Selanjutnya tersebutlah Mustafa Kamal Pahsya yang meneruskan konspirasi busuk untuk menumbangkan kekuasaan Turki Utsmani. Ia tokoh Nasionalis Turki keturunan Yahudi yang menjadi kaki tangan Yahudi internasional. Akibatnya sistem “Khilafah” dihapuskan dari Turki, kekuatan umat Islam secara otomatis tercerabut dan dimulailah periode kolonialisasi oleh persekutuan kuffar wal musyrikin terhadap dunia Islam.
Dalam sejarah Indonesia sendiri, strategi pecah belah berhasil melemahkan kekuatan perjuangan kaum Muslilmin. Strategi pecah belah itu tidak terlepas dari tokoh Snouck Horgronje (asal Belanda), yang pura-pura masuk Islam dan berganti nama Abdul Ghaffar. Di dunia Arab tokoh TE. Lawrence (asal Inggris) merupakan sosok yang berperan penting dalam menanamkan semangat nasionalisme Arab, sehingga lahirlah negara-negara Arab yang rentan perpecahan.
Hingga kini, pecah belah dan penggerogotan dari dalam sangat ampuh untuk melemahkan tubuh umat Islam. Mereka merasa berjuang, padahal sedang berhadapan satu sama lain. Seperti inilah yang terjadi di negeri-negeri Islam, hidup jauh dari ikatan persaudaraan keislaman, rentan perpecahan dan mudah diadu-domba.
Pelajaran dengan turunnya ayat di atas semestinya menjadi solusi persoalan ini. Ayat tersebut di atas Allah turunkan untuk memadamkan bibit permusuhan Aus-Khazraj yang padahal sudah berakar kuat jauh sebelum Islam datang. Ini tentu saja harus dijadikan ibrah untuk mengatasi problematika serupa yang terjadi sesudahnya. Toh aspek dasarnya sama. Bukankah ayat dan surahnya masih sama persis? Kekuasaan dan Keperkasaan Allah juga tak pernah berubah dari dulu hingga kapan pun? Sunnah Rasul-Nya juga tetap eksis? Faktor ke-manusiawi-an umat pun tidak berbeda, manusia dulu dengan sekarang sama-sama punya potensi taqwa dan fujur? Dan musuh yang menjadi penyebab perpecahan pun masih sama, dengan strategi yang tidak berbeda pula, yakni Yahudi. Bukankah semua itu sunnatullah yang tidak akan berubah?
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۖ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا
“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah.” (QS.Al Ahzab: 62).
Pesan pertama pada surat Ali-Imran ayat 103 tersebut: I’tashomu bihablillahi jami’an. (berpegang teguh kepada tali dien Allah seraya berjama’ah). I’tashomu billah adalah salah satu cara untuk menghindari kemunafikan, agar dimasukkan ke dalam golongan mu’minin, dan untuk mengikuti millata Ibrahim yakni dien yang hanif/lurus. Hal ini tertuang dalam firman-Nya:
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. (QS. An-Nisa:146)
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik- baik Penolong. (QS. Al-Hajj: 78)
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ. شَاكِرًا لِأَنْعُمِهِ ۚ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ. وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً ۖ وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. An-Nahl:120-123).
I’tashomu billah juga agar dimasukkan ke dalam rahmat dan karunia-Nya yang besar, serta mendapat petunjuk menuju shirothol mustaqiim. Dalam Al Quran disebutkan:
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ ۗ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS. Ali-Imran:101).
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. QS. An Nisa:175
Sedangkan bihablillah (dengan tali Allah) sebuah riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda yang artinya:
Sesungguhnya Al Quran ini adalah tali Allah yang kuat. Ia adalah cahaya yang jelas, ia adalah penawar yang bermanfaat, perlindungan bagi orang yang berpegang kepadanya, dan keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuknya. (HR. Ibnu Murdawaih dari Abdullah radhiyallahuanhu).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Kemudian kata Jami’an, diartikan sebagai “berjama’ah” hal ini mengingat 3 hujjah berikut ini:
- Sesuai dengan makna yang diberikan oleh ahli tafsir, diantaranya Abdullah bin Mas’ud, ia menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah “Al Jama’ah” (Tafsir Al Qurthuby : III/159, Tafsir Jami’ul Bayan : IV/21)
- Adanya qorinah lafdziyah, yaitu : wala tafarroqu setelah kalimat jami’an, Ibnu Katsier berkata bahwa yang dimaksud adalah : “Allah memerintahkan kepada mereka dengan berjamaah dan melarang mereka berfirqoh-firqoh”. (Tafsir Ibnu Katsier : I/89)
- Az-Zajjaj berkata : “Kalimat jami’an adalah dibaca nashab, karena menjadi haal “(Tafsir Zaadul Masir:I/433). Maka artinya secara berjamaah dalam berpegang teguh pada tali Allah. (Tafsir Abi Suud : II/66).
Selanjutnya menurut rincian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, jami’an adalah al-jama’ah atau jama’atul muslimin, sebagaimana sabda Beliau : ...talzamu jama’atul muslimina wa imamahum / engkau tetap pada jama’ah muslimin dan imam mereka…(HR. Bukhori, Muslim, Ibnu Majah). Hadits ini sekaligus pula menjelaskan ketidakterpisahan antara jamaatul muslimin dengan keberadaan pemimpin (yang dikenal dengan sebutan: Imam, Khalifah atau Amirul mukminin). Dalam beberapa riwayat lain dijelaskan luzumul jamaah adalah dengan membai’at seorang imam dan menthoatinya selama haq. Sabda beliau:
وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ
Artinya: “Dan barang siapa membai’at imam dengan berjabat tangan dan kesungguhan hati, maka haruslah ia menthoatinya semampunya. Maka jika datang orang lain akan merebutnya, maka pukul lah leher orang tersebut.”..” (HSR. Muslim dari Abdullah bin Amr).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Atsar Kholifah Umar bin Khaththab :عَنْ تَمِيمٍ الدَّارِيِّ قَالَ تَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبِنَاءِ فِي زَمَنِ عُمَرَ فَقَالَ عُمَرُ يَا مَعْشَرَ الْعُرَيْبِ الْأَرْضَ الْأَرْضَ إِنَّهُ لَا إِسْلَامَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَارَةٍ وَلَا إِمَارَةَ إِلَّا بِطَاعَةٍ فَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى الْفِقْهِ كَانَ حَيَاةً لَهُ وَلَهُمْ وَمَنْ سَوَّدَهُ قَوْمُهُ عَلَى غَيْرِ فِقْهٍ كَانَ هَلَاكًا لَهُ وَلَهُمْ
Dari Tamim Ad Dari radliallahu ‘anhu ia berkata: “Orang-orang berlomba-lomba mempertinggi bangunan pada zaman Umar, lalu Umar berkata: ‘Wahai masyarakat Arab ingatlah, ingatlah, sesungguhnya tidak ada Islam kecuali dengan berjama’ah, dan tidak ada jama’ah kecuali dengan adanya kepemimpinan, dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan ketaatan. Barangsiapa yang dihormati kaumnya karena ilmu, hal demikian membawa kebaikan untuk kehidupan dirinya dan masyarakatnya, dan barangsiapa yang dihormati oleh kaumnya bukan karena ilmu, maka ia hancur (begitu juga dengan) kaumnya’ “. (HR. Ad Darimi).
Pesan kedua, wala tafarroqu/ jangan berpecah belah. Larangan iftiroq ini sangat relevan dengan pesan sebelumnya yakni perintah luzumal jamaah. Tidak mungkin al jamaah eksis kalau masih terjadi iftiroq. Atau sebaliknya satu-satunya cara untuk menjauhi segala bentuk iftiroq adalah luzumul jama’ah. Apa yang disampaikan shahabat Ibnu Abbas tidak jauh berbeda dengan kesimpulan seperti ini, ketika menafsirkan: “….an aqiimuddin wala tatafarroquu fihi / tegakkanlah dien dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya…”, (QS. Asy Syuura:13) dengan perkataan Beliau : “Allah memerintahkan kaum mukminin untuk berjama’ah dan melarang mereka berselisih dan berpecah belah….”.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Ibnu Katsir mencantumkan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dalam menafsirkan ayat ini:
إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ ولاَّهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
“Sesungguhnya Allah itu ridho kepada kamu pada tiga perkara dan benci kepada tiga perkara. Adapun (3 perkara) yang menjadikan Allah ridho kepada kamu adalah: 1). Hendaklah kamu memperibadati-Nya dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, 2). Hendaklah kamu ber pegang-teguh dengan tali Allah seraya berjama’ah dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh, 3). Dan hendaklah kamu senantiasa menasihati kepada seseorang yang Allah telah menyerahkan kepemimpinan kepadanya dalam urusanmu. Dan Allah membenci kepadamu 3 perkara; 1). Dikatakan mengatakan (mengatakan sesuatu yang belum jelas kebenarannya), 2). Menghambur-hamburkan harta benda, 3). Banyak bertanya (yang tidak berfaidah).” (HR Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah).
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati