ مَا ٱڪۡتَسَبُواْ فَقَدِ ٱحۡتَمَلُواْ بُهۡتَـٰنً۬ا وَإِثۡمً۬ا مُّبِينً۬ا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang beriman laki-laki dan orang beriman perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab [33] ayat 58)

فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُ ۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَـٰتِ‌ۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مُتَقَلَّبَكُمۡ وَمَثۡوَٮٰكُمۡ

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan [Yang Hak] melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang beriman laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.” (Qs. Muhammad [47] ayat 19)

Melalui lisan Rasul-Nya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjelaskan bahwa kaum wanita adalah pasangan bagi kaum lelaki yang memiliki peranan sangat berharga dalam memberi kebahagiaan, kenyamanan dan ketenteraman bagi kaum suami. Sebaliknya, kehadiran seorang wanita bagi seorang lelaki bertujuan pula agar suami merasa senang dan menyayangi wanitanya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٍ۬ وَٲحِدَةٍ۬ وَجَعَلَ مِنۡہَا زَوۡجَهَا لِيَسۡكُنَ إِلَيۡہَا‌ۖ فَلَمَّا تَغَشَّٮٰهَا حَمَلَتۡ حَمۡلاً خَفِيفً۬ا فَمَرَّتۡ بِهِۦ‌ۖ فَلَمَّآ أَثۡقَلَت دَّعَوَا ٱللَّهَ رَبَّهُمَا لَٮِٕنۡ ءَاتَيۡتَنَا صَـٰلِحً۬ا لَّنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّـٰكِرِينَ

“Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan [beberapa waktu]. Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya [suami isteri] bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur.” (Qs. Al-A’raf [7] ayat 189)

وَمِنۡ ءَايَـٰتِهِۦۤ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَڪُم مَّوَدَّةً۬ وَرَحۡمَةً‌ۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar-Rum [30] ayat 21)

Dan di satu sisi, kaum wanita memiliki nilai plus dalam statusnya, yaitu derajat sebagai ibunya umat manusia.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah berfirman:

وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَجَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَزۡوَٲجِڪُم بَنِينَ وَحَفَدَةً۬ وَرَزَقَكُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَـٰتِ‌ۚ أَفَبِٱلۡبَـٰطِلِ يُؤۡمِنُونَ وَبِنِعۡمَتِ ٱللَّهِ هُمۡ يَكۡفُرُونَ

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni’mat Allah?” (Qs. An-Nahl [16] ayat 72)

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman [31] ayat 14)

Status mulia ini juga diperkuat oleh sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika seorang anak manusia bertanya, kepada siapa lebih dulu ia harus berbakti? Apakah ayah dulu baru ibu, atau sebaliknya?

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)

Wahai , segeralah bertaubat atas segala kelalaianmu…Wahai Muslimah, maka nikmat Rabb-mu yang manakah engkau dustakan? (P001/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.